Home / Romansa / Kuasa Rahasia Suami Dadakanku / 2. PERNIKAHAN DADAKAN

Share

2. PERNIKAHAN DADAKAN

Author: Rosemala
last update Last Updated: 2025-05-27 15:25:04

“Papi…” Suara Gladys bergetar. “Apa yang Papi katakan?” 

Tatapan tak percayanya kini terarah pada sang ayah, sebelum kemudian beralih pada Tyo, pengawal berbadan tegap yang dua tahun belakangan bekerja untuk keluarganya. Wajah Tyo dingin, tetap dengan ekspresi datar seperti biasanya hingga sulit menyelami apa yang ada dalam hati si pengawal tersebut.

“Menikah? Dengan Tyo?” Suara Gladys bergetar, tubuhnya limbung namun tetap bertahan duduk di dekatnya.

Satrio berusaha mengangguk. Napasnya kini terdengar berat saat berucap, “Ya, menikahlah dengan Tyo. Dia … pemuda baik ….”

Gladys mematung.

Setelah Rafael menghancurkan seluruh hidup dan harga dirinya di depan ratusan tamu undangan, kini sang ayah malah memintanya menikah dengan … pengawalnya sendiri?

“Apa kamu sudah gila, Sat?!” Suara Jendra menggelegar. Wajahnya merah padam. Ia tampak tidak terima. Pikir pria itu, kakaknya sangat tidak masuk akal. “Menikahkan anakmu dengan pengawal?  Itu bukan hanya konyol, tapi aib! Alvin jelas lebih pantas!”

Meski mendapati penolakan yang kuat, Satrio menoleh ke arah pengawalnya.

“Tyo.”

Pria bertubuh tinggi menjulang yang sejak tadi berdiri di belakangnya maju dengan cepat.

“Siap, Pak.” Suara Tyo dalam dan tegas, meski ekspresinya tetap datar.

“Nikahi putriku, dan semua utangmu … lunas,” ucap Satrio. Napasnya mulai terdengar berat ketika menambahkan dalam sebuah bisikan, “Jangan biarkan mereka membawa Gladys.”

“Sat, kau sinting!” Jendra kembali membentak. “Tyo cuma kacungmu! Kalau kau meninggal, dia akan merampok warisan Gladys!”

“Dia tidak akan melakukan itu,” sahut Satrio. Meski pelan, suaranya terdengar tegas.

Rajendra tertawa. “Naif sekali kamu! Dia hanya pengawal miskin yang berutang banyak sama kamu. Dia akan menghabiskan hartamu untuk membayar utang keluarganya! Akan berbeda jika Gladys menikah dengan Alvin!”

“Cukup!” Tiba-tiba Gladys menjerit. Tangannya menutup telinga, mencoba menghentikan semua suara yang membuatnya hancur. “Aku bukan barang yang bisa dipindah-tangankan seenaknya! Aku bukan barang lelang! Aku manusia! Aku punya hak atas hidupku!”

Ia menangis pedih. Bibirnya gemetar. “Aku … aku tidak ingin menikah hari ini. Tidak dengan siapa pun. Tidak dengan Tyo… dan tidak dengan Alvin!”

Semua orang terdiam. Sebagian kasihan, dan sebagian lainnya … entah.

“Gladys. Nak,” panggil Satrio. Tangannya terulur ke arah sang putri.

“Ini gila, Pi.” Suara Gladys setengah berbisik, setengah menangis saat Satrio menyentuh bahunya. “Aku tahu sudah mengecewakan Papi. Bahkan hatiku sangat sakit. Rafael tidak datang memenuhi janjinya. Tapi, bukan berarti aku tetap harus menikah hari ini juga dengan sembarang pria, bukan?”

Satrio memejamkan matanya. Dadanya semakin sesak. Mulutnya terbuka lebar.

“Papi…” Gladys yang melihat sang ayah tidak baik-baik saja mulai panik. “Papi tidak apa-apa?” tanyanya seraya meraba dada Satrio yang naik turun berat.

“Kita ke rumah sakit,” ujarnya saat teringat penyakit jantung sang ayah.

Ia berdiri terburu-buru, mengangkat gaunnya. Tapi tangan tua ayahnya lebih dulu menggenggamnya—erat dan bergetar. Matanya yang lelah dan berkaca-kaca menatap Gladys, membuat dada gadis itu terasa seperti diremas dari dalam. Terlebih saat napas sang ayah semakin tersengal.

