Share

Permainan Dimulai

Author: May za
last update Last Updated: 2022-07-03 16:40:11

"Sudah puas istirahatnya?" Aku bertanya tanpa melihat wanita yang sedang berjalan menuju dapur.

"Bahkan aku tidak bisa memejamkan mata." Wanita yang paling ku benci itu duduk didepanku. Memperhatikanku yang sedang menyuapkan strawbery kedalam mulut, sambil memainkan gawaiku.

"Ana!"

"Hmmmm," aku masih terus fokus dengan gawaiku, tak sedikitpun ingin melirik Sarah.

"Kenapa kamu tidak mengatakan pada Mas Rian kalau kamu mengenalku?"

"Apa kamu ingin sendirian melahirkan bayimu yang entah siapa Ayahnya?" Kulirik sekilas wajahnya berubah pucat, namun sedetik kemudian Sarah berusaha menormalkan kembali ekspresinya.

"Maksudmu apa?"

"Ckkk," aku berdecak sebal "kamu bisa membodohi semua orang, tapi tidak denganku," tak ingin berlama-lama berhadapan dengan wanita beracun aku segera bangkit ingin melihat Mas Rian apakah sudah bangun atau belum, tidak etis rasanya jika Mas Rian tau sekarang.

"Sudah bangun Mas?" Begitu masuk kamar aku mendapati Mas Rian keluar dari kamar mandi sedang mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil.

"Sudah sayang," hening tak ada obrolan lagi, canggung itulah yang kurasa.

"Ana, apakah kamu benar-benar tidak bisa menerima Sarah?" Mas Rian kembali membuka suara memecah keheningan, ia duduk ditepi ranjang disebelahku.

"Tanyakan pada Ibumu, waktu dulu Ayahmu membawa Tante Dela kerumah bagaimana perasaannya?"

Ayah mertuaku juga dulu membawa madu kerumah, namun berbeda denganku yang ingin membalas secara elegan, Mama mertuaku justru langsung mengusir suami dan istri barunya.

Entah apa alasannya aku juga tidak begitu paham, aku hanya beberapa kali bertemu dengan Ayah mertuaku.

Tok tok tok!

Terdengar suara pintu kamar diketuk dari luar.

"Siapa?" Tadinya ingin langsung menyuruh masuk, tapi aku tak sudi jika perempuan liar itu yang datang dan menginjakan kaki dikamarku.

"Bibi non,"

"Masuk Bi!"

"Bu Fatma sudah kembali non," Bi Nani memberitahukan bahwa Mama mertuaku sudah pulang dari liburannya, setelahnya ia kembali menutup pintu setelah aku mengatakan akan menemuinya.

Aku memang melarang siapapun naik kelantai atas selain Mas Rian dan Bi Nani.

Semenjak bercerai dari suaminya Mama mertuaku lebih memilih tinggal bersamaku, kesepian alasannya, rumah yang dulu ia jual dan entah kemana uangnya.

"Sarah makan yang banyak biar bayinya sehat." Sayup-sayup kudengar suara Mama mertua,

aku lihat Sarah hanya tersenyum dan menganggukan kepala.

"Mama sudah pulang?" Mas Rian menyapa Mamanya sedangkan aku hanya mengekor dibelakang tak ada niatan sama sekali untuk menyapa.

Hilang sudah rasa hormatku setelah tau bahwa mertuaku yang meminta Mas Rian untuk menikah lagi.

"Mama kangen sama Sarah, apalagi sekarang Sarah tinggal bareng kita, Mama jadi ada teman buat ngobrol, tidak seperti Ana yang selalu sibuk dikamar, tidak pernah mau menemani Mama." Matanya sinis menatap kearahku.

Aku tidak peduli, semenjak aku mengaku mandul, perlakuan Ibunya Mas Rian semakin buruk terhadapku, sering mengataiku, biarkan saja suatu saat kebenaran juga akan terungkap.

"Rian lihatlah Mama punya oleh-oleh untuk menantu Mama yang cantik." Mertuaku mengeluarkan sebuah liontin dari dalam tasnya.

Ku amati liontin itu, sekilas tidak ada yang berbeda dari aslinya, namun aku paham itu kw, ketika dijual lagi tidak akan laku.

