Share

Bab 7

Pelahan, Ferdian berjalan ke arah tempat mereka.

Ferdian terus mendekat. Untungnya, pria itu melewati mereka dengan tenang dan duduk di tempat yang cukup jauh.

“Fiiuuuhhhh,” ucap Mitha lega.

Meski begitu, nafsu makan Rena yang sudah hilang tetap tidak bisa kembali.

“Kenapa sih emangnya?” tanya Rendy.

“Itu namanya Ferdian, dia suka sama Rena.”

“Mitthhhaaaa…” ucap Rena dengan mata yang sudah membesar.

Mendengar itu, raut wajah Rendy berubah menjadi tidak menyenangkan.

“Hmmm… Terus kenapa kamu enggak mau dia gabung?” tanya Rendy pada Rena.

“Dia adalah sumber penderitaan Rena di kantor,” celetuk Mitha.

“Maksudnya?” tanya Rendy heran.

“Ferdian itu pacaran sama anak divisi dia