Pelahan, Ferdian berjalan ke arah tempat mereka.
Ferdian terus mendekat. Untungnya, pria itu melewati mereka dengan tenang dan duduk di tempat yang cukup jauh.
“Fiiuuuhhhh,” ucap Mitha lega.
Meski begitu, nafsu makan Rena yang sudah hilang tetap tidak bisa kembali.
“Kenapa sih emangnya?” tanya Rendy.
“Itu namanya Ferdian, dia suka sama Rena.”
“Mitthhhaaaa…” ucap Rena dengan mata yang sudah membesar.
Mendengar itu, raut wajah Rendy berubah menjadi tidak menyenangkan.
“Hmmm… Terus kenapa kamu enggak mau dia gabung?” tanya Rendy pada Rena.
“Dia adalah sumber penderitaan Rena di kantor,” celetuk Mitha.
“Maksudnya?” tanya Rendy heran.
“Ferdian itu pacaran sama anak divisi dia juga yang namanya Silvi. Tapi mereka putus karena Ferdian suka sama Rena. Dia bilang terang-terangan sama Silvi kalau dia mau fokus dapetin Rena,” jelas Mitha.
"Aaaahhhh, yang itu ternyata orangnya," batin Rendy.
“Terus gimana? Kamu suka sama dia juga, Ren?” tanya Rendy pada Rena yang sudah memijat kepalanya. Kepala Rena mendadak terasa sakit.
Pertanyaan itu dilontarkan oleh Rendy tanpa ia sadari. Terbesit rasa takut dalam dirinya.
"Kamu gila ya? Enggak mungkin!" jawab Rena tegas.
"Weehhh, santai bro! Aku kan cuma nanyaaa."
Rendy benar-benar refleks berkata seperti itu, ia tak menyangka bahwa Rena akan menyatakan penolakan dengan cukup lantang.
“Maaf..." ucap Rena.
"Aku enggak suka dia, Ren. Dia udah aku tolak. Tapi, dia tuh anggapnya kalau dia kurang berjuang gitu loh. Jadi tuh kayak dia akan terus deketin aku sampai aku jadi luluh. Pusing sama orang kayak begitu,” jelas Rena.
"Konsep perjuangan cinta nih ceritanya?" ucap Rendy.
Setelah mendengar kalimat Rendy barusan, raut wajah Rena berubah. Semula memang gadis itu sudah kesal, hanya saja ekspresi yang Rena tunjukkan kali ini membuat Rendy takut.
"Coba deh kamu tarik celana kain Rena sampai ke lutut," saran Mitha pada Rendy.
"Miittt..... jangan ngaco!"
Lagi-lagi Rena melotot pada Mitha.
"Memangnya ada apa sih?" tanya Rendy penasaran.
"Enggak ada apa-apa," jawab Rena cepat.
"Coba aja buka," kata Mitha lagi.
"GAK! Jangan macem-macem kamu Ren," ucap Rena pada Rendy.
"Udah biarin aja sik dia lihat," kata Mitha.
"Apa sih Miitttt..."
Di tengah ocehan dua gadis itu, Rendy yang penasaran benar-benar menaikkan satu celana kain Rena hingga ke lutut.
"Rendddyyy...."
"Itu apa Ren? Kamu kenapa? Kok bisa lebam gede begitu sih?" tanya Rendy.
Sebelum Rena menggeser kakiknya, Rendy sudah terlanjur melihat luka yang ada di lutut Rena.
“Bukan urusan kamu,” jawab Rena.
“Rena! Itu lebam sebesar itu gimana ceritanya sih?”
Rendy benar-benar geram karena Rena tidak menjawab pertanyaannya.
“Didorong Silvi,” ucap Mitha.
“Cewek jahat itu terus-terusan jahat ke Rena. Enggak cuma itu, si Ferdian juga enggak kalah nyusahin. Dia sampai nanya rumah Rena di mana sama temen-temen di tim kita dan sama HRD juga. Bilang mau lamar Rena ke orang tuanya,” jelas Mitha.
“Terus kalian pada kasih?” tanya Rendy tak habis pikir.
“Enggak lah. Rena cerita ke kita semua di tim kalau dari awal dia enggak suka. Anak ini nih yaaa sampai tunjukin chat dia sama Ferdian dan sumpah-sumpah bilang kalau dia enggak genit ke dia,” kata Mitha.
