Share

4. Koper yang berjejer di teras

Author: TrianaR
last update Huling Na-update: 2022-08-12 16:43:24

Part 4

Aku mengusap wajah dengan kasar. Melihat Arini pergi meninggalkanku sendiri di depan rumah Elvina.

Apa-apaan maksudnya itu?! Mengembalikanku pada Elvina? Dia pikir aku barang?! Tak habis pikir dengan pemikirannya yang sembrono. Bikin makin pusing aja hidupku ini. Masalah hutang piutang belum beres, dia malah menelantarkanku di sini.

Kuembuskan nafas panjang berkali-kali sambil berkacak pinggang. Istriku itu sudah tak terlihat dalam pandangan lagi.

Tak bisa dibiarkan dia menghinaku dan berlaku tak sopan seperti ini padaku. Awas saja kalau aku pulang ke rumah, biar kuberi pelajaran kamu, Arini!

Aku heran aja, kenapa tingkahnya sekarang berbeda, tidak seperti Arini yang kukenal awal dulu, seorang perempuan yang sangat lembut.

Arrghh! Kepalaku terasa berdenyut-denyut memikirkan segala masalah hari ini. Bagaimana aku mendapatkan uang itu? Padahal aku sangat yakin kalau Arini punya simpanan uang, jatah bulananku pasti lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya dan juga kebutuhan ibu.

Aku duduk di teras rumah minimalis ini. Entah kenapa Elvina tak kunjung keluar lagi, padahal ini pun menyangkut dirinya.

Tok ... Tok ... Tok ... Kuketuk pintu bercat biru elektrik itu.

"El ...?" Aku memanggilnya dengan lembut. Sebelum pulang, aku perlu bicara dulu dengannya. Siapa tau dia punya solusinya.

Tak lama pintu terbuka, terlihat sesosok wanita yang masih membuat hati ini selalu bergetar. Dia tersenyum, senyum yang manis, senyum yang selalu kurindukan tiap malam. Bolehlah dikata aku masih belum melupakannya. Hanya status saja yang kini berubah, tapi perasaanku masih tetap sama. Ada segenggam cinta untuknya.

"Masuk, Mas. Maaf lama, tadi nidurin Aqilla dulu."

Aku mengangguk.

"Duduk dulu ya, biar kubikin minuman."

"Iya, makasih, El."

Hanya beberapa menit saja dia keluar dengan segelas kopi susu kesukaanku. Ya, tentu saja dia masih hafal dengan semua kesukaan dan juga kebiasaanku. Lima tahun kami mengarungi bahtera rumah tangga bersama tapi akhirnya kandas. Padahal aku masih ingin terus bersamanya, tapi ibu sudah tak merestui kami lagi. Kami berpisah karena sebuah kesalahpahaman. Ya, menurutku begitu. Elvina dan ibu bertengkar hebat. Hingga dia memilih pergi meninggalkan kami.

Hari itu, saat pulang dari kantor, kulihat Elvina sudah mengemasi baju-bajunya dan juga Aqilla yang saat itu masih berusia tiga setengah tahun.

"El, kok kamu masuk-masukin baju ke dalam koper, kenapa? Ada apa?"

"Tanya saja sama ibumu itu!" jawabnya dengan nada ketus.

"Ada apa sih?"

"Aku mau pergi, Mas! Aku sudah gak kuat tinggal di sini lagi, apalagi merawat ibumu yang lumpuh itu! Aku gak kuat sudah lumpuh tapi masih banyak maunya!!"

Deg! Entah kenapa darahku seolah mendidih mendengar ucapan istriku saat itu. Di depanku sendiri dia menghina ibuku. Padahal ibu yang sudah menyelamatkan Aqilla dari maut. Dia berkorban demi anak kami.

"Pasti kamu yang sudah salah paham, El. Ibu kan sangat menyayangimu. Tidak mungkin ibu marah-marah kan? Ayo coba kamu minta maaf saja, El."

"Tidak mau dan tidak akan pernah mau aku minta maaf sama ibumu yang gak guna itu! Bisanya cuma nyusahin saja!"

Plaaakk ...! Tiba-tiba saja aku refleks menampar pipinya.

Seketika wajahnya memerah, dia menatapku tajam tapi kemudian berlalu begitu saja meninggalkanku. Elvina pergi meninggalkan rumah ini bersama dengan putri kesayangan kami. Bahkan tak ada kata pamit lagi.