"Wah cantik banget, terimakasih Ma." Sarah seperti terpesona dengan perlakuan mertua.

"Hadiah untukmu karena sudah bersedia mengandung cucuku." Lagi-lagi ibu mertuaku melirik sinis kearahku.

"Tidak salah Mama menikahkan Rian denganmu, tidak butuh waktu lama kamu sudah hamil, wanita subur memang berbeda dengan wanita mandul." Entah apa yang ada diotak mertuaku, hidup numpang denganku tapi selalu menghinaku, baiklah sabar dulu.

"Mas kamu mau makan apa? kamu pasti laper kan, aku masakin ya?" Ku abaikan drama didepanku, pura-pura jadi istri yang baik untuk suamiku.

"Apa aja sayang."

"Duduklah Mas, setengah jam lagi siap." Kemudian aku berlalu kedapur meninggalkan mereka yang sedang menjalankan perannya masing-masing.

Setengah jam kemudian menu yang kumasak sudah siap, hanya masak untuk dua porsi jadi tidak butuh waktu lama, kupanggil Mas Rian untuk duduk diruang makan, tanpa disuruh Ibu dan Sarah juga ikut mengekor dibelakang Mas Rian.

Aku melayani suamiku dengan cekatan, mengambilkan nasi, kemudian menuang sop bakso dan ayam goreng, juga sedikit sambal tomat kesukaan Mas Rian,

tak lupa aku juga mengambil untuk diriku sendiri.

"Menantu tak tau diri sudah untung Rian tidak menceraikanmu, dibaiki malah nglunjak!" Ibu dari suamiku marah-marah ketika mendapati sop dimangkok sudah habis tak bersisa, padahal ditangannya sudah ada nasi.

Sedangkan Sarah masih memperhatikan, dia belum berani mengambil nasi.

"Jika mama tidak menyukaiku, mama boleh meminta Mas Rian untuk menceraikanku, aku tunggu surat gugatan cerainya beserta surat pengunduran diri." Aku berkata tanpa melihat muka bumer, kemudian menyuap nasi kedalam mulut, napsu makanku tak terganggu sama sekali.

"Sarah digudang ada kulkas nganggur, kamu bisa mengisi sesuai kebutuhanmu, minta Pak Min membantu membawa kedalam kamarmu, aku tidak mau dapurku berantakan karena ada perabot yang tak berguna." Muka Sarah memerah menahan marah, biarkan saja, aku nyonya dirumah ini, apapun harus sesuai dengan keinginanku.

"Maksudmu apa, disini sudah ada kulkas, Sarah bisa menggunakan itu!" Mama mertua juga tak terima dengan perlakuanku terhadap Sarah.

"Itu milikku."

Selesai makan aku meminta Bi Nani membereskan sisanya, kulihat piring Mas Rian masih tersisa setengahnya, mungkin ia tak berselera makan karena Ibunya tak ikut makan bersama.

πŸ’πŸ’πŸ’

"Mama mau kemana?" Tanyaku saat melihat Bu Fatma naik tangga.

"Kekamarlah, cape liat muka kamu!"

"Kamar Mama sekarang berada didekat kamar menantu kesayangan Mama dilantai bawah."

Aku yang sedari tadi rebahan sofa depan tivi kini merubah posisi menjadi duduk.

"Sejak kapan?"

"Sejak wanita tak tau diri itu datang."

mertuaku urungkan niatnya menaiki tangga, ia balik badan menuruni kembali tangga yang baru dinaiki dua tingkat.

"Menantu kurang ajar." Mama berlalu sambil memakiku.

πŸ’πŸ’πŸ’

Pagi ini masih seperti biasa, aku membuatkan sarapan nasi goreng sosis kesukaan Mas Rian.

Apapun yang aku masak akan selalu menjadi makanan kesukaannya, seperti biasa aku hanya memasak dua porsi, dan sejak kemarin Sarah hanya memesan makanan via online.

Saat mengantar Mas Rian berangkat kerja Sarah juga ikut mengantar, namun Mas Rian hanya mengulurkan tangan setelah itu ia berlalu masuk kedalam mobil.

Berbeda saat berpamitan denganku, ia mencium keningku begitu lama.