“Udah Mit udaaahhh iihhh.”
“Enggak bisa Renaaaa, mereka tuh keterlaluan soalnya,” ujar Mitha geram.
“Aku kasih tahu ya ke kamu. Si Silvi itu anggap Rena benalu di hubungan dia dan Ferdian. Benci banget pokoknya dia sama Rena. Dia tuh jahat banget! Pernah Rena lagi buru-buru terus dia sengaja siram air ke lantai, jadinya Rena jatoohhh. Terus tuh yaaa…”
“Udah Miiitttttt! Udah mau jam 1, cepetan naik ayoo,” ucap Rena sembari menarik Mitha untuk segera pergi.
“Tapiii… Tunggu… Kan belum selesaiiii,” kata Rendy.
Rena tidak menggubris Rendy dan buru-buru membawa Mitha pergi.
"Mithaaaaa, kenapa sih ember bangeeetttt?"
Rena tak membawa Mitha ke kantor. Ia menyeret Mitha ke kedai kopi yang masih ada di area kantor mereka untuk mengobrol.
"Biarin aja issshhh, biar temen kamu itu tahu dan jadi enggak mau sama Silvi," jawab Mitha.
"Maksudnya?" tanya Rena heran.
"Aku ada denger ada anak-anak yang minta Silvi gebet si Rendy. Apa lagi mereka tahu Rendy tuh temen kamu, makin disuruh-suruh deh. Emang kamu rela gitu temenmu jadian sama nenek lampir begitu?"
"Yaaaa, kalau Rendy nya mau juga aku enggak bisa apa-apa."
"Yaa jangan sampai mau dong, Ren! Lagian dia kelihatan jelas kok sukanya sama kamu, jangan sampai kehasut sama berita enggak bener. Udah kamu sama si Rendy aja," ucap Mitha mencubit lengan Rena.
"Awww, sakit ihh Mitthhhaaa!"
"Biarin!"
***
"Heran deh. Gila ya kamu? Dendam kok segitunya banget, ambil aja sih mantan pacarmu itu. Aku enggak mau sama dia, paham enggak sih sama kata-kata 'aku enggak mau'? Lulus SD kan?"
Kali ini Rena benar-benar murka. Silvi lagi-lagi ingin mendorongnya. Untung saja Rena tidak terjatuh lagi, kakinya saja belum sembuh.
"Duh... Kayaknya ada yang ngomong deh. Tapi siapa ya?" ucap Silvi pura-pura tidak mendengar Rena.
Tingkahnya benar-benar lebih parah dari anak kecil. Silvi pun pergi dengan santai.
"Ck, harusnya jatoh lagi tuh si gatel. Biar cacat aja sekalian," gumam Silvi sambil berjalan menjauh.
Sibuk dengan pikirannya sendiri, Silvi tak menyadari bahwa dia baru saja melewati Rendy. Melihat Rena yang sudah memasang raut wajah tak menyenangkan di depan sana, Rendy menyadari bahwa yang Silvi maksud adalah Rena.
"Reennn..." ucap Rendy memanggil Rena.
"Kamu enggak apa-apa?” tanya Rendy.
“Enggak…” jawab Rena singkat.
"Dasar orang gila!"
Kali ini gantian Rena yang memaki.
"Ren, gimana kalau kamu pacaran sama aku?" tanya Rendy pada gadis di depannya itu.
