"Kalian mau kemana?" Begitu sampai diujung tangga paling bawah, Lagi-lagi Mama mengganggu momen romantisku."Mengantar Ana kedepan." Jawab Mas Rian singkat.Kami berjalan beriringan menuju pintu."Mengantar!" Tanya Mama namun dengan suara yang sedikit keras, lebih seperti bentakan, ah entahlah, bertanya tapi dengan sebuah penekanan.Kami menghentikan langkah yang memang belum benar-benar keluar pintu."Iya ma, Ana akan pergi," Mas Rian menjawab.Biarkan saja Mama menjadi urusan Mas Rian aku malas meladeninya."Sendiri? Benar-benar istri urakan, malam-malam keluyuran sendiri padahal ada suami, dan suami hanya mengantar sampai depan, kasihan sekali kamu Rian dapat istri tidak punya moral." Panjang lebar Mama memberi ceramah, lebih tepatnya cacian."Sudah selesai ma? Tanyaku, "bukankah itu baik jika Ana pergi sendiri, artinya Mas Rian ada dirumah tanpa aku, dan Mama bisa melaksanakan aksinya untuk mendekatkan Mas Rian dengan Sarah?" Aku berkata dengan pelan."Bagus lah jika kamu sadar di
"Mba Aku mau gaun itu!" Kata seorang wanita dimeja kasir ketika melihat gaun yang akan aku beli belum dimasukan papperbag.Enak saja katanya, mau ini. Padahal aku dulu yang menginginkannya."Maaf Nona tapi baju ini milik Nona yang ada dibelakang anda," kata pelayan itu ramah, yang aku tau dari nametagnya bernama Rina, sambil menunjuk kearahku."Tapi aku menginginkannya." Kata perempuan yang aku belum tau wajahnya seperti apa, karena meskipun mbak pelayan sudah memberitahu itu milikku yang ada dibelakangnya, perempuan itu tetap tidak mau menengok kebelakang."Sekali lagi mohon maaf nona, tapi ini memang sudah dibeli, Nona bisa memilih model dan warna lain." Mbak pelayan masih bersikap ramah dan mencoba sabar menghadapi pembeli tak ada akhlak model perempuan begitu.Mau tidak mau akhirnya perempuan itu menghadap kearahku, kemudian tersenyum sinis."Dia tidak akan pernah bisa membayar, lihat saja penampilannya." Katanya sambil memandang remeh kearahku.Aku yang memakai kacamata hitam mem
"Apa!"Aku dan Alea berteriak bersama, dan Pak Arfa yang katanya manager jangan ditanya, mengangkat kepala saja tidak berani.Bagaimana bisa aku yang notabene anak Bunda Lisa tidak tahu jika butik ini milik Bundaku.Kemana saja aku selama ini? Bahkan masuk butik ini saja baru pertama kali, aku memiliki butik langgananku sendiri yang memang milik Bunda juga. Tapi tentang butik ini aku sama sekali tidak mengetahuinya.Bahkan saat opening saja aku tidak diundang, benar-benar Bunda durhaka sama anak."Biasa aja kali beb," kata Bundaku santai. Apa katanya tadi, biasa? Bagaimana bisa aku bersikap biasa dengan keterkejutan ini, seberapa banyak aset yang Bunda miliki, apakah ini butik terakhir yang tidak aku ketahui setelah beberapa waktu lalu restoran tempat aku dipermalukan karena lupa bawa dompet saat makan bersama teman-teman ternyata juga milik Bundaku dan parahnya awalnya aku juga tidak mengetahui jika restoran itu milik Bunda.Yang aku tahu Ayah hanya seorang pengusaha tekstil tempat
KESIALAN SARAH🦋🦋🦋Saat beralih dari buku menu menghadap pintu masuk, aku melihat sosok yang sangat aku kenal sedang menggandeng pria dengan mesra."sarah!" Teriakku dalam hati, kalau teriak beneran bisa disangka orang gila, dan juga bisa menyebabkan target buronan kabur.Jiwa kepoku meronta-ronta ingin segera dituntaskan, tentang bagaimana sarah bisa kabur padahal aku sudah meminta Pak Roni untuk berjaga dengan siaga.Pasti ada yang tidak beres dengan kelakuannya."Liatin apa sih?" Bunda mengagetkanku. Tiba-tiba saja sudah ada didepanku mengikuti arah pandanganku."Owh sahabat laknat?" Tanya Bunda lagi sebelum aku menjawab pertanyaan sebelumnya. Sebenarnya ini bukan pertanyaan lebih tepatnya pernyataan."Tidak usah heran dia memang seperti itu abaikan saja." Bunda berkata lagi setelah tidak ada jawaban terdengar dari bibirku.Apa tadi Bunda bilang, dia memang seperti itu? Artinya Bunda tahu kelakuan sarah yang sebenarnya? Atau Bahkan tahu lebih banyak dari sekedar yang aku tahu..