"El, tunggu, El! Kita belum selesai bicara! Aku minta maaf, El! Aku gak bermaksud menyakitimu!" panggilku tapi dia tak menggubrisnya. Seketika rasa penyesalan menghampiriku, kenapa aku malah menamparnya? Tapi kata-katanya sudah keterlaluan menghina ibu.

Gegas aku mengejarnya, tapi Elvina cepat sekali pergi, mereka langsung naik taksi yang melintas hingga aku gagal mengejarnya.

Aku berjalan menuju kamar ibu. Kulihat wanita yang sudah melahirkan ku itu tengah tersedu.

"Bu, sebenarnya ada masalah apa sih Bu? Antara ibu dengan Elvina? Ibu minta apa padanya? Sampai Elvina marah-marah?"" tanyaku pada ibu.

Ibu justru menangis. "Ibu gak kuat dengan caci makinya, dia selalu menghina ibu, sikapnya pada ibu juga sangat kasar!"

"Tapi Bu, jadinya sekarang Elvina pergi, dia pergi bersama Aqilla."

"Dasar istrimu itu tidak tahu diri! Sudah bagus dia pergi! telinga ibu hampir pecah mendengar ocehannya!" pekik ibu dengan nada ketus.

Ah, kalau begini tak ada yang mau disalahkan, semua keukeuh dengan perasaannya masing-masing.

Aku hendak pergi, tapi ibu mencegahku.

"Kamu mau kemana, Tiar?"

"Cari istri dan anakku."

"Tidak usah dicari lagi! Kalau dia masih cinta sama kamu, dia pasti akan kembali. Biarkan saja dia pergi!"

"Tapi, Bu--"

"Ingat Bachtiar, ada bekas istri tapi tidak ada bekas ibu!"

Seketika kuurungkan niatku untuk mencari El dan Aqilla. Berbalik dan menatap wajah ibu yang sudah mulai keriput. Beliau terlihat sangat sedih.

Sejak kepergian Elvina, aku sudah mencarinya kemana-mana, tapi hasilnya nihil. Aku tak bisa menemukannya, kami benar-benar hilang kontak. Ya, Elvina memutuskan hubungan secara sepihak. Hingga dua bulan kemudian kuterima surat cerai dari pengadilan. Aku dan Elvina benar-benar resmi bercerai. Tak bisa kulukiskan perasaanku saat itu, hancur dan patah bercampur padu jadi satu. Apalagi aku tak bisa menemui buah hati kesayanganku. Elvina, kenapa kau tega?

"Mas?! Hei, Mas Tiar, kenapa ngelamun aja dari tadi?"

Aku terkesiap mendengar tepukan tangannya di pahaku. Seketika ingatan tentang masa lalu lenyap begitu saja. Aku menoleh melihat Elvina tengah duduk di sampingku. Dia tersenyum memandangku.

"Kenapa dari tadi melamun?" tanyanya lagi.

"El, sebenarnya aku---"

"Eits tunggu sebentar Mas, gimana dengan rumah barunya? Udah mulai bisa ditempati kan? Aku sudah gak sabar ingin pindah ke sana. Kapan kau akan mengantar kami pindah? Tuh, sebagian barang sudah kupacking. Terima kasih ya Mas, jadi aku gak perlu bayar kontrakan untuk sewa rumah ini lagi."

"El--"

"Mas, kamu tau gak. Saat Aqilla tahu kalau akan pindah ke rumah baru, dia senang banget. Ekspresinya sangat lucu."

Elvina menghela nafasnya dalam-dalam. "Gak kerasa ya, Mas, anak kita sudah besar. Andai saja kita masih bersama--" Entah kenapa ucapannya menggantung di udara.

Tetiba dia tertawa kecil. "Hahaha, itu gak mungkin. Kamu kan sudah punya keluarga baru. Tapi kalau lihat Aqilla jadi kasihan, orang tuanya harus tinggal terpisah. Aku jadi merasa bersalah padanya. Aku merasa jadi ibu yang egois. Kalau pagi hingga siang aku harus menitipkan Aqilla pada orang lain, sementara aku harus bekerja."

Rasanya percuma aku bilang pada Elvina, dia mungkin tak mau mengerti tentang keadaanku saat ini. Lebih baik aku pulang dulu, selesaikan masalahku dengan Arini. Dia tak mungkin marah berlarut-larut kan?

"Maaf El, aku harus pulang dulu."

"Lho, kok cepetan? Biasanya juga sampai malam di sini? Gak mau nungguin Aqilla bangun? Terus kita makan malam seperti biasa? Aku mau masak dulu nih!"

Aku hanya tersenyum. "Lain kali saja ya, El, aku masih ada urusan."