Aku begitu bahagia melihat mukanya yang menyiratkan kecemburuan, tak kupedulikan Sarah yang melihatku seperti musuh "jangan lupa bersihkan lantai bawah!" Aku berkata santai sambil berlenggang berlalu masuk kedalam rumah setelah mobil Mas Rian tak lagi terlihat.

"Sarah bukan pembantu, jangan seenaknya kamu memerintah!" Mama menghardiku sepertinya ia mendengar perintahku terhadap Sarah, menantu kesayangannya.

"Aku tidak memerintah, hanya mengajarkan caranya menjadi istri yang baik."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kubalas Madu dengan Manisnya RacunΒ Β Β Bab 19

    "Brengsek kamu!" Teriak seorang wanita, aku yang hendak bangkit mengurungkan niatnya. Kembali duduk dan melihat, ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya."Ma-maya?" Lelaki itu tergagap menyebut nama wanita yang baru saja datang dengan sejuta kemarahan yang siap ia luapkan."Kenapa? Kaget?" Wanita itu tersenyum sinis dengan seringai diwajahnya. "Kamu memang tidak pantas membersamaiku." Lanjutnya lagi."May maafkan aku, aku janji tidak akan mengulanginya lagi, aku dijebak may, percayalah perempuan licik ini yang menggodaku."Elak lelaki yang tidak aku tahu namanya."Mas!" Teriak Sarah tidak terima. "Bukannya kamu janji akan menikahiku setelah berhasil menguasai harta wanita tua itu." Sarah menunjukan jarinya kearah perempuan bernama Maya.Sepertinya pertunjukkan semakin menarik, dan sarah juga belum menyadari keberadaanku."Jaga ucapanmu perempuan murahan!" Kata Maya sambil melirik kearah perut Sarah. "Mungkin kamu bisa dengan mudah menipu pria bodoh ini, tapi tidak denganku.""Ma

  • Kubalas Madu dengan Manisnya RacunΒ Β Β Bab 18

    KESIALAN SARAHπŸ¦‹πŸ¦‹πŸ¦‹Saat beralih dari buku menu menghadap pintu masuk, aku melihat sosok yang sangat aku kenal sedang menggandeng pria dengan mesra."sarah!" Teriakku dalam hati, kalau teriak beneran bisa disangka orang gila, dan juga bisa menyebabkan target buronan kabur.Jiwa kepoku meronta-ronta ingin segera dituntaskan, tentang bagaimana sarah bisa kabur padahal aku sudah meminta Pak Roni untuk berjaga dengan siaga.Pasti ada yang tidak beres dengan kelakuannya."Liatin apa sih?" Bunda mengagetkanku. Tiba-tiba saja sudah ada didepanku mengikuti arah pandanganku."Owh sahabat laknat?" Tanya Bunda lagi sebelum aku menjawab pertanyaan sebelumnya. Sebenarnya ini bukan pertanyaan lebih tepatnya pernyataan."Tidak usah heran dia memang seperti itu abaikan saja." Bunda berkata lagi setelah tidak ada jawaban terdengar dari bibirku.Apa tadi Bunda bilang, dia memang seperti itu? Artinya Bunda tahu kelakuan sarah yang sebenarnya? Atau Bahkan tahu lebih banyak dari sekedar yang aku tahu..

  • Kubalas Madu dengan Manisnya RacunΒ Β Β Bab 17

    "Apa!"Aku dan Alea berteriak bersama, dan Pak Arfa yang katanya manager jangan ditanya, mengangkat kepala saja tidak berani.Bagaimana bisa aku yang notabene anak Bunda Lisa tidak tahu jika butik ini milik Bundaku.Kemana saja aku selama ini? Bahkan masuk butik ini saja baru pertama kali, aku memiliki butik langgananku sendiri yang memang milik Bunda juga. Tapi tentang butik ini aku sama sekali tidak mengetahuinya.Bahkan saat opening saja aku tidak diundang, benar-benar Bunda durhaka sama anak."Biasa aja kali beb," kata Bundaku santai. Apa katanya tadi, biasa? Bagaimana bisa aku bersikap biasa dengan keterkejutan ini, seberapa banyak aset yang Bunda miliki, apakah ini butik terakhir yang tidak aku ketahui setelah beberapa waktu lalu restoran tempat aku dipermalukan karena lupa bawa dompet saat makan bersama teman-teman ternyata juga milik Bundaku dan parahnya awalnya aku juga tidak mengetahui jika restoran itu milik Bunda.Yang aku tahu Ayah hanya seorang pengusaha tekstil tempat