Untuk sesaat, Rena tidak mampu merespon perkataan Rendy. Otaknya benar-benar bekerja keras untuk memproses apa yang baru saja ia dengar.“Aku anggap gak denger apa-apa barusan, aku duluan,” ucap Rena pada Rendy.Gadis itu kesal. Rendy sungguh tidak bisa membaca situasi. Di tengah kekesalannya itu, bisa-bisanya Rendy bercanda.“Aku serius Ren,” ucap Rendy memegang tangan Rena.Rendy memegangnya untuk mencegah Rena pergi.“Aku mau balik kerja.”Rena pun melepaskan tangannya dari genggaman Nico.“Reenn…”Lagi-lagi Nico memengang tangan Rena.“Apa siiihhh Ren? Aku bener-benar gak mood untuk bercanda,” ucap Rena kesal.“Aku serius.”Rendy menatap mata Rena lurus. Pria itu tidak sedang bercanda.“Kita bicarain lagi pas pulang kerja nanti, aku beneran harus balik ke meja sekarang. Mesti cek ulang bahan-bahan buat rapat sore ini,” ucap Rena.Mendengar itu, wajah Rendy berubah menjadi lembut. Lebih mirip seperti anak anjing lucu yang dituruti keinginannya oleh sang majikan.“Gemas!” batin Rena
“Maksud kamu?” Rendy bingung dengan pertanyaan Rena. Apa maksud Rena? Bukankah Rena satu paket dengan kenangan mereka? “Aku bukan Rena yang sama dengan sepuluh tahun lalu Ren. Aku banyak berubah. Kamu juga pasti banyak berubah,” ucap Rena. “Hmmm… Iyaaa… Teeee…ruuusss?” Rendy masih tak mengerti apa maksud Rena. Pria itu bahkan sampai mengernyitkan dahinya. “Karena pernah pacaran sama aku, bisa jadi tanpa sadar kamu udah punya ekspektasi. Ekspektasinya yaaa dapet yang lebih baik dari aku. Selama kita pacaran, aku pasti punya sisi bagus dong. Sisi bagus itu tanpa sadar kamu harap untuk dapetin terus meskipun kamu pacarannya gak sama aku. Sampe sini paham dulu gak konsep awalnya?” tanya Rena. Meski Rendy tergolong cerdas, entah mengapa untuk masalah percintaan, Rena merasa Rendy agak-agak bodoh. Jadi, Rena memutuskan untuk menjelaskannya dengan lambat. “Iya, coba lanjutin dulu,” kata Rendy mengangguk. Meski belum menemukan jawaban atas pertanyaannya, Rendy berusaha mendengarkan pe
“Haduuuhhhh! Ini kenapa mama keluar segala sih?! Arrrggghhhhhh!” teriak Rena dalam hati.“Gak kenapa-kenapa ma, ini Rendy udah mau pulang kok. Iya kan Ren?” tanya Rena sambil melotot ke arah Rendy.“Oohhh iya. Niatnya tadi gitu sih tante, cuma saya pikir sapa tante dulu aja sebentar baru pulang,” ucap Rendy sambil merapikan bajunya yang kusut sehabis didorong Rena.“Ya sudah ayo masuk kalau gitu. Duuuhhhh senengnya calon mantu dateng,” ucap Fiona dengan wajah cerah.“Mamaaaaaaaaa….”Rena mendengus sebal. Jelas sekali Fiona mengabaikan anak perempuannya yang panas itu.“Kok kalian bisa barengan? Habis kencan yaaaa?” tanya Fiona usil saat mereka bertiga sudah duduk di kursi ruang tamu.“Enggak maaa, cuma anter pulang biasa,” jawab Rena cepat.Rena tidak ingin Rendy menjawab pertanyaan mamanya itu sembarangan.“Kiiiiii….&
Laura mengernyitkan dahinya.“Apa?” tanya Laura ketus.Rena belum menceritakan apapun pada Laura sehingga gadis itu tak punya informasi apapun. Kedua sahabat itu baru akan bertemu hari minggu besok.“Rena tanya aku mau sama dia atau kenangan kita…”Sebelum Rendy menjelaskan lebih lanjut, Laura langsung mendesah. Tentu saja Rendy langsung heran dengan sikap Laura itu.“Kenapa sih?” tanya Rendy heran.Pria itu kesal. Dia serius ingin bercerita, kenapa pula gadis di depannya ini harus mengacaukan suasana.“Wajar sih dia akan tanya begitu ke kamu,” jawab Laura lembut.Laura yang semula terasa tak bersahabat itu tiba-tiba menjadi lunak. Menyadari perubahan itu, Rendy merasa akan segera mendengar sesuatu yang tidak menyenangkan.“Kamu tahu kan dulu pas SMA aku sama Angga pacaran?” tanya Laura.“Hmmm, tahu sih. Tapi bukannya pas kelulusan kali