Aku sempat menangkap kekecewaan di wajah Elvina. Apakah benar dia masih mengharapkanku? Walau kami sering bersama tapi aku masih belum berani mengatakan kata rujuk padanya. Biarlah nanti saja.

Gegas aku kembali pulang, naik ojek yang melintas.

Keningku mengernyit, melihat dua koperku yang berjejer di teras. Sementara pintu tertutup sempurna. Aku membuka salah satunya melihat bajuku tertumpuk di sana.

Apa-apaan sih ini Arini? Kenapa bajuku ada di luar segala? Jangan-jangan dia mau mengusirku ya? Huh, dasar!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
Sardan Eghit
bagus novelx
goodnovel comment avatar
Bocah Ingusan
paling males baca cerita ada side A dan side B, padahal isinya sama
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
laki nggak punya pendirian arini hanya di jadikan pengssuh ibunya hati dan mulutnya dusta
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Kukembalikan Suamiku Pada Mantan Istrinya   85. Orang yang tepat

    "Love You. Satu kata saja sepertinya tak cukup mengungkapkan bahwa betapa besarnya cintaku padamu.”Aku tersenyum mendengarnya. Tanpa kata-kata manisnya itupun, sikapnya sungguh romantis, membuat aku merasa istimewa. Ya, bukankah aku adalah wanita yang beruntung karena telah menjadi ratu dalam hidupnya?Kami menghabiskan waktu menikmati jagung bakar di tengah pemandangan indah juga semilir angin yang berhembus, serta deru ombak yang menyemarakkan suasana. Saat waktu maghrib tiba, kami sgera pulang kembali ke hotel. Ada kewajiban yang harus ditunaikan sebagai umat manusia, yaitu beribadah pada Allah, sang maha pencipta.“Terima kasih untuk hari ini ya, Mas. Aku senang sekali.’’“Sama-sama, Sayang. Love you," sahut Mas Bian lagi seraya mengecup keningku penuh rasa sayang.*** Aku menggeliat malas sembari meregangkan tubuh sejenak, mengerjap pelan sampai pandanganku benar-benar jelas. Melihat jam weker di atas meja menunjukkan pukul setengah lima pagi. Kulirik ke samping, Mas Bian suda

  • Kukembalikan Suamiku Pada Mantan Istrinya   84. Saling menggenggam, saling menguatkan

    “Biar kubakar saja tiket ini, sungguh menyebalkan! Aku jadi mengingat kalau dia masih menyukaimu. Huh!” sungut Mas Bian kesal.“Jangan dong, Mas. Ini kan hadiah buat bulan madu kita. Sayang kalau dibakar, jadinya mubadzir.”“Kau tahu kan, Rin, aku masih punya uang untuk memesan tiket liburan, penginapan dan akomodasi yang lainnya.”“Aku tahu hal itu, Mas. Tapi itu namanya buang-buang uang. Apa kau tidak memikirkan nasib orang lain yang tidak seberuntung kita? Mereka butuh uang sementara kita menghambur-hamburkan uang. Ingatlah setiap harta kita ada bagian milik orang lain. Tidak baik kalau kita boros dan menghambur-hamburkan uang. Lebih baik kita manfaatkan ini saja untuk bersenang-senang. Dan uang kamu bisa untuk berbagi dengan yang membutuhkan. Gimana?"Mas Bian menghela nafas kesal lalu menatapku dalam. “Jadi kau ingin tetap pergi dengan tiket ini?"Aku mengangguk. “Iya, Mas, kita butuh me time bersama kan, setelah apa yang kita lalui ini.”“Apa kamu sudah siap punya Fabian junior

  • Kukembalikan Suamiku Pada Mantan Istrinya   83. Maaf, aku egois

    “Tunggu sebentar, Bian, Arini!” cegah dokter Ardhy.“Ada apa, Bro?” Kami menghentikan langkah saat melihat pria itu berjalan mendekat. Ia tersenyum sumringah pada kami.“Ini ada sedikit hadiah buat kalian.”“Hadiah?” “Haha, iya, maaf terlambat. Aku sengaja mempersiapkan ini saat Om Harish bilang kamu dan Arini akan hadir ke acara syukuran. Semoga saja kalian suka dan bermanfaat ya. Aku juga minta maaf ya saat pernikahan kalian aku gak bisa hadir,” ujarnya seraya menyerahkan sebuah amplop putih.“It’s oke, gue tau lu sibuk tugas. Btw isinya apaan nih?” tanya Mas Bian.“Bukanya nanti saja kalau sudah sampai di rumah. Pokoknya selamat buat kalian berdua semoga pernikahannya langgeng, sakinah, mawadah, warrohmah.”“Aamiin.”“Oke, aku kesana dulu ya. Kalian pulangnya hati-hati lho,” ucap pria yang berprofesi dokter itu lagi.Kami mengangguk dan berlalu ke mobil. Mas Bian memberi amplop itu p