  • Kubalas Madu dengan Manisnya RacunΒ Β Β Bab 16

    "Mba Aku mau gaun itu!" Kata seorang wanita dimeja kasir ketika melihat gaun yang akan aku beli belum dimasukan papperbag.Enak saja katanya, mau ini. Padahal aku dulu yang menginginkannya."Maaf Nona tapi baju ini milik Nona yang ada dibelakang anda," kata pelayan itu ramah, yang aku tau dari nametagnya bernama Rina, sambil menunjuk kearahku."Tapi aku menginginkannya." Kata perempuan yang aku belum tau wajahnya seperti apa, karena meskipun mbak pelayan sudah memberitahu itu milikku yang ada dibelakangnya, perempuan itu tetap tidak mau menengok kebelakang."Sekali lagi mohon maaf nona, tapi ini memang sudah dibeli, Nona bisa memilih model dan warna lain." Mbak pelayan masih bersikap ramah dan mencoba sabar menghadapi pembeli tak ada akhlak model perempuan begitu.Mau tidak mau akhirnya perempuan itu menghadap kearahku, kemudian tersenyum sinis."Dia tidak akan pernah bisa membayar, lihat saja penampilannya." Katanya sambil memandang remeh kearahku.Aku yang memakai kacamata hitam mem

  • Kubalas Madu dengan Manisnya RacunΒ Β Β Bab 15

    "Kalian mau kemana?" Begitu sampai diujung tangga paling bawah, Lagi-lagi Mama mengganggu momen romantisku."Mengantar Ana kedepan." Jawab Mas Rian singkat.Kami berjalan beriringan menuju pintu."Mengantar!" Tanya Mama namun dengan suara yang sedikit keras, lebih seperti bentakan, ah entahlah, bertanya tapi dengan sebuah penekanan.Kami menghentikan langkah yang memang belum benar-benar keluar pintu."Iya ma, Ana akan pergi," Mas Rian menjawab.Biarkan saja Mama menjadi urusan Mas Rian aku malas meladeninya."Sendiri? Benar-benar istri urakan, malam-malam keluyuran sendiri padahal ada suami, dan suami hanya mengantar sampai depan, kasihan sekali kamu Rian dapat istri tidak punya moral." Panjang lebar Mama memberi ceramah, lebih tepatnya cacian."Sudah selesai ma? Tanyaku, "bukankah itu baik jika Ana pergi sendiri, artinya Mas Rian ada dirumah tanpa aku, dan Mama bisa melaksanakan aksinya untuk mendekatkan Mas Rian dengan Sarah?" Aku berkata dengan pelan."Bagus lah jika kamu sadar di

  • Kubalas Madu dengan Manisnya RacunΒ Β Β Bab 14

    RASA YANG SAMAπŸ’πŸ’πŸ’"Ma, itu punya Ana!" Teriak Mas Rian, Baru kali ini aku melihat Mas Rian berani berkata dengan menaikan nada beberapa oktaf, biasanya dirinya akan berbicara dengan lembut."Ka-kamu berani membentak Mama?" Mama juga sepertinya shok mendengar perkataan Mas Rian.Sebenarnya ini belum bisa dibilang membentak.Hanya karena Mas Rian selalu berbicara lembut setiap harinya, sekalinya berkata sedikit keras sudah terasa seperti membentak."Maaf Ma, bukan maksud Rian membentak Mama," Raut bersalah jelas terlihat diwajah Mas Rian."Memang wanita mandul itu bukan wanita baik-baik, membawa pengaruh buruk sama kamu!" Mama menatap kearahku.Selalu seperti itu, apapun yang terjadi aku selalu menjadi kambing hitamnya.Tidak pernah sekalipun wanita itu menghargaiku, aku memang tidak pernah peduli akan hal itu, dulu aku hanya ingin berbakti, tapi sekarang? entahlah, apakah aku masih kuat bersandiwara atau tidak.Terlalu sakit jika terus mendapat hinaan seperti ini, ingin rasanya mem

