LOGIN
"Kamu yang ngotot cerai kok harus aku yang disalahkan? Kamu punya bukti apa kalo aku selingkuh?" Obrolan pasangan suami dan istri di depan dua keluarga kali ini sudah memanas.
Reyhan merasa sang istri--Gendis sudah menuduh tanpa bukti di depan keluarga besar. Mereka memang sedang bertengkar besar masalah keluarga. Biasalah, konon jika menikah muda pasti ada saja masalah yang datang. Ego pasangan suami dan istri itu terusik satu sama lain. Lima tahun menjalin rumah tangga ternyata tidak membuat Reyhan berterima kasih pada sang istri. Rayhan bukan siapa-siapa tanpa Gendis. Mereka juga sudah dikaruniai seorang putra yang tampan berusia empat tahun. Apa yang sebenarnya Reyhan cari selama ini. "Ndis, kamu jangan nuduh suami kamu yang bukan-bukan. Reyhan juga kerja, 'kan buat nafkahin keluarga. Menurut Ibu, dia laki-laki yang bertanggungjawab kok. Hanya kamu saja yang inginnya dimengerti terus." Bu Sulastri--Ibunya Gendis sangat membela menantu pembohong itu. "Kamu harusnya dengarkan kata ibumu, Ndis. Jangan asal nuduh. Ya, bener penghasilanku nggak sebesar penghasilan kamu. Tapi, nggak gini juga caranya menjatuhkan aku di depan keluargaku juga kamu," kata Reyhan tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Gendis hanya tersenyum lebar dan merasa lucu pada laki-laki yang telah memberikan pelajaran seumur hidup. Reyhan sangat lihai memutarbalikkan fakta yang sebenarnya terjadi. Gendis saat ini menjadi sosok tertuduh. Seolah kesalahan ada pada diri Gendis. "Namanya rumah tangga itu pasti adalah namanya suami kadang penghasilan di bawah istri. Tapi, kamu juga harus ngerti, Ndis, suami kamu banyak bantu kamu sampai kamu bisa buka cabang di mana-mana. Ego kamu itu diturunkan sedikit. Jangan apa-apa Reyhan harus ikut dan nurut sama kamu." Lagi dan lagi Bu Sulastri malah membela Reyhan. Reyhan tampak besar kepala karena mendapatkan pembelaan dari ibu mertua. Tidak sia-sia beberapa hari yang lalu menemui Bu Sulastri. Reyhan sengaja memberikan doktrin yang salah tentang Gendis. Bu Sulastri lebih percaya pada Reyhan. "Bukan masalah itu, Bu. Masalahnya Reyhan itu selingkuh. Nggak cuma satu atau dua kali. Berkali-kali. Bahkan, sejak pertama kali bertemu dengan Ibu," kata Gendis datar dan membuat Reyhan mengerjab beberapa kali. "Halah! Kamu jangan mengalihkan topik bahasan, Ndis. Kamu merasa gaji kamu lebih besar dari suami kamu. Sekarang kamu malah menuduhnya yang bukan-bukan." Bu Sulastri kembali membela Reyhan. "Nah, itu, Buk. Aku yang nggak suka sama Gendis. Ada saja topik baru yang dibahas. Topik permasalahan yang lalu saja belum kelar dan dia bahas topik lain. Aku nggak selingkuh. Tuduhan kamu itu jahat banget sama aku, Ndis," bela Reyhan sambil berusaha menetralkan mimik wajah karena terkejut. Gendis mendadak tersenyum lalu wajah itu kembali datar. Istri Reyhan itu mengeluarkan ponsel yang sudah terhubung dengan layar LCD proyektor yang ada di rumah ibunya Gendis. Gendis menampilkan salah satu pesan. Pesan mesra dan intim itu membuat mata Reyhan hampir saja lepas dari tempatnya. "Ini baru satu, Buk. Ibu masih mau bela Reyhan?" tanya Gendis dengan nada sinis. "Astagfirullahhaladzim!" Bu Sulastri hampir saja pingsan sesaat setelah membaca