Share

KPKDS-5

Selepas Namira pergi, Nami pun mengambil ponselnya yang berada di atas meja. Dia berusaha menghubungi Devina, tetapi ternyata yang mengangkat justru bocah berusia 7 tahun yang memiliki wajah begitu tampan.

"Moshi-moshi!" sapa Danryuu dari seberang dengan suara imutnya.

Nami terkekeh geli melihat Danryuu dan wajahnya yang lucu. “Moshi-moshi!" sahut Nami balik, tersenyum manis. "Mama Ryu di mana?" tanya Nami kembali.

"Sebentar aku panggil, Nami-chan!" Nampak layar handphone bergoyang ke sana kemari, seiring langkah si bocah yang berlari mencari ibunya. "Mama ... Nami-chan nyari Mama!”

Suara menggema Danryuu terdengar melalui sambungan telepon Nami, membuat wanita itu terkekeh geli.

"Danryuu ... sudah Mama bilang, jangan panggil Nami-chan? Dia seusia Mama, Sayang. Panggil bibi, ya?" Suara Devina yang gemas menyahuti anaknya terdengar frustrasi mengingatkan sang anak untuk memanggil Nami dengan sebutan Bibi.

Kekehan Nami semakin tak terhenti. Apalagi saat mengingat bocah tampan itu pernah mengklaim dirinya sebagai calon istri di masa depan.

"Bukan, Mama! Nami-chan itu calon istri aku di masa depan. Bukan bibi aku!" Suara bocah itu terdengar begitu kesal. Tak lama, layar ponsel Nami menampilkan wajah Devina. Seiring dengan itu, terdengar suara tapak kaki berlari menjauh.

"Gak bapak, gak anak, sama aja!" komentar Devina atas tingkah anaknya. "Ada apa Nami? Senang di Indonesia?"

"Senang," sahut Nami semringah. Nami bisa melihat Devina sedang berkutat dengan aktivitas di dapur, dengan ponsel yang ditaruh di meja.

"Senang yang mana? Senang sama negaranya atau sama yang mengajak?" ledek Devina, membuat semburat merah menghiasi pipi Nami. Devina langsung terkikik geli saat melihatnya. Apalagi dia yang jadi saksi sejarah panjang dari usaha Nami guna mendapatkan cinta sang pujaan hati.

"Isshhh ...! Jangan menggodaku, Vina-chan?!" rajuk Nami sembari mengerucutkan bibirnya.

Devina malah tertawa terbahak-bahak. Dia senang menggoda sang sahabat.

Delikan kemudian diberikan oleh Nami. "Aku tidak jadi curhat kalau begitu?!" rajuknya, membuat Devina menghentikan tawanya.

"Maaf ... ya sudah, kamu mau curhat apa?"

"Jika aku masuk Islam, bagaimana menurutmu?" tanya Nami gundah.

Sontak Devina terdiam. Kemudian dia mematikan kompor, agar bisa bicara dengan Nami secara serius. Ibu muda itu, kemudian duduk di di kursi. Sehingga nampak terlihat jelas dari balik layar.

"Apa yang membuatmu bingung?" tanya Devina dengan raut wajah serius.

Nami menghela napas panjang. "Ayah," sahut Nami.

Nampak beban berat menggelayuti wajahnya. Devina yang mengerti akan kegundahan sang sahabat, langsung tersenyum tipis.

"Bicara saja dengan, Paman. Aku yakin, Paman mau mengerti," ucapnya berusaha menenangkan Nami.

"Paman adalah orang paling idealis yang pernah aku kenal. Jadi aku yakin, jika beliau mungkin akan setuju dengan keinginanmu. Semangat, ya!"

Devina mengepalkan tangannya, menularkan semangat pada Nami yang tadi begitu murung.

Namu mengakhiri panggilannya dengan Devina saat suami sahabatnya itu pulang dan tak tahu malu langsung menyerang Devina, tanpa memandang Nami yang masih melihat gambar mereka

"Makanya anaknya seperti itu, kalau ayahnya saja seperti apa?" komentar Nami kesal, usai sambungan teleponnya tertutup.

"Anak siapa?" Sontak Nami menoleh ke arah Juun yang berdiri di depannya. Gadis itu sama sekali tidak menyadari jika pujaan hatinya sudah berdiri di depannya, entah sejak kapan.

"Kamu di sini?" tanya Nami heran. Dia tidak menyadari Juun datang, mungkin karena terlalu asik berbincang dengan Devina. Juun menganggukkan kepalanya, membuat Nami kembali bertanya. "Sejak kapan?"

"Sejak kamu bilang soal anak. Anak siapa, Nami-chan?" tanya Juun sembari duduk di kursinya kembali.

Nami meletakkan ponselnya kembali ke atas meja. "Oh ... Danryuu..."

"Kenapa dengan anak itu? Masih mengklaim kamu sebagai calon istri masa depannya?" tanya Juun sembari terkekeh.

"Iya, lucu ya?" Gadis itu kembali terkekeh mengingat tingkah bocah itu.

"Kamu suka dia?" tanya Juun sarat akan cemburu.

