Share

Gendis 7

last update Last Updated: 2025-12-10 22:27:04

Dua perempuan diam di depan Reyhan. Mereka ada di teras rumah yang dipinjamkan Gendis. Ingat pinjam, yang mana kapan pun pemiliknya bisa meminta kembali. Bu Rusmi kali ini wajahnya seputih kertas. Entah, ulah apa yang dibuatnya.

"Buk! Jangan diam saja. Di mana sertifikat rumah ini." Reyhan mendesak sang ibu untuk jujur.

"Ma-maaf... Han, Ibu gadaikan ke bank," kata Bu Rusmi pada akhirnya jujur pada Reyhan.

"Argh! Kalian hanya jadi beban aku aja! Ibu juga, udah tahu jangan main-main sama Gendis. Ini malah digadaikan ke bank. Jadi? Mereka orang bank, Bu?!" Teriak Reyhan di depan wanita yang telah melahirkannya itu.

"Ng-nggak tahu, Han. Ibu tidak... membayar angsuran selama hampir empat bulan. Ibu tidak ada pekerjaan tetap. Ini makanya kamu minta naik gaji dari Gendis. Hanya lima belas persen dari keuntungan dia itu, hanya cukup dan habis sama kamu. Jadi, kamu pikirkan kami juga," kata Bu Rusmi sama sekali tidak merasa bersalah sedikit pun.

Reyhan mengembuskan napas kasar. Naik gaji, Gendis saja sekarang sangat misterius. Kunci as keluarga Reyhan sepertinya dipegang Gendis. Gendis memang bukan sosok yang akan meledak-ledak. Namun, saat ini Reyhan tidak bisa menebak isi hati dan pikiran Gendis.

"Kalian tahu, saat aku jemput Gendis dari seminar? Ada kejadian tidak mengenakkan. Secara tidak langsung Gendis itu bilang ke semua orang kalo Ayu ada hubungan dengan Andika." Reyhan menatap sang adik dengan tatapan tajam. "Apa itu benar, Yu?" tanyanya dengan nada interogasi.

Ayu kembali kesulitan menelan saliva. Ia takut dengan amukan Reyhan. Ayu tahu betul bagaimana Reyhan jika sudah marah. Ayu kali ini harus pintar-pintar memutar otak. Alasan harus masuk akal agar sang kakak tidak marah besar.

"Mereka itu suka membesar-besarkan masalah. Aku dan Mas Andika hanya kebetulan dulu satu almamater saat SMA. Mas Adam yang dekat sama Mas Andika. Mereka ada kerja sama. Ya, sekarang, mau nggak mau aku yang lanjutkan kerja sama itu. Sambil nunggu masalah Mas Adam kelar dulu," kata Ayu memberikan alasan dengan tenang.

"Tapi, masalahnya, kenapa bisa sekebetulan itu jika kalian nggak ada apa-apa?" Pertanyaan Reyhan membuat wajah Ayu pias seketika. "Aku dengar, Adam itu mandul? Apa benar?" tanya Reyhan sangat ingin memastikan.

Ayu diam seribu bahasa. Bagaimana menjelaskan pada sang kakak? Saat ini Reyhan jelas tidak bisa dibohongi. Jujur adalah jalan yang tidak mau ditempuh oleh Ayu.

Sementara itu, Gendis saat ini sedang berkumpul dengan teman-temannya. Salah satu temannya yang juga pengusaha--Amanda memberikan banyak saran. Namun, Gendis masih banyak berpikir. Bercerai dengan Reyhan memang ada dalam rencananya, tetapi bagaimana nasib anak mereka--Bagas.

"Ndis, masalah kamu sama Reyhan udah nyebar ke mana-mana, tuh. Apa enggak ada niat buat buang Reyhan?" tanya Amanda yang memang sangat dekat dengan Gendis.

"Ada, sih. Cuma aku mikirin gimana Bagas. Aku fatherless banget. Masa iya, anakku juga?" Gendis mengaduk minumannya dengan menggunakan sedotan.