pesan yang menjijikkan itu. "Ini bukan editan, wanita itu yang justru mengirimkan pesan ini padaku." Gendis tampak santai seolah perselingkuhan laki-laki yang kini wajahnya seputih kertas itu tidak masalah. "Ini baru satu, masih banyak lagi bukti perselingkuhan Reyhan yang lain. Aku muak dan jijik. Aku ingin cerai!" kata Gendis pelan, tetapi sangat tegas. Suasana ruang tengah rumah Bu Sulastri mendadak hening. Reyhan jelas sangat syok saat tahu sang istri punya salinan pesan itu. Ia menghubungi wanita itu kurang lebih tiga tahun yang lalu. Setelahnya, mereka tidak ada hubungan lagi. Tidak sampai di situ saja, Gendis masih punya banyak bukti saat Reyhan cek ini di hotel atau menginap di beberapa apartemen banyak wanita. Sial! Pernikahan yang Gendis inginkan kali ini harus hancur. Ia tidak menyangka jika sang suami tega menghinatinya. "Ndis, ini....?" Suara Reyhan parau dan syarat rasa takut yang luar biasa. "Kenapa, Rey? Kaget kamu? Aku masih punya banyak bukti lainnya loh. Apa mau aku perlihatkan di sini? Supaya kamu nggak koar-koar jika aku cuma fitnah kamu selingkuh. Bahkan, sejak zaman pacaran dulu, kamu juga selingkuh. Ngaca kamu." Gendis mengatakan dengan nada dingin dan tegas. "Kamu cuci otak ibuku, hanya biar nggak kelihatan bersalah. Heh! Kamu itu pegawaiku yang aku gaji sebulan hampir tiga ratus juta. Lima belas persen dari setiap hasil omsetku tiap bulan. Trus? Kamu mau seenaknya ngomong ini dan itu gitu?!" bentak Gendis sambil menggebrak meja dan membuat semua orang kaget. "Ya, Allah, Ndis, kamu kok nggak pernah mau ngomong sama Ibu? Kamu simpan semua ini sendiri?" tanya Rusmi--ibu mertua Gendis. "Buat apa, Bu? Bukannya kalian sekongkol? Kalian hanya mau uangku saja bukan?" Gendis mulai menjatuhkan harga diri keluarga Reyhan. "Kalian itu hanya gembel yang beruntung bertemu denganku," lanjut Gendis dengan nada tinggi. Bu Rusmi dan keluarga tercengang melihat sikap Gendis saat ini. Biasanya, Gendis akan bersikap manja dan seperti anak kecil. Kali ini tidak, sikap sang menantu seperti singa lapar yang siap menerkam mangsa. Mereka lupa, Gendis itu sosok yang sangat tegas pada siapa pun. "Kita bisa bicara berdua, Ndis?" tanya Reyhan penuh harap. "Ngapain berdua, Rey? Bukannya kamu yang ngumpulin semua orang buat kumpul di sini? Takut, semua aib kamu bakar kebongkar? Lawak banget kamu. Kamu sengaja datang ke Ibuk, hanya demi jelekin aku. Tujuannya apa? Biar aku kelihatan paling bersalah gitu? Lha terus kok kenyataannya beda? Oh, ya, kadang otakmu emang ketinggalan," ejek Gendis di depan banyak orang. Bu Sulastri menangis tersedu. Ia tidak menyangka jika putrinya mengalami hal yang sama. Ayah Gendis dulu menghianatinya demi wanita lain. Bedanya, ayah Gendis hanya berselingkuh dengan satu wanita saja yang saat ini menjadi ibu sambung Gendis. "Ini udah masuk privasi rumah tangga kita? Apa harus diumbar?" Kali ini Reyhan berbicara dengan nada rendah dan lembut. "Privasi rumah tangga kita? Emang masih se-privasi itu? Kamu aja undang semua orang-orang. Buat apa? Buat jatuhin aku dan malah kamu yang nyungsep? Kamu itu lucu apa tolol sebenarnya, Rey?" tanya Gendis dengan nada merendahkan. "O-oke... ini salah aku karena ngadu ke