  • Kukembalikan Suamiku Pada Mantan Istrinya   82. Bertemu

    “Hahaha, akhirnya aku mendengar kata-kata manis dari seorang Arini Faradina. Terima kasih, Sayang. Terima kasih istriku. Ya, aku percaya padamu kok. Tadi aku hanya ingin melihat ekspres wajahmu saja. Kira-kira serius atau—“Segera kucubit perutnya hingga ia berjingkut. “Tuh kan ngeselin deh, sukanya jahil! Eh kan ini, tempenya malah jadi gosong, gara-gara kamu sih, Mas!” cebikku kesal.Aku segera mengangkat tempe itu dari wajan penggorengan, padahal aku sudah mengecilkan apinya. Tawa Mas Bian makin lebar.“Jadi sekarang impas ya! Tadi kamu ngetawain aku karena masakanku asin, sekarang masakanmu gosong. Haha.”Aku memanyunkan bibir yang disambut tawa renyah lelaki itu. Ah dasar, Mas Bian ini memang ngeselin.“Ya udahlah ini makan sama sayur soup dan sambel aja gak pake tempe goreng.”“Gak apa-apa, Sayang. Apapun itu asalkan bersamamu pasti akan terasa lezat dan sempurna. Sini aku yang bawa,” kata Mas Bian. Dasar menyebalkan! Tapi kenapa selalu bikin kangen. Eh!Akhirnya setelah salat

  • Kukembalikan Suamiku Pada Mantan Istrinya   81. Special rasa cinta

    “Apa yang terjadi?” Pria itu menyerobot masuk dengan wajah panik. Apalagi saat melihat alat medis dilepas dari tubuh Elvina. “Mohon maaf, Pak. Pasien tidak bisa diselamatkan lagi. Ny. Elvina meninggal sepuluh menit yang lalu,” ujar perawat itu cukup membuat pria bernama Chandra shock berat. Ia menggeleng pelan, tubuhnya melemah. Berbeda dengan Mas Tiar yang masih berdiri mematung dengan mata yang penuh kaca-kaca. Tergambar jelas kalau mereka begitu kehilangannya. Kau beruntung sekali El, ada orang-orang yang begitu menyayangimu meski tahu sikapmu begitu. Semoga saja ini jalan yang terbaik untukmu, tenanglah di sisiNYA. Aku membatin masih sambil menatap jenazah El.“Sudah berbulan-bulan aku dekat dengan El, dan rencananya aku akan menikahinya setelah semua masalahnya beres, tapi ternyata takdir berkata lain, ia justru pergi,” gumam Chandra pelan.“Mungkin inilah takdir terbaik untuk Elvina, lebih baik kalian ikhlaskan saja kepergiannya agar dia tenang di sisi Allah,” pungkas Mas Bian

  • Kukembalikan Suamiku Pada Mantan Istrinya   80. Maaf

    “Hah? El kecelakaan?” tanyanya terkejut. Terlihat jelas dari sorot matanya seolah tak percaya mendengar kabar buruk ini.“Iya, sekarang kondisinya koma. Apa kau mau ikut dengan kami menjenguknya di rumah sakit? Barang kali kau mau tahu gimana keadaannya sekarang, ayo kita pergi sama-sama!” ajak suamiku lagi.“Baiklah, aku akan ikut, maaf merepotkan,” jawabnya. Akhirnya kami menaiki mobil bersama-sama, sepanjang perjalanan tanpa ada sepatah kata apapun dari Mas Tiar. Dia diam seribu bahasa mungkin segan.Sesekali Mas Bian menggenggam tanganku dan mengecupnya pelan. Aku mendelikkan mata tapi dia hanya tertawa. Aduhai memang susah juga punya suami yang humoris dan konyol. Ada saja hal yang dilakukannya membuat gemas, kesal dan ingin tertawa seketika. Aku sampai lupa, ada orang lain di mobil kami.Perjalanan cukup lama menuju ke Rumah Sakit tempat mereka dirawat. Akhirnya setelah menempuh jarak 1,5 jam sampai juga di rumah sakit itu. Mas Bian segera memarkirkan mobilnya di pelataran park

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status