  • Kubalas Madu dengan Manisnya RacunΒ Β Β Bab 13

    POV DIANAπŸ’πŸ’πŸ’SUAMI IDAMANπŸ’πŸ’πŸ’"Bibi!" Teriakku, betapa terkejutnya aku begitu keluar kamar melihat Bi Nani sedang berguling ditangga.Aku berlari kearah Bi Nani, beruntung Bi Nani masih berada ditangga bagian bawah sehingga lukanya tidak terlalu serius."Bi, apa yang sakit?" Tanyaku, aku memeriksa seluruh tubuh Bi Nani."Bibi tidak apa-apa non, hanya kakinya yang terkilir," aku sedikit lega mendengar penuturan Bi Nani.Jika terjadi apa-apa dengannya, aku tidak bisa memaafkan Mama mertuaku."Kita ke Dokter Bi!" Aku tidak bisa diam saja melihat keadaan Bi Nani yang untuk berdiri saja merasa kesakitan."Tidak perlu Non, nanti diurut juga baikan."Bi Nani memang tidak pernah mau merepotkan siapapun, termasuk aku."Tidak! pokoknya Bibi harus ke Dokter! Ini perintah, tidak menerima penolakan!" Tegasku.Aku memapah Bibi menuju mobil, sebelum benar-benar keluar aku memandang Mama dengan tajam "Jika terjadi apa-apa dengan Bi Nani, Mama harus tanggung jawab."Mama tidak bergeming, masih m

  • Kubalas Madu dengan Manisnya RacunΒ Β Β Bab 12

    POV AUTHORπŸ’πŸ’πŸ’BUAH SIMALAKAMAπŸ’πŸ’πŸ’"Sarah mau kemana?" Ana sedang duduk diruang televisi, mendapati Sarah sudah berpakaian rapih."Bukan urusanmu!" Ketus Sarah."Aku tanya mau kemana?" Tanya Ana lagi dengan santai kaki disilangkan duduk dengan anggun bak seorang nyonya besar."Sudah aku bilang bukan urusanmu!"Sarah tidak terima ketika Ana ikut campur urusan pribadinya.Sarah berlalu meninggalkan Ana yang masih duduk santai disofa empuknya.Namun bukan Ana namanya jika membiarkan mangsa lari begitu saja."Pak jangan biarkan siapapun keluar dari rumah ini tanpa ijinku!" Ana menelpon security yang bertugas menjaga rumah Ana.Dengan patuh Pak Dirman yang mendapat sift jaga siang segera mengunci pintu gerbang."Pak Dirman buka gerbangnya saya mau keluar!" Teriak Sarah.Pak Dirman menulikan telinga, seolah-olah tidak mendengar apapun.Semua pekerja berada dipihak Bos mereka, sekalipun kepada Fatma yang notabene mertua dari Nona mereka, nyatanya tetap mereka tidak ingin patuh."Pak tu

  • Kubalas Madu dengan Manisnya RacunΒ Β Β Bab 11

    TENTANG DENDAMπŸ’πŸ’πŸ’"Bukannya kamu yang mandul, jangan memutar balikan fakta!" hebat secepat itu bisa menguasai keadaan."Faktanya akan kamu lihat, jika kamu sudah lelah dengan rencanamu yang tidak akan ada hasilnya."Aku berdiri dari dudukku, berjalan menuju pintu keluar."Ingat, jangan katakan kepada siapapun tentang keadaan Mas Rian jika masih ingin diberi nafkah."Aku berkaa lagi sebelum benar- benar keluar pintu."Apa yang kamu lakukan dikamar sarah?" Saat baru menutup pintu kamar yang ditempati Sarah, Mama keluar dari Singgasana ternyamannya."Sejak kapan kamar itu menjadi kamar sarah? aku hanya meminjamkannya, tidak memberikan, jadi kapanpun aku mau aku bisa mengambilnya kembali."Salahkah aku jika berani melawan kata-kata mertua."Ana, Mama butuh uang!" Katanya dengan nada sombongnya, memangnya aku peduli dengan apa yang Mama butuhkan.Dulu aku pasti akan menjawab 'berapa?' sekarang, masa bodo."Terus? Apa peduliku?" Kataku dengan santai sambil berlalu menuju lemari pendingi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status