Ibuk. Tapi...." Reyhan tampak memikirkan kalimat yang tepat, tetapi Gendis sudah menyela terlebih dahulu. "Pengaduan yang isinya menjatuhkan aku? Trus kamu biar seolah tampak bener? Lucu, bener-bener nggak ngotak. Kamu itu udah kaya anjing aja," hina Gendis tanpa basa-basi. "Maaf Mbak Gendis, ini ada paket atas nama Mas Reyhan. Nominalnya hampir seratus juta." Semua orang syok mendengar ucapan salah satu pegawai Gendis."Lha kamu kok emosi sama aku. Sama si Ayu, adik kamulah. Makanya jangan sibuk sendiri dengan selangakan perempuan di luar sana. Perhatikan adik kamu. Berita itu udah nyebar," kata Gendis sangat santai dan membuat Reyhan mengusap wajah dengan kasar. Reyhan tidak tahu jika Ayu dan Andika ada hubungan. Ia juga tidak tahu menahu jika sang adik ipar ternyata mandul. Reyhan kali menatap Gendis yang sibuk dengan laptop di depannya. Ia tidak tahu apa yang sedang dikerjakan oleh Gendis. "Kamu itu kalo mau jatuhin aku jangan juga menjatuhkan nama baik adikku dan suaminya, Ndis. Aku tahu salah. Tapi, tolonglah. Aku nggak mau masalah rumah tangga kita merembet ke mana-mana. Kamu harusnya tahu siapa Mas Andika itu. Keluarga dia rata-rata polisi. Kamu nggak takut kalo dituntut sama mereka?" Reyhan mencoba menjatuhkan mental sang istri."Lha apa aku harus takut? Makanya buka media sosial. Jangan hanya seputar circle kamu aja, Han. Berita Ayu dan Andika lagi rame di kalangan pengusaha muda." Gendis
"Kamu sejak tadi ngoceh nggak jelas. Langsung aja ke mana arah pembicaraannya. Aku banyak kerjaan, Han," kata Gendis dengan nada datar."Kok, kamu nggak dengerin ucapanku. Aku minta maaf atas kekhilafanku, Sayang. Perempuan itu menggoda dan menjebakku. Demi Allah, aku nggak ada niat selingkuh dari kamu." Reyhan mulai memainkan akting epik yang dikatakan oleh sang ibu."Oh, ya? Aku udah tahu kok. Kamu tenang saja," kata Gendis yang mendadak berubah sikap, menjadi lebih lunak.Hati Reyhan bersorak girang saat ini. Ia tahu jika sang istri sangat bucin padanya. Ternyata benar kata sang ibu, minta maaf adalah solusi terbaik. Gendis tampak biasa saja."Oh, ya, Sayang, makasih banyak kamu udah bayarin biaya rumah sakit Ayu." Reyhan semakin tidak jelas."Oh, si Ayu sakit? Emang sakit apa?" tanya Gendis dengan wajah polos."Nggak usah bercanda, Sayangnya aku. Aku tahu, kamu suka ngasih aku dan keluargaku kejutan. Tapi, kali ini aku makasih banget. Kamu selalu ada saat aku terpuruk," kata Reyha
Tagihan uang biaya perawatan Ayu jelas tidak main-main. Reyhan pusing dengan keadaan ini. Adam--sang adik ipar saat ini masih menjalani pemeriksaan di kantor polisi. Gendis ternyata tidak main-main saat ini, laporan itu benar-benar dibuat."Pak, mohon ditandatangani, semua biaya sudah dibayarkan." Seorang perawat membuyarkan lamunan Reyhan yang sejak tadi memilih duduk di luar kamar rawat inap sang adik. "Janin dan ibunya berhasil selamat," kata perawat itu sambil menyerahkan map yang berisi jumlah tagihan milik Ayu. "Mbak... ini siapa yang bayar?" tanya Reyhan sambil menatap ke arah perawat cantik itu."Wah... kalo itu saya tidak tahu. Ini dari pihak administrasi hanya meminta saya untuk menyerahkan bukti tanda sudah lunas saja sebelum Bu Gendis pulang sore ini," kata perawat itu ramah."Oh, gitu? Baik. Terima kasih, Mbak. Mbak, saya boleh minta nomor ponsel? Siapa tahu ada yang adik saya butuhkan." Reyhan masih saja tebar pesona saat ini."Boleh, Pak." Perawat itu menyerahkan tiga
