Share

BAB 7 DIBUNTUTI MANTAN SUAMI

DIBUNTUTI MANTAN SUAMI

“Rafa tadi aku titip ke Mas Roni, Mbak. Tadi mau kuajak sekalian kesini tapi dia menangis kencang melihat adiknya kejang. Khawatir malah jadi bikin tambah ribet akhirnya kutinggal.” Widya menyerahkan kursi pada Arini. Dia membiarkan wanita itu melanjutkan menyuapi Naya.

“Tidak apa-apa, Wid. Terima kasih sudah membantu. Maaf merepotkan.” Arini mengelus kepala Naya yang menatapnya dengan mata sayu.

"Santai saja, Mbak. Kebetulan aku masuk shift malam minggu-minggu ini."

Mereka saling diam cukup lama setelahnya. Arini tersenyum lebar saat semangkuk bubur di tangannya habis dilahap Naya. Anak itu memang tidak pernah rewel dari dulu kalau masalah makanan. Apapun yang diberikan pasti dia habiskan.

Sepulang Widya dari puskesmas, Arini duduk termenung menunggu jam kunjungan dokter. Tadi dia sudah minta tolong pada Widya untuk sekalian mengantarkan Rafa kalau nanti malam dia berangkat kerja. Dia tidak enak hati kalau meninggalkan Rafa terlalu lama di tempat tetangga. Khawatir merepotkan. Bocah lelaki itu sedang aktif-aktifnya.

"Orangtua Naya?"

"Ah, iya, Dok." Arini tersadar dari lamunan saat dokter muda dengan hijab modern itu mendekat ke ranjang Naya.

"Kondisi Naya masih lemah, jadi belum boleh pulang ya, Bu? Sebenarnya, kita memerlukan pengecekan laboratorium lanjutan untuk menganalisa sakit Naya. Tapi di puskesmas tidak tersedia. Pengecekan lengkap hanya ada di rumah sakit besar."

"Naya sakit apa, Dok?" Arini menggigit bibir. Dia meremas tangannya yang saling bertaut di atas paha.

"Hanya demam biasa. Tapi, dari keterangan Mbak yang tadi mengantar, katanya Naya sering sekali panas. Bahkan bisa dua bulan sekali. Kejangnya tadi itu karena kelewat panas. Sebelumnya tidak pernah kejang?"

Arini menggeleng. Naya memang sering panas, tapi baru kali ini sampai kejang hingga membuatnya sangat khawatir.

"Kalau dari pemeriksaan umum, hanya panas biasa. Demam. Saya curiga ada yang tidak terdeteksi, jadi harus dicek laboratorium secara keseluruhan. Kalau di puskesmas, pengecekan di sini terbatas."

Arini menarik napas panjang. Bagaimanalah dia akan membawa Naya ke rumah sakit besar, sementara dia sendiri sedang kehabisan pegangan uang. Dia bahkan tidak punya simpanan sama sekali karena gajinya selama ini hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

"Apa kondisi Naya bahaya, Dok?"

"Tadi sudah diberikan obat penurun panas, sambil dikompres saja terus."

"Baik, Dok. Nanti saya pikirkan lagi untuk pindah ke rumah sakit."

Dokter muda itu mengangguk maklum. Dia dapat mengerti banyak pasien yang tidak mempunyai uang untuk membayar biaya rumah sakit.

Arini ikut merebahkan badan di samping Naya. Ranjang itu cukup untuk mereka berdua. Dia memeluk erat Naya yang sesekali mengerang. Badan anaknya terasa panas saat kulit mereka bersentuhan.

Selama tiga hari Arini bolak-balik antara puskesmas-rumah-swalayan. Dia lelah fisik dan mental. Kondisi Naya yang naik turun membuat emosinya menjadi tidak stabil. Pikirannya terus tertuju pada Naya, tapi dia juga tidak bisa meninggalkan kewajibannya di tempat kerja.

Beruntung ada Widya yang menggantikannya kalau dia berangkat kerja. Entah bagaimana dia akan membalas kebaikan gadis itu. Selama mengontrak, sudah terlalu sering dia merepotkannya.

Di sini, sepasang mata mengawasi Arini yang sudah menghilang di dalam angkot. Yuda menatap lama ke arah puskesmas. Dia terus bertanya-tanya apa Naya dirawat disana?

Dua hari kemarin Yuda sengaja mampir ke swalayan tempat mantan istrinya itu bekerja. Sekedar membeli cemilan ringan dan minuman. Dia hanya ingin memastikan Arini baik-baik saja setelah keributan yang disebabkan oleh Diandra beberapa hari yang lalu.

Sore harinya dia ingin mengajak Arini berbicara. Namun, wanita itu sengaja menghindarinya. Dia akhirnya memutuskan mengikuti Arini hingga sampai di puskesmas ini. Ditunggu sampai malam, Arini tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan keluar hingga akhirnya Yuda memutuskan pulang.

Pagi ini, dia sengaja menunggu di sini untuk memastikan firasatnya benar. Dia curiga Naya yang dirawat disana mengingat kondisi tubuh anaknya yang memang lemah.

"Pasien anak atas nama Naya Permata apakah benar dirawat disini?"

"Sebentar ya, Pak." Gadis petugas administrasi melihat catatan pasien rawat inap. "Betul, Pak, tapi sekarang belum waktunya jam besuk."

"Tidak apa-apa, saya hanya memastikan saja." Aditya mengangguk sopan dan meninggalkan tempat itu. Dia terus bertanya-tanya sudah berapa lama Naya dirawat? Parahkah kondisinya? Kenapa Arini tidak membawanya ke rumah sakit?

"Mas Yuda?"

Yuda tersentak saat berpapasan dengan Arini di pintu puskesmas. Pun dengan Arini, wanita itu sama terkejutnya saat melihat kehadiran Yuda di sana. Dia kembali karena ID Card-nya ketinggalan. Dia benar-benar tidak menyangka justru bertemu dengan mantan suaminya.

"Naya sakit apa, Rin?"

Napas Arini menderu mengetahui Yuda membuntutinya. Kehadiran lelaki itu di sana bisa menyebabkan keributan kalau sampai diketahui oleh mantan mertuanya atau Diandra. Bukan apa-apa, Arini hanya malas saja mencari perkara dengan mereka. Dia lelah. Pikiran dan tenaganya sudah terkuras habis untuk bekerja dan merawat Rafa dan Naya.

"Pergilah, Mas."

"Aku hanya ingin tahu Naya sakit apa. Kalau memang parah, bisa kita bawa ke rumah sakit."

"Pergilah, aku tidak mau terjadi keributan lagi sampai calon istrimu tahu kau masih menemuiku."

"Aku mengunjungi anakku …."

"Baru sekarang Mas sadar punya anak?" Arini tertawa sinis. "Kemana saja selama dua tahun ini? Pingsan?!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status