Rasa cemburu Juun semakin meningkat, apalagi saat mengingat jika dulu Nami sempat menyukai Ryu, ayah dari Danryuu.

Nami memiringkan kepalanya, menatap bingung pada Juun. "Eh, maksudnya?”

"Kamu suka dengan Danryuu?" Juun memperjelas ucapannya.

"Suka.'' Dirinya menyukai bocah tampan itu. Apalagi Danryuu adalah putra sahabatnya, sehingga dia menyayangi bocah itu seperti adiknya sendiri.

Jawaban dari Nami makin membuat Juun kesal. Harus dia akui, bocah itu memang tampan, persis seperti ayahnya. Namun, Juun tetap tidak menerima jika saingannya adalah bocah kecil berusia 7 tahun.

"Oh, gitu ... ya sudah, kamu sama dia aja?!"

Laki-laki itupun, sontak berdiri lalu mulai berjalan meninggalkan Nami yang memasang wajah cengo.

Saat tersadar Juun tengah merajuk, segera saja Nami berlari mengejar Juun yang berjalan ke arah pohon mangga yang nampak berbuah lebat. "Juun!" Nami berusaha mengejar langkah kaki Juun yang panjang. "Aku menyukainya, tapi hanya sebatas bibi dengan keponakan. Mau bagaimana pun, dia putra sahabatku yang juga sahabatmu. Tolong jangan cemburu padaku!"

Nami menarik lengan kiri Juun, lalu menarik lelaki itu hingga berbalik ke arahnya.

Juun hanya mengulum senyumnya. Dia senang saat Nami menjelaskan padanya tentang perasaannya. Namun, sedetik kemudian dia kembali memasang raut wajah datar saat sang gadis menatap wajahnya.

"Aku tidak percaya," sahut Juun, berusaha mengetes perasaan gadis yang dia cintai.

Nami tergagap, takut jika Juun semakin salah paham padanya. "Beneran kok, aku berani bersumpah!" ucap Nami yakin. Tangannya bahkan menggoyangkan lengan Juun yang dia pegang. "Tolong percaya padaku!"

Gadis itu sangat berharap lelaki yang dia cintai mempercayai ucapannya. Mata gadis itu bahkan berkaca-kaca, saat melihat Juun malah memalingkan wajahnya.

"Juun," panggil Nami lirih. Tak lama, nampak air mata mulai berjatuhan. Gadis itu bahkan mulai terisak, saat Juun tidak merespon permintaannya sedikitpun.

Isakan Nami pun membuat Juun langsung menoleh ke arah kekasih, yang telah tertunduk sembari terisak. Lelaki itu sontak gelagapan melihat gadisnya menangis. Niat hati ingin menggoda, malah gadisnya menangis dibuatnya.

"Nami-chan, jangan nangis, Sayang. Aku hanya bercanda. Aku percaya kok kalau kamu hanya menyukaiku dan anak Ryu cuma kamu anggap sebagai keponakan saja. Maafkan aku ya?" ucap Juun membujuk Nami tanpa memegang bahu gadis itu. Dirinya teringat pesan sang Ummi, jika tidak boleh bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Sehingga dirinya menahan diri dari memeluk gadis itu, guna menenangkannya. Raut wajah Juun begitu merasa bersalah. "Maaf…."

Nami yang mendengarnya pun berdiri dan sontak memeluk Juun dengan erat. Gadis itu berusaha menyalurkan rasa campur aduk yang menggebu di dalam dada melalui pelukannya.

Sementara itu, tangan Juun saling mengepal erat di sisi tubuhnya. Pria itu tak membalas sama sekali pelukan yang diberikan Nami, hingga tiba-tiba saja terdengar suara seseorang yang memanggil namanya dan membuat pelukan Nami terlepas.

"Ian!"

Panggilan Abi Rahmat dengan suara tegas nan penuh amarah itu membuat keduanya berjengit kaget. Ditambah lagi, di samping Abi Rahmat, ada ibu, adik, paman-bibi, juga Namira yang berjajar dengan wajah terkejut. Nampak pula, raut wajah kecewa yang ditampilkan Ummi Fatimah, membuat Juun semakin merasa bersalah dibuatnya.

Juun paham, abinya murka melihat putra kebanggaannya berpelukan dengan lawan jenis yang bukan mahram.

Abi Rahmat mengerti, jika Juun tidak menyambut pelukan tersebut yang dimulai lebih dulu oleh si gadis. Namun, bagaimana pun, Abi Rahmat tak mempunyai kuasa untuk menegurnya. Gadis itu, meski saat ini bermalam di rumahnya, tetapi masih bukan siapa-siapa. Keduanya nampak gugup saat ditatap dengan begitu tajam oleh Abi Rahmat, membuat keduanya sontak menundukkan kepalanya.

"Kalian berdua, ikut, Abi?!"

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rini Rachmawati
waduh gawat tu abinya juun marah besar
goodnovel comment avatar
Elis Martini
padahal kawinin aja atuhlah Abi dari pada di tegasin gak bisa mah
goodnovel comment avatar
Chassie Sukma
mau dikasih wejangan tuh kayaknya juun dan Nami
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status