“Karena Rena, si high quality jomblo spek bidadari itu dengan bodohnya masih suka sama kamu,” ucap Laura kesal.Laura heran, bukankah sudah jelas sekali ya jawaban atas pertanyaan tadi hanya ada satu? Masih cinta!Rena menolak Rendy sudah pasti karena terlalu takut akan mengalami hal yang sama untuk kedua kalinya. Namun, Rena juga tidak bisa membuka hati untuk orang lain. Dia tak ingin memulai hubungan baru dengan Rendy yang masih bersemayam kokoh di hatinya.“Kamu serius?”Rendy tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Rena yang menolaknya dengan tegas itu masih menyukainya?“Iya, masih. Terus bisa gak jangan kelihatan sejelas itu kalau lagi bahagia?”Melihat senyum Rendy yang mengembang itu membuat Laura sangat kesal.“Masa terberat dia adalah putus dari kamu. Murung, nangis dan teriak tiap hari udah dia laluin. Lewat dari semua itu, sampai detik ini, kemana pun dia pergi dia selal
Rendy mengerjap. Ia tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar."Aaa... Eeee... Eeeehhmmm... Maaf tante, gimana maksudnya?" tanya Rendy salah tingkah."Aadduhhh Reeenn, kan udah ditanya tadi mau nikah sama Rena atau enggak. Masa ulang pertanyaan yang sama sih? Pinteran dikit laaaaahhh," batin Rendy.Pria itu sedang mengutuk dirinya sendiri dalam hati."Iyaaa, tante tanya. Kamu mau gak kalau misalnya nikah sama anak tante?" tanya Fiona.Sejujurnya Rendy bingung. Rena menolaknya, dia sendiri bahkan belum bisa memastikan perasaannya. Namun, jika ia menjawab 'tidak', kesempatannya untuk mendapatkan Rena jelas akan tertutup."Kemarin pas kamu sama mama kamu main ke rumah, kami memang terkesan bercanda. Tapi, kalau kalian mau, kita berdua serius akan jodohin kalian. Kali ini, tante tanya kamu dengan serius. Apakah kamu mau menikah dengan Rena?"Rendy paham situasi mencekam ini bukan situasi yang tepat untuk bercanda. Meski terlihat tid
Rendy kembali duduk."Apa yang kamu takutin?" tanya Rendy."Aku takut kamu merasa aku terpaksa."Rena tak melanjutkan kalimatnya. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan."Terpaksa nikah sama kamu kalau aku turutin permintaan mamaku. Jadi, aku minta waktu untuk pertimbangin. Aku gak mau kecewain mamaku, tapi aku juga masih berat rasanya kalau harus menikah sama kamu," jelas Rena."Aku tahu," gumam Rendy.Rendy tahu bahwa Rena pasti merasa berat untuk menikah dengannya. Hanya saja, dia juga senang Rena mau memikirkan hal itu dengan serius."Aku gak bisa janji akan jawab iya. Tapi kalau aku selesai mikir, terus jawabannya iya dan kamu masih bersedia nikah sama aku, kamu mesti inget kalau aku udah pertimbangin dengan baik. Aku cuma pengen kamu tahu itu, makanya kau setuju makan bareng sama kamu sekarang," jelas Rena.Rendy bisa melihat wajah malu Rena sembari gadis itu mengutarakan niatnya."Gengsinya yang ti
"Ogaaaahhhh, kamu aja pokoknya Ren. Kamu kan tahu aku dari dulu males banget tampil di depan umum begitu," ucap Tere.Tere Alina Hennesy, gadis blasteran Inggris itu tidak menyukai keramaian hingga sekarang. Pekerjaan yang ia pilih agar tak harus terlibat dengan kebisingan kantor adalah menulis novel.Novel Tere adalah salah satu novel Indonesia yang diterbitkan dalam beberapa bahasa dan juga diadaptasi menjadi film. Tentu saja, semua itu ia lakukan tanpa muncul satu kali pun ke publik."Sekali-kaliiiii, di nikahan Laura doaaannngggg," gerutu Rena."Gaaakkkk, jawabannya akan selalu enggak," jawab Tere."Kok kalian tega gitu siiihhh, kan aku nikah cuma sekaliiii. Momen sakral niihhhhh..." rajuk Laura pada mereka berdua.Rena dan Tere jadi tidak enak hati. Mereka adalah sahabat terdekat Laura.Dari semua tamu selain keluarga, Laura pasti mengharapkan kontribusi lebih dari mereka berdua."Mau nangis tuh, kamu aja gih..." sikut Ren