Puluhan cabang restoran geprek milik Gendis saat ini memang sedang ramai-ramainya. Atas usulan Reyhan, Gendis akhirnya setuju buka cabang di luar kota. Bandung dan Bogor adalah salah kota yang dianggap cocok. Gendis mempercayakan semua pada sang suami. Jujur, kepercayaan itu justru membuat Reyhan bertindak sesuka hati. Pembangunan restoran itu memang sedang berjalan, tetapi suami Gendis justru semakin sibuk jajan di luar. Aplikasi kencan salah satu cara yang dipakai Reyhan untuk mendapatkan gadis-gadis itu."Kamu mau ngomong apa tadi?" tanya Gendis pada sang asisten--Novita. "Aku taruh tas dan barang-barang dulu," lanjut Gendis berjalan menuju ke arah meja besar yang letaknya di dekat ruang makan.Novita mengekori Gendis dengan perasaan takut luar biasa. Masalah rumah tangga Gendis sudah berada di ujung tanduk saat ini. Salah bicara bisa berakibat fatal. Novita tidak mau menambah masalah Gendis saat ini."Anu... Mbak Gendis, saya pernah lihat wallpaper Mas Reyhan ganti." Novita menat
Gendis melajukan mobil menuju ke rumah. Jangan tanya ke mana Reyhan. Gendis sudah mengusirnya karena rumah itu dibeli atas nama dirinya. Reyhan entah pulang kemana, ibu satu anak itu sudah tidak peduli lagi."Mbak Gendis yakin dengan apa yang dilakukan saat ini?" tanya sang asisten saat mobil berhenti di lampu merah jalan menuju rumah Gendis."Yakin. Lagi pula, semua bukti sudah aku kantongi. Mau apa lagi dia?" Gendis mengembuskan napas kasar. "Nov, aku harusnya peka. Dari awal dia udah selingkuh. Bodohnya aku malah memaafkan. Dia itu hanya karyawan aku," kata Gendis yang kali ini semakin kesal."Mbak... sebenarnya aku mau cerita dari lama...." Novita tampak menjeda kalimatnya, sengaja memilih kalimat yang tepat agar tidak menambah rumit masalah rumah tangga Gendis."Kamu ngomongnya di rumah aja. Tanggung, bentar lagi sampai rumah," potong Gendis dengan cepat.Novita hanya diam saat ini. Antara takut dan tidak ingin memperkeruh keadaan. Gendis sejak dulu terkenal tegas. Saat ini sudah
"Kamu yang ngotot cerai kok harus aku yang disalahkan? Kamu punya bukti apa kalo aku selingkuh?" Obrolan pasangan suami dan istri di depan dua keluarga kali ini sudah memanas. Reyhan merasa sang istri--Gendis sudah menuduh tanpa bukti di depan keluarga besar. Mereka memang sedang bertengkar besar masalah keluarga. Biasalah, konon jika menikah muda pasti ada saja masalah yang datang. Ego pasangan suami dan istri itu terusik satu sama lain. Lima tahun menjalin rumah tangga ternyata tidak membuat Reyhan berterima kasih pada sang istri. Rayhan bukan siapa-siapa tanpa Gendis. Mereka juga sudah dikaruniai seorang putra yang tampan berusia empat tahun. Apa yang sebenarnya Reyhan cari selama ini."Ndis, kamu jangan nuduh suami kamu yang bukan-bukan. Reyhan juga kerja, 'kan buat nafkahin keluarga. Menurut Ibu, dia laki-laki yang bertanggungjawab kok. Hanya kamu saja yang inginnya dimengerti terus." Bu Sulastri--Ibunya Gendis sangat membela menantu pembohong itu."Kamu harusnya dengarkan kata