"Fatherless itu karena nggak ada sosok ayah yang baik. Ayah kamu pergi juga karena wanita lain. Beda sama si Reyhan. Dia emang nggak pergi, tapi tidur dengan banyak wanita. Aku yakin, Ayu, adik ipar kamu itu andil juga dalam masalah ini." Amanda sangat menggebu-gebu saat mengatakan. "Desi, perempuan yang isi pesannya kamu tunjukkan pada keluarga besarmu kemarin, itu sahabat baim Ayu dan Andika. Mereka bersahabat dari SMP," kata Amanda memberikan informasi pada Gendis.

Gendis tidak kaget sama sekali. Wajahnya sangat datar, ia tahu siapa Desi itu. Wanita murah yang bisa disewa dengan harga dua ratus ribu itu sosok pemandu lagu di salah satu karoke. Konon, Desi jatuh cinta pada Reyhan dan Gendis sudah tahu.

"Kok kamu diam aja?" tanya Amanda merasa heran tidak mendapati ekspresi amarah dari sang sahabat.

"Aku tahu siapa Desi, Manda. Dia LC kelas bawah. Dia hanya dimanfaatkan Reyhan buat buang pipis aja. Wc umumlah, sebutan yang pas buat Desi. Aku udah grebek dia kok. Aku datangi dia saat bersama dengan pria lain. Aku videokan mereka dan, ya, aku dapat semua informasi dari dia. Aku ancam dia," kata Gendis sambil tersenyum samar.

"Ka-kamu datangi perempuan itu? Gila! Mental kamu udah di atas rata-rata, Ndis," puji Amanda gugup.

"Man... sekarang ini nggak bisa atau nggak ada yang bisa dipercaya sama sekali. Kamu pasti tahu, maksudku," kata Gendis sambil beranjak dari duduknya.

"Maksud kamu?" Amanda kali ini sangat bingung.

"Kamu akan tahu pada waktunya. Aku akan selalu membuang sampah pada tempatnya kok," kata Gendis dengan mantap lalu menuju ke kasir.

Amanda kali ini diam dan hanya bisa menatap kepergian Gendis yang sudah masuk ke dalam mobil. Sang sahabat tidak bisa ditebak isi pikiran dan hatinya. Amanda merasa ada yang aneh dengan Gendis. Sang sahabat yang ia kira akan menangis saat suaminya selingkuh, ternyata tidak demikian.

"Maaf, Mbak, bayar dulu makanan dan minumannya," kata pelayan saat Amanda hendak meninggalkan kafe tempatnya makan bersama Gendis.

"Loh? Bukannya udah dibayar sama Gendis?" tanya Amanda gelagapan saat ini.

"Mbak Gendis hanya membayar makanan yang dimakannya saja. Punya Anda belum dibayarkan." Pelayan itu mengatakan dengan santai dan sopan. "Mau cash atau pakai kartu?" tanyanya lagi dengan sopan.

"Barapa habisnya?" tanya Amanda dengan sewot dan tidak bersahabat.

"Semuanya dua ratus ribu rupiah," kata sang pelayan menunjukkan struk kertas yang baru saja tercetak.

Amanda membuka tas dan mengambil dompet. Uang di dalam dompet hanya tinggal sembilan puluh ribu. Ia pun mengeluarkan kartu dan menyerahkan pada petugas kasir itu. Sedikit lama dan kartu tersebut dikembalikan oleh sang kasir.

"Ada kartu lain?" tanya sang kasir dengan sopan.

"Memangnya kenapa dengan kartuku?" tanya Amanda merasa heran.

"Tidak bisa dipakai," kata sang kasir dengan sopan.

Amanda akhirnya mengeluarkan lima kartu kreditnya. Tidak satu pun bisa digunakan. Amanda pun melihat dalam mesin, tulisan kartu ditolak. Kali ini Amanda sangat bingung. Biasanya semua kartu itu bisa dipakai.

"Semua kartu saya ditolak? Padahal baru kemarin saya pakai buat belanja masih bisa. Ini masih ada isinya, Mbak." Amanda kali ini menahan amarah agar tidak mengundang banyak perhatian orang yang datang makan.

"Kami tidak tahu, Mbak. Kenyataannya seperti itu. Apa mau bayar cash saja?" tanya sang kasir dengan sopan.

