Share

Bab 8

Untuk sesaat, Rena tidak mampu merespon perkataan Rendy. Otaknya benar-benar bekerja keras untuk memproses apa yang baru saja ia dengar.

“Aku anggap gak denger apa-apa barusan, aku duluan,” ucap Rena pada Rendy.

Gadis itu kesal. Rendy sungguh tidak bisa membaca situasi. Di tengah kekesalannya itu, bisa-bisanya Rendy bercanda.

“Aku serius Ren,” ucap Rendy memegang tangan Rena.

Rendy memegangnya untuk mencegah Rena pergi.

“Aku mau balik kerja.”

Rena pun melepaskan tangannya dari genggaman Nico.

“Reenn…”

Lagi-lagi Nico memengang tangan Rena.

“Apa siiihhh Ren? Aku bener-benar gak mood untuk bercanda,” ucap Rena kesal.

“Aku serius.”

Rendy menatap mata Rena lurus. Pria itu tidak sedang bercanda.

“Kita bicarain lagi pas pulang kerja nanti, aku beneran harus balik ke meja sekarang. Mesti cek ulang bahan-bahan buat rapat sore ini,” ucap Rena.

Mendengar itu, wajah Rendy berubah menjadi lembut. Lebih mirip seperti anak anjing lucu yang dituruti keinginannya oleh sang majikan.

“Gemas!” batin Rena.

“Hah? Gemas? Barusan aku mikir apa sih? Wah gila, otakku kayaknya ikut-ikutan gak waras,” maki Rena pada dirinya sendiri.

Rendy tetap setia menatap Rena selama gadis itu perang batin.

“Bareng aku kan berarti pulangnya?” tanya Rendy penuh harap.

“Hmmm… Iya… Aku balik dulu ke meja.”

Rena pun meninggalkan Rendy yang masih mematung.

“Yeeeessss! Pulang bareng!!!” teriak Rendy dalam hati. Jika sekarang pria itu di kamar, dia pasti sudah melompat-lompat sekarang.

“Aku gak ngelantur kan ya tadi?” batin Rena sepanjang perjalanan ke meja.

“Ren?? Muka kamu kenapa merah gitu? Demam?” tanya Mitha melihat wajah Rena yang sudah semerah tomat.

“Enggak kenapa-kenapa,” jawab Rena seadanya.

Gadis itu langsung fokus dengan laptopnya.

***

[ B 1111 RRE, yang itu ]

[ OK ]

Rena membuka kembali ponselnya untuk membaca pesan yang berisi plat mobil Rendy.

“RRE… RRE… RRE yang di mana sih?” gumam Rena.

Rena yang terbiasa mengingat tiga huruf belakang plat nomor kendaraan it uterus menggumamkannya sedari tadi.

“Aaaahhh itu dia,” ucap Rena saat melihat mobil sedan hitam dengan huruf belakang sama.

Rena kembali membuka pesan Rendy dan mencocokkan keseluruhan nomor platnya, semua persis.

‘Tok…tok…tok…’

Rena mengetuk kaca mobil Rendy pelan.

“Sorry lama, tadi tanggung soalnya,” ucap Rena setelah masuk mobil.

“Gak apa kok, nihhh…”

Rendy mengulurkan satu kantong belanja minimarket pada Rena.

“Ini apaan?” tanya Rena bingung.

“Snack, dimakan aja sambil jalan.”

“Enggak usah, gak akan lama juga.”

Rena menolak tawaran Rendy karena Rena hanya berpikir untuk menolaknya sebentar dengan sopan, kemudian keluar dari mobil ini dan pulang dengan tenang.

“Krrruuukkk…kkrrruuukkkk…”

Perut Rena yang tidak bisa diajak kompromi itu berbunyi sangat kencang dengan tidak tahu malu.

“Aarrrrrggghhhhh kenapa sih harus pake bunyi segala, mana kenceng lagi. Aaarrrggghhhh!!” teriak Rena dalam hati.