“Tolong, Adys… menikahlah hari ini juga, dengan Tyo. Ini demi kebaikanmu…”

Satrio menekan dadanya dengan kedua tangan, berharap dengan begitu paru-parunya lebih banyak menerima oksigen.

Gladys menggeleng. Kebingungan seolah menggulungnya. Ia marah, kesal. Bagaimana dalam kondisi seperti ini sang ayah masih memikirkan pernikahan? Tidakkah yang terpenting sekarang adalah kesehatannya–

Bruk!

Tiba-tiba Satrio ambruk. Tubuhnya nyaris menyentuh lantai apabila tidak ditangkap dengan sigap oleh Tyo. Mata ayah Gladys membelalak, dadanya naik turun tak terkendali.

Melihat itu, Gladys langsung menjatuhkan diri di sampingnya, memeluk ayahnya erat-erat.

“Papi! Papi, jangan! Tolong panggil dokter! Tolong…!”

Tapi bahkan saat tubuhnya kejang ketakutan, Satrio masih menatapnya dengan senyum lemah. “Gladys… janji pada Papi…”

Dan di titik itulah, Gladys merasa semuanya pecah.

Dengan tubuh gemetar, air mata yang tak henti jatuh, dan hati yang hancur, ia mengangguk pelan.

*

“Sah…”

Satu kata yang terdengar nyaring dalam keheningan. Gladys tak bereaksi. Hatinya kering, hampa, seperti tak ada darah yang mengalir dalam dirinya. Di sisinya, ayahnya berbaring dengan masker oksigen menutupi wajah. Matanya sudah terpejam, seolah berada di antara dunia dan akhir.

Petugas MUA masih mencoba merapikan rambut dan riasan wajah Gladys, tapi ia tak peduli. Bibirnya bergetar, bukan karena gugup, tapi karena menahan luka yang tak sanggup dijelaskan.

Sesungguhnya, Gladys menolak menikah bukan karena Tyo seorang pengawal, tapi karena ia bahkan tidak mengenal pemuda itu selain orang yang bekerja untuk keluarga mereka.

Gladys bahkan berkali-kali mencubit kulitnya sendiri untuk memastikan jika ia tidak sedang bermimpi. Semua yang terjadi ini begitu cepat hingga sulit rasanya mempercayainya.

Ia yang hari ini harusnya tengah berbahagia bersanding dengan Rafael, tetapi yang terjadi justru di luar dugaan. Semua kacau, semua hancur tak tersisa. Gladys menikahi sosok asing dan ayahnya yang keras kepala kini tampak tersiksa karena syok yang beliau alami.

Sementara Gladys tenggelam dalam pikirannya, Tyo berdiri di sampingnya. Tegap. Diam. Entah bagaimana, kehadiran pria itu seperti dinding tak kasatmata yang membatasi antara kenyataan dan kehancurannya.

Tatapan tajam Rajendra, bisik-bisik para tamu, semuanya tak berarti. Satu-satunya yang Gladys lihat adalah wajah Satrio, yang kini tersenyum samar.

“Selamat, Sayang… kamu sudah menikah. Papi … bisa tenang sekarang.”

Gladys menunduk, menciumi tangan ayahnya berkali-kali. Air matanya membasahi punggung tangan keriput itu.

Sang ayah tersenyum samar. “Berbahagialah, Sayang…”

Berbahagia?

Gladys memejam. Berbahagia? Bagaimana ia bisa bahagia di saat semuanya sudah hancur berantakan? Impiannya menikah dengan Rafael telah sirna. Dan Tyo? Ah, ia bahkan tidak tahu kehidupan seperti apa yang akan dijalani dengan pengawal itu.

Satrio menarik napas lagi. Panjang, berat, lalu menatap Tyo.

“Tyo… aku… titip Gladys, ya…”

Gladys menahan napas, sementara Tyo hanya menunduk perlahan.

“Jangan… tinggalkan dia, apa pun yang terjadi. Kamu mungkin akan kewalahan dengan sifatnya yang manja, tapi hatinya lembut. Kalau sudah percaya… dia akan berikan segalanya.”

Tyo mengangguk. Tegas. Tapi tetap tanpa kata.