Amanda kali ini kebingungan. Uang cash-nya jelas kurang. Uang yang ada di dalam tas pun terkumpul seratus dua puluh dua ribu rupiah saja. Amanda sangat malu saat ini. Baru kali ini mengalami kejadian seperti ini.

"Biar saya yang bayar, Mbak." Suara bariton itu membuat Amanda terkejut.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kubeli Harga Dirimu, Mas!   Gendis 23

    Di sebuah ruang tamu minimalis dengan dinding tembok bercat putih hampir pudar menghadap jalan raya, Rusmi duduk termenung di kursi rotan. Wajahnya yang biasanya tegas kini menunjukkan kecemasan yang mendalam. Beberapa hari lalu, pertemuannya dengan calon mantan menantunya, Gendis, meninggalkan jejak luka yang tak mudah disembunyikan. Semua tidak bisa lagi diselamatkan. 'Sial! Semua rencana harus gagal!' Rusmi mengumpat dalam hati karena kesal dan tidak punya celah lagi untuk memanfaatkan sang menantu. Rusmi menyesap teh yang tersisa setengah cangkir. Ia masih memikirkan bagaimana caranya agar perceraian itu tidak terjadi. Gendis adalah ATM berjalan yang bisa diporoti kapan saja. Namun, kali ini tidak bisa lagi.Mendadak, suara ketukan keras membuat Rusmi terjengit kaget. Pemilik kos rupanya yang datang. Wajah perempuan yang mungkin sebaya dengan Rusmi itu tampak kesal. Ia datang dengan beberapa laki-laki."Kapan mau bayar?" Perempuan itu langsung bertanya pada intinya tanpa basa-ba

  • Kubeli Harga Dirimu, Mas!   Gendis 22

    Tiba-tiba Ayu dan Andika masuk, wajahnya tampak lesu. "Ibu, kita butuh bicara," ucapnya serius dan membuat Rusmi mengerutkan dahi.Baru kemarin Ayu harus dirawat di rumah sakit karena keguguran dan depresi berat hingga butuh seorang psikolog. Wajah Ayu saat ini tampak sudah segar. Ah, ya, Rusmi lupa jika adik Reyhan itu pandai berakting seperti dirinya. Ayu menatap sang ibu dengan tatapan tajam."Bu... aku butuh uang. Aku ingin meninggalkan kota ini." Ucapan Ayu membuat Rusmi mengerjab beberapa kali. "Adam sudah buka suara. Lagi pula, Mas Reyhan sudah tidak bisa diandalkan sama sekali," kata Ayu sambil tersenyum sinis. "Lalu?" Rusmi bertanya dengan wajah datar."Ya, usahakan uang untuk kami," ucap Ayu memerintah sang ibu."Kamu mau lari juga? Tidak bisa! Gendis pasti akan mengejar kita," kata Rusmi sengaja menakut-nakuuti sang anak."Itu masalah Ibu. Aku hanya ingin hidup tenang, Bu," kata Ayu sangat egois."Ibu tidak punya uang lagi. Asal kamu tahu, Gendis sudah menggugat Reyhan. Ti

  • Kubeli Harga Dirimu, Mas!   Gendis 21

    Masih di rumah Gendis, kali ini suasana masih tegang dan hari sudah menjelang malam. Lampu-lampu mulai menyala temaram, menciptakan bayangan-bayangan panjang di dinding. Di ruang tamu yang sempit, Gendis berdiri dengan wajah dingin dan tatapan tajam sementara Rusmi duduk di kursi rotan dengan tangan gemetar, matanya sembab, dan linglung. Gendis melangkah mendekat, suaranya dingin tapi penuh tekanan. "Bu Rusmi, saya sudah bilang berulang kali, saya tidak akan tinggal bersama Reyhan lagi. Aku kembalikan dia padamu," ucap Gendis sambil menegakkan dagunya, seolah menyiapkan medan perang.Rusmi menunduk, napasnya tersendat. Kelopak matanya yang keriput berusaha menghindari tatapan tajam itu, tetapi tak bisa mengelak. Ia tahu dan paham bagaimana Gendis. Singa yang sedang tidur kini sudah bangun."Gendis... Ibu hanya ingin sedikit perhatian dan… dan uang itu untuk masa depan kita semua. Dan aku juga..." suaranya melemah, seakan kalah sebelum bertanding.Gendis meringis, memelototi ibu mertu