Rena menutupi wajahnya yang sudah semerah tomat itu dengan tangan. Gadis itu benar-benar tidak tahu harus berkata apa.

“Udaahhh gak usah malu, ini ambil aja,” ujar Rendy kembali menjulurkan satu kantong belanja berisi makanan ringan.

Rendy tersenyum geli melihat Rena yang masih tidak berani untuk menatapnya.

“Enggak usah Ren, beneran. Makasih udah nawarin, aku cuma sebentar aja,” jawab Rena gengsi.

Rena pun menghembuskan nafas panjang pelan untuk menata kembali suasana hatinya.

“Ren, maaf aku harus tolak tawaran kamu. Aku enggak bisa sama kamu. Jangan pernah bercanda sebut aku istri kamu dan tolak perjodohan yang ditawarin orang tua kita,” ucap Rena langsung pada inti percakapan.

“Kenapa Ren? Kamu juga belum punya pacar kan? Kalau misalnya kamu punya pacar, Silvi juga gak akan ganggu kamu lagi kan. Dia masih gangguin kamu karena anggap kamu penghalang dia buat balikan. Kalau kamu pacaran sama aku, mata dia seenggaknya bisa kebuka dikit kalau bukan kamu yang gatel,” jelas Rendy.

“Lebih bagus lagi kalau kita nikah aja sekalian,” batin Rendy.

“Thanks Ren, tapi gak lama lagi aku resign kok. Jadi aku cuma perlu tahan sampe saat itu aja. Terus nanti aku minta ke pak Bambang untuk cariin proyek yang butuh untuk pergi kerja ke kantor klien biar gak ketemu Silvi. Aku yakin bisa tahan sampe saat itu, buktinya aku masih bisa tahan sampe sekarang,” jawab Rena.

Meski terkejut, namun jika mengingat tindakan Silvi, wajar saja jika Rena akan mengundurkan diri dari perusahaan cepat atau lambat.

“Kenapa kamu harus ketemu orang gila kayak gitu sih Ren…” batin Rendy.

Mereka berdua kini bertatapan dengan isi kepala yang berbeda. Meski penerangan yang mereka miliki hanya lampu tempat parkir, wajah satu sama lain terlihat cukup jelas.

“Ren, aku tahu sekarang bukan waktu yang pas. Tapi Ren… Selama sepuluh tahun ini aku terus punya keinginan agar kita bisa balik lagi ke masa-masa kita pacaran dulu. Aku… baru tahu bahwa ternyata kamu sepenting itu buat aku.”

Hancur sudah! Apa-apaan pengakuan cinta yang tidak romantis ini?!

Rena menyukai sesuatu yang romantis Rendy tahu betul akan hal itu. Semula Rendy berpikir untuk mengutarakan isi hatinya di cafe bagus yang tidak terlalu jauh dari kantor mereka.

Pria itu tidak mengajak Rena berpacaran dengan spontan. Dia sudah mencari-cari tempat yang bagus sejak pulang dari rumah Rena tempo hari.

“Kalimat baru terasa penting setelah kehilangan itu kayaknya berlaku ya di kamu?” tanya Rena.

Rena tersenyum, raut wajahnya terlihat sangat lega.

“Hmmm… Iya…”

Rendy menunduk. Rasa bersalah langsung menghampirinya.

“Hmmmhhh… Selama ini aku selalu tersiksa tiap inget kejadian putusnya kita dulu. Aku selalu merasa kenapa harus aku yang kesakitan dan kamu baik-baik aja. Rasanya bener-bener gak adil. Tapi ya denger kamu bilang kayak tadi rasanya semua bebanku keangkat,” ucap Rena.

Sepanjang sore Rena berpikir akan menjadi gadis galak yang menolak Rendy dengan kejam jika Rendy tetap memaksa. Meski paksaan itu dibalut dengan kata-kata lembut dan manis ala buaya darat.

Namun, Rena harus menertawakan dirinya sendiri karena menjadi lunak.

“Ren, kamu mau aku atau mau kenangan kita?” tanya Rena pada Rendy.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status