Satrio tersenyum samar untuk terakhir kalinya. “Tolong… jaga Gladys…”

Tarikan napas terakhir itu datang. Dalam. Lambat. Lalu menghilang bersama mata Satrio yang perlahan tertutup dan teriakan Gladys memanggil sang ayah.

**

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
ida Sari
papi km ga akan membiarkan anak nya sengsara Gladys,,dia yakin hanya Tyo yg bisa di percaya .yg sabar ya Gladys.
goodnovel comment avatar
ida Sari
ya Allah,papi nya Gladys seperti sdh ada firasat klu umur nya udah ga lama lagi maka nya dia ingin Gladys nikah sama orang yg dia bisa percaya buat menjaga Gladys dan orang itu adalah Tyo pengawal nya sendiri.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kuasa Rahasia Suami Dadakanku   233

    Cahaya lembut menembus tirai kamar, jatuh di wajah Tyo yang masih tampak pucat. Seluruh tubuhnya terasa berat, seolah setiap uratnya menolak untuk digerakkan. Kelopak matanya terbuka perlahan, napasnya tersengal sebelum akhirnya teratur. Pandangannya buram sesaat, sebelum akhirnya fokus pada sosok perempuan paruh baya yang duduk di tepi ranjang.“Mama…” Suaranya serak, nyaris hanya berupa bisikan.Metha tersenyum haru, matanya berkaca-kaca. “Kamu sudah sadar, Nak…” katanya pelan, lalu menggenggam tangan Tyo erat-erat. “Syukurlah, kamu sudah sadar.”Namun, bukannya menanyakan keadaannya sendiri, Tyo justru buru-buru menatap sekeliling, mencari sesuatu—atau seseorang. Napasnya memburu lagi, dan dengan suara parau ia berkata, “Gladys mana, Ma?”Metha menatapnya kaget. “Ada, tapi kamu baru sadar. Istirahat dulu. Jangan dulu memikirkan yang lain.”Tyo menggeleng lemah. “Aku harus ketemu Gladys. Tolong panggil dia, Ma. Aku mau bicara.”Nada suaranya memohon. Ada gentar, ada cemas, tapi juga

  • Kuasa Rahasia Suami Dadakanku   232

    Metha menatap Santi dengan sorot mata yang menusuk. Napasnya berat, tapi tatapannya tajam seperti bilah pisau yang siap menebas siapa pun yang menentangnya.“Kenapa?” suaranya dingin dan rendah. “Kamu juga mau saya tampar, Santi?”Santi sontak memundurkan tubuhnya, wajahnya pucat pasi. Namun nada suaranya tetap meninggi, berusaha menutupi rasa takut yang jelas bergetar di ujung kata.“Saya tidak terima anak saya diperlakukan seperti ini, Bu Metha! Kenapa, Bu?!”Metha mengangkat dagunya sedikit, senyum sinis mengembang di wajahnya. “Kenapa?” Suaranya bergetar karena amarah yang ditahan. “Kamu masih bertanya kenapa setelah apa yang terjadi pada anak saya?”Santi menatapnya dengan pandangan tertantang. “Kalau Ibu mau tahu,” katanya cepat, “justru Susan korban di sini! Dia yang hampir… hampir dinodai oleh anak Ibu!”Seketika udara di ruangan seolah membeku. Metha terdiam sejenak, menatap Santi lama, seolah tak percaya kata-kata itu bisa keluar dari mulut seorang ibu. Kemudian tawa dingin

  • Kuasa Rahasia Suami Dadakanku   231

    “Bu Metha….”Suara dokter keluarga itu lembut tapi terdengar hati-hati, seolah setiap kata harus dipilih dengan cermat agar tidak memperburuk suasana.“Kami sudah melakukan pertolongan pertama. Untuk saat ini, keadaan Mas Aksa stabil, tapi beliau belum sadar.”Metha duduk di tepi ranjang, jari-jarinya menggenggam ujung selimut putih yang menutupi tubuh anaknya. Tyo terbaring lemah di sana, wajahnya pucat, rambutnya masih lembap, napasnya berat tapi teratur. Di sela kelopak matanya yang terpejam, masih tampak guratan tegang, seolah tubuh itu belum benar-benar tenang dari penderitaan yang baru saja terjadi.Selang oksigen menempel di hidungnya, dan di ujung pergelangan tangan, jarum infus tertanam, menyalurkan cairan bening yang menetes perlahan.“Dok, sebenarnya apa yang terjadi padanya?” Suara Metha serak, nyaris berbisik. “Dia seperti bukan dirinya sendiri.”Dokter berkacamata yang memeriksa menatapnya dengan raut serius. Ia menurunkan masker, menghela napas pendek sebelum menjawab.