  • Kubeli Harga Dirimu, Mas!   Gendis 20

    Bu Rusmi merasa geram mendengar ucapan sang anak. Bu Rusmi pun langsung mengeluarkan amplop berisi kertas yang harus ditanda tangani Reyhan. Kertas yang berasal dari Gendis. Wanita yang telah melahirkan Reyhan itu pun segera menyodorkan kertas itu pada Reyhan."Kamu nggak percaya, Han? Ini buktinya," kata Bu Rusmi dengan ketus."Apa ini, Bu?" Reyhan tidak paham."Baca sendiri," kata Bu Rusmi kesal. Reyhan membaca tulisan dalam kertas ukuran F4. Tulisan itu seperti janggal menurutnya. Ia pun menatap ke arah sang ibu. Tatapan penuh rasa curiga."Aku nggak mau tanda tangan. Ini karangan Ibu. Aku dan Gendis nggak akan cerai. Kalo kita emang mau cerai, maka dia nggak akan biayai operasi itu. Memang uang dari mana aku bisa operasi?" tanya Reyhan sengaja menjatuhkan sang ibu."Kertas itu bukti jika Ibu ketemu Gendis. Dia yang minta Ibu datang," kata Bu Rusmi tidak mau kalah."Sudahlah, Bu. Sebaiknya, Ibu pulang saja. Aku butuh waktu buat istirahat. Besok aku operasi," usir Reyhan pada sang

  • Kubeli Harga Dirimu, Mas!   Gendis 19

    Gendis sudah mendengar jika Reyhan masuk rumah sakit. Tidak ada keinginan untuk menjenguk laki-laki itu. Gendis justru semakin fokus bekerja sambil menunggu tanda tangan dari Reyhan. Entahlah, bagaimana keadaan laki-laki itu saat ini."Mbak Gendis, ada Mbak Amanda di depan," kata Novita membuat Gendis menghentikan jari-jemarinya saat sedang mengedit sebuah video yang telah dibuatnya beberapa hari yang lalu."Mau ngapain? Kalo nggak penting-penting banget, suruh dia pulang. Aku lagi banyak pekerjaan," kata Gendis yang memang sudah muak dengan Amanda."Tadi, Mbak Amanda bilang, mau bahas masalah tentang Mas Reyhan, Mbak. Jadi, mau diterima atau nggak?" tanya Novita ingin memastikan."Apalagi yang mau dibahas. Aku sama Reyhan udah bubaran. Bahasan apa? Harta gono-gini? 'Kan udah jelas syaratnya apa kalo mau dapat harta gono-gini itu. Kenapa mau dibahas lagi?" Gendis tampak kesal saat ini."Eum... kalo gitu, aku suruh pulang aja," kata Novita yang saat ini paham jika mood Gendis sedang na

  • Kubeli Harga Dirimu, Mas!   Gendis 18

    Gendis sudah mendengar jika Reyhan masuk rumah sakit. Tidak ada keinginan untuk menjenguk laki-laki itu. Gendis justru semakin fokus bekerja sambil menunggu tanda tangan dari Reyhan. Entahlah, bagaimana keadaan laki-laki itu saat ini."Mbak Gendis, ada Mbak Amanda di depan," kata Novita membuat Gendis menghentikan jari-jemarinya saat sedang mengedit sebuah video yang telah dibuatnya beberapa hari yang lalu."Mau ngapain? Kalo nggak penting-penting banget, suruh dia pulang. Aku lagi banyak pekerjaan," kata Gendis yang memang sudah muak dengan Amanda."Tadi, Mbak Amanda bilang, mau bahas masalah tentang Mas Reyhan, Mbak. Jadi, mau diterima atau nggak?" tanya Novita ingin memastikan."Apalagi yang mau dibahas. Aku sama Reyhan udah bubaran. Bahasan apa? Harta gono-gini? 'Kan udah jelas syaratnya apa kalo mau dapat harta gono-gini itu. Kenapa mau dibahas lagi?" Gendis tampak kesal saat ini."Eum... kalo gitu, aku suruh pulang aja," kata Novita yang saat ini paham jika mood Gendis sedang na

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status