"Brengsek kamu!" Teriak seorang wanita, aku yang hendak bangkit mengurungkan niatnya. Kembali duduk dan melihat, ingin tahu apa yang akan terjadi selanjutnya."Ma-maya?" Lelaki itu tergagap menyebut nama wanita yang baru saja datang dengan sejuta kemarahan yang siap ia luapkan."Kenapa? Kaget?" Wanita itu tersenyum sinis dengan seringai diwajahnya. "Kamu memang tidak pantas membersamaiku." Lanjutnya lagi."May maafkan aku, aku janji tidak akan mengulanginya lagi, aku dijebak may, percayalah perempuan licik ini yang menggodaku."Elak lelaki yang tidak aku tahu namanya."Mas!" Teriak Sarah tidak terima. "Bukannya kamu janji akan menikahiku setelah berhasil menguasai harta wanita tua itu." Sarah menunjukan jarinya kearah perempuan bernama Maya.Sepertinya pertunjukkan semakin menarik, dan sarah juga belum menyadari keberadaanku."Jaga ucapanmu perempuan murahan!" Kata Maya sambil melirik kearah perut Sarah. "Mungkin kamu bisa dengan mudah menipu pria bodoh ini, tapi tidak denganku.""Ma
Terbangun sendiri tanpa suami disisiku bukanlah hal yang asing bagiku, suamiku sering melakukan perjalanan bisnis mewakili ayahku yang sudah ingin pensiun dari perusahaannya.Perusahaan ayah kelak akan menjadi milikku semuanya, karena aku satu-satunya anak dari orang tuaku.Tidak ada yang berbeda dipagi ini, semua berjalan dengan semestinya, berulang kali aku mematut diri didepan cermin, pagi ini suamiku berjanji akan pulang, bahkan dia berkata membawa oleh-oleh untukku.Sebab itu aku harus tampil sempurna didepannya, aku tidak ingin suamiku kecewa dengan penampilanku.Terdengar suara mobil masuk halaman rumah, tanpa melihat aku tau itu mobil suamiku, gegas aku keluar kamar menuju ruang depan bersiap menyambut suami tercintaku.Dan benar saja saat pintu terbuka suamiku dengan gagahnya berdiri didepan pintu, aku yang bersiap menghambur kedalam pelukannya seketika menghentikan langkah meskipun Mas Rian sudah merentangkan tangan bersiap menyambut pelukanku."Sayang kamu tidak rindu, kena
"Sudah puas istirahatnya?" Aku bertanya tanpa melihat wanita yang sedang berjalan menuju dapur."Bahkan aku tidak bisa memejamkan mata." Wanita yang paling ku benci itu duduk didepanku. Memperhatikanku yang sedang menyuapkan strawbery kedalam mulut, sambil memainkan gawaiku."Ana!""Hmmmm," aku masih terus fokus dengan gawaiku, tak sedikitpun ingin melirik Sarah."Kenapa kamu tidak mengatakan pada Mas Rian kalau kamu mengenalku?""Apa kamu ingin sendirian melahirkan bayimu yang entah siapa Ayahnya?" Kulirik sekilas wajahnya berubah pucat, namun sedetik kemudian Sarah berusaha menormalkan kembali ekspresinya."Maksudmu apa?""Ckkk," aku berdecak sebal "kamu bisa membodohi semua orang, tapi tidak denganku," tak ingin berlama-lama berhadapan dengan wanita beracun aku segera bangkit ingin melihat Mas Rian apakah sudah bangun atau belum, tidak etis rasanya jika Mas Rian tau sekarang."Sudah bangun Mas?" Begitu masuk kamar aku mendapati Mas Rian keluar dari kamar mandi sedang mengeringkan r
SATU PER SATU🍒🍒🍒Sepekan sudah Sarah numpang tidur ditempatku, selama itu juga aku tidak pernah memberi kehidupan yang nyaman untuk dirinya.Bahkan aku tidak pernah membiarkan Mas Rian menemani malamnya."Pergilah Mas, jangan pernah kembali kekamar ini lagi!" Mas Rian mengurungkan niatnya membuka pintu, sementara aku menarik selimut menutupi tubuhku berbaring membelakangi Mas Rian yang kembali duduk ditepi ranjang."Sayang," aku tau Mas Rian sangat tersiksa sepekan terakhir ini.Aku tidak pernah membiarkan Mas Rian menyentuhku, namun juga tidak memberi kesempatan untuknya merajut seteguk madu bersama racunnya.Kejam! iya, memang itu rencanaku, mereka harus merasakan apa itu sakit.🍒🍒🍒"Dek," Mas Rian menghampiriku yang sedang berada ditaman belakang.Seperti ada hal penting yang ingin dia sampaikan, terlihat dari raut mukanya yang tidak bersahabat."Ada apa?" Aku duduk di kursi taman, Mas Rian mengikuti duduk disampingku terhalang meja."Ada apa?" Ku ulangi pertanyaan saat Mas