  • Kuasa Rahasia Suami Dadakanku   230

    Tyo tersentak mundur, tubuhnya bergetar hebat. Cangkir teh terjatuh, pecah berantakan di lantai bersama piring kecilnya. Matanya melebar menatap sosok di depannya. Susan.Napasnya memburu. Otaknya berputar cepat mencari penjelasan yang tak kunjung ditemukan.“Apa ini ... Susan?” Suaranya parau, serak seolah ditarik paksa dari tenggorokan yang kering. “Kamu, apa yang kamu lakukan di sini?”Susan menatapnya dengan mata berkaca-kaca, tapi di balik tatapan itu terselip sesuatu yang aneh, kebanggaan yang menggigit. Senyumnya tipis, dan justru membuat darah Tyo berdesir ngeri. Namun detik berikutnya gadis itu menangis keras, menutupi wajahnya dengan kedua tangan.“Mas Tyo ....” isaknya tersendat di sela napas yang patah, “kenapa Mas ... kenapa Mas lakukan ini? Aku sudah bilang jangan! Nanti ketahuan Mbak Gladys!”Tyo terpaku. Napasnya tersengal. Ia belum mampu sepenuhnya memahami apa yang sedang terjadi di depan matanya. Ia menatap Susan, lalu beralih pada Gladys yang berdiri di ambang pint

  • Kuasa Rahasia Suami Dadakanku   229

    Malam sudah menua, sudah lewat tengahnya. Jalanan sepi, hanya cahaya lampu jalan yang menyorot samar di balik jendela mobil. Tyo bersandar di kursi belakang, bahunya tegang, wajahnya lelah. Dari arah depan, suara lembut sopir tua yang setia mengemudi menjadi satu-satunya tanda kehidupan di perjalanan pulang itu.Ia mengangkat ponselnya, menekan tombol panggil, lalu menunggu nada sambung.“Bintang?” suaranya rendah, agak serak karena kelelahan.“Ya, Kak? Masih di jalan?” sahut suara adiknya di seberang.Tyo menarik napas panjang. “Iya. Aku tidak menyangka akan selarut ini. Bagaimana kabar di sana? Papa tidak mencari Mama?”“Aku kurang tahu, Kak,” jawab Bintang lirih. “Karena aku pun baru pulang. Tiba-tiba Papa memberiku banyak pekerjaan. Dan sebenarnya Papa pun pulang malam sepertiku, jadi sepertinya tidak begitu memperhatikan. Entah kalau wanita itu mengadu.”Tyo memejamkan mata sebentar, mencoba menenangkan pikirannya. Bayangan rumah besar yang kini dingin karena kehadiran orang keti

  • Kuasa Rahasia Suami Dadakanku   228

    Metha berdiri di ambang ruang tengah, pandangannya nyaris tak percaya. Tawa kecil Susan yang nyaring memecah keheningan, diiringi denting sendok yang beradu dengan gelas. Ruang itu berantakan, piring, kue, dan sisa makanan berserakan di meja. Minuman keemasan menggenang dalam gelas-gelas kristal yang seharusnya hanya dipakai untuk tamu istimewa.Bukan kekacauan yang membuat Metha terpaku. Melainkan kenyataan bahwa dua perempuan itu benar-benar menikmati momen mereka, seolah rumah ini sudah menjadi milik mereka sepenuhnya.Metha tak berteriak. Ia tidak menghardik. Dengan tenang namun ada sesuatu yang dingin pada tenang itu ia bertepuk tangan pelan. Suaranya, entah kenapa, terasa lebih mengerikan daripada kemarahan.“Oh.” Suaranya datar, tapi setiap suku kata bergetar. “Ada pesta rupanya di sini? Begini kah yang kalian inginkan?”Tepuk tangan itu berhenti, gaungnya masih menempel di udara.Santi terlonjak, wajahnya langsung memucat. Ia terburu-buru berdiri dan memberi isyarat pada Susan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status