Omong Kosong! Jangankan merawat Rafa, bahkan selama bercerai, hanya waktu itu Yuda memberikan dia uang. Hanya sekali itu. Lalu, apa pertimbangan pengadilan hingga mengabulkan pengambilan hak asuh atas Rafa darinya?“Mbak?” Widya mengguncangkan tangan Arini yang melamun. Dia langsung mengambil surat yang Arini serahkan. Widya terhenyak setelah membaca isi di dalamnya. Dia menatap mata Arini yang berkabut. Amarah, sedih, tertekan, kebingungan berkumpul menjadi satu. Terlihat jelas dari wajah Arini yang mendung.“Mbak mau ke rumah Mas Yuda?” Widya memegang tangan Arini. Dia tidak habis pikir dengan tindakan mantan suami Arini. Bisa-bisanya dia melakukan tindakan ini saat Arini masih belum bisa sepenuh hati melepas Naya.“Aku harus ke rumah lelaki yang tidak ada otak itu, Wid! Apa alasannya ingin mengambil Rafa dariku? Apa dia pikir bisa mengurus anakku dengan lebih baik? Apa dia tidak tahu ibunya tidak pernah menganggap anakku sebagai cucu? Lalu, bagaimana dia akan membesarkan anak kami
BERTEMU YUDA "Keluar kau, Mas!" teriak Arini sekali lagi, sebelum laki-laki yang dicarinya itu keluar. Yuda menatapnya kaget dan tak menyangka dengan kehadiran Arini di depan matanya. "Bagus. Kukira selamanya si pengecut ini akan bersembunyi di balik rumahnya. Nyatanya kau masih punya nyali menemuiku, Mas!" Arini murka. Dia yang sudah dikuasai amarah lantas menghantamkan kertas yang sedari tadi disiapkannya ke tubuh Yuda dengan kasar. Laki-laki itu refleks meraih kertas tersebut. "Apa ini, Mas? Kau sedang merencanakan hal gila apa lagi, Mas? Jawab pertanyaanku!" tanya Arini dengan kasar. Matanya merah, menatap nyalang mantan suami yang berjeda jarak kurang dari satu meter di depannya. "Oh, kau sudah menerimanya, Arini? Bagus. Aku tak perlu repot-repot menjelaskannya padamu." Yuda mendekat, mengabaikan tatapan Arini yang seolah ingin menelannya hidup-hidup. "Kau bisa membacanya Arini, aku akan mengambil hak asuh atas Rafa. Kematian Naya membuatku sadar satu hal. Kau tak layak mer
KEBOHONGAN MULAI TERKUAK "Apakah kau sedang mengigau, Mas?" Arini memelankan nada suaranya. Dia berusaha mencerna kalimat Yuda yang dirasanya amat tak masuk akal. "Rin, apakah kau akan terus-menerus memposisikanku seolah-olah aku ayah yang amat tidak bertanggung jawab? Tanpa rasa malu kau menerima segala luluran tangan dariku. Tetapi apa yang terjadi sesudahnya? Kau mengingkari semuanya, mengatakan pada semua orang aku benar-benar tak pernah memberikan apapun untuk kalian. Siapa di sini yang munafik di antara kita berdua? Bahkan jika kau ingin tahu, Rin. Ibuku pun berperan serta dalam hal ini. Dia dan Diandra tak segan membantuku mengirimkan jatah bulananku untuk kalian. Bahkan mereka menyempatkan waktu* untuk mencari tempat tinggal yang layak untuk kalian.Mengapa kau menolaknya? Kau hanya ingin memperlihatkan pada semua orang berapa jahatnya aku pada kalian, bukan? Bahkan kau tega sekali membuat Naya pergi dengan cara yang amat menyedihkan. Kau gunakan yang pengobatan dariku un
MUSUH TAK BERKUTIK "Ayo, Buktikan!" teriak Arini sebelum Yuda menatap ibunya dan Diandra yang berdiri mematung kehilangan langkah. Kedua wanita itu sibuk menetralkan debaran jantung yang menggila, tinggal menunggu waktu kedoknya terbongkar. "Bu?" "Tidak, Yuda. Dia berbohong. Bukankah kau sudah tahu setiap bulan aku dan Diandra rutin memberikan uang untuk mereka? Apakah kau lebih percaya wanita ini yang jelas-jelas sudah sering kali mengecewakanmu, daripada ibumu yang telah membersamaimu selama ini?" Ratna membela dirinya. Tak mungkin mengakui kesalahan fatalnya itu di depan sang anak. Sama sekali dia tak mengira bahwa kebohongannya akan terkuak secepat ini. Bahkan sebelum pernikahan Yudha dan Diandra digelar. "Rin! Berhenti memfitnah kami. Kelakuanmu membuat kami muak. Kau benar-benar menunjukkan kualitasmu yang sebenarnya. Wanita tidak tahu diri yang sudah jelas-jelas menerima uang tetapi tidak mau mengakuinya. Kau benar-benar licik, Arini!" Diandra pun sama. Dia tak ingin ke
MEREKA MERAGUKAN ANAK ARINI Hening. Baik Yuda maupun dua wanita yang dibelanya tak lagi berkutik di hadapan Arini. Kemarahan wanita itu membuat kebohongan keduanya terbongkar. Diamnya Ratna dan Diandra membuat Yuda lunglai. Lututnya melemah seketika. Tak dia sangka uang yang selama ini dia yakin telah sampai pada darah dagingnya tak pernah terwujud. Dia sudah menjadi makhluk paling bodoh yang percaya dengan kebohongan manis ibunya dan Diandra. Tangan Yuda mengepal. Ditatapnya kedua wanita itu bergantian. Pantas saja Arini marah padanya. Pantas saja wanita itu berkeras hati tak pernah menerima segala bentuk bantuan laki-laki itu. Memang begitulah kenyataannya. Dan Naya. Yuda memukuli kepalanya. Setelahnya dia berteriak lantang hingga suaranya menggema di ruangan besar rumahnya. Ratna dan Diandra menghimpitkan tubuh mereka satu sama lain. Kedok mereka terbongkar. Kemarahan Yuda pada mereka tinggal menunggu waktu untuk meledak. "ARGHHH!!!" Yuda hendak meraih guci besar di ruanga
“Lagi pula, kapan aku sempat berbuat zina? Dulu, sepanjang pernikahan aku menjadi pembantu gratisan di rumah ini. Setiap detik ada saja yang Ibu teriakkan agar segera kukerjakan. Bahkan, Naya harus lahir prematur karena aku kelelahan. Jadi, kapan aku bisa keluar dan berselingkuh?” Arini menentang mata Ratna. Dia lelah dan ingin marah. Inilah saatnya meluapkan semua pada manusia-manusia tak berperasaan yang terus berkelindan dalam hidupnya.“Apakah Ibu tidak punya hati? Sedikit saja, Bu, sedikiiiiit saja. Sama seperti Ibu menyayangi Mas Yuda. Aku, wanita yang entah kenapa sangat Ibu benci ini, juga menyayangi kedua anakku dengan sepenuh hati.” Arini menarik napas panjang sambil menatap Ratna. “Aku tidak ada urusan dengan Ibu dan calon istri Mas Yuda. Aku hanya ingin menyelesaikan masalahku dengan Ayah dari anak-anakku.”Ratna bungkam. Dia kehabisan peluru. Arini mengulitinya hingga dia kehabisan kata. Mulai dari kebohongan tentang uang nafkah sampai dengan mengungkit semua perbuatan bu
ARINI KECELAKAAN Yuda membisu. Semua ucapan Arini tak dapat dia bantah. Lelaki itu menyugar rambutnya. Dia menengadah untuk menenangkan diri saat menyadari kebodohannya selama ini. Bukan sekali-dua kali ibunya menunjukkan sikap tak menyukai Arini dan anak mereka. Namun, dengan mudahnya Yuda tetap percaya pada Ratna.“Biarkan Rafa tetap bersama aku, Mas. Urusan kita selesai sampai disini. Mungkin aku tidak bisa memberi kehidupan yang berlebihan pada Rafa, tapi aku yakin bisa membesarkannya dengan baik. Biarkan kami hidup tenang. Setiap kali Mas datang, masalah seperti tak ada habisnya. Aku lelah.”Yuda menatap Arini lamat-lamat. Penampilan wanita di hadapannya sudah sangat berbeda jauh dengan Arini saat kuliah dulu. Namun, dari cara bicara, sikap, keberanian dan ketegasannya, Arini tak berubah sedikitpun. Itulah yang membuat perasaan Yuda tak pernah padam. Arini adalah wanita yang punya harga diri.“Boleh aku datang ke acara seratus hari Naya?” Suara Yuda bergetar. Lelaki itu mengepal
ARINI SADAR Kepala Arini nyeri saat dia mulai mendapatkan kesadarannya kembali. Telinganya sedikit berdenging dan membuatnya mengatupkan mata rapat-rapat. Ruangan serba putih yang menyapanya pertama kali membuat wanita itu segera mendudukkan tubuhnya. "Aduh!" ucapnya setelah merasakan ada yang salah dengan tubuhnya. Wanita itu mendapati lengannya yang sudah diperban. Dia mengingat-ingat kejadian terakhir yang membuatnya berada di tempatnya sekarang. "Anda sudah siuman?" Seorang wanita berparas ayu dengan kerudung lebar khas seorang perawat menyapanya. Dengan bantuan wanita itu pula Arini dapat menegakkan tubuhnya dengan sempurna. "Terima kasih," ucap Arini yang langsung dijawab dengan senyuman manis wanita bernama Sasi itu. "Sepertinya Anda sedang buru-buru dan melamun hingga tak sadar sebuah mobil melintas. Betul begitu?" Pertanyaan Sasi tak mendapat jawaban dari Arini. Dia pun masih mengumpulkan sisa-sisa ingatannya yang terakhir. "Astaghfirullah. Pasti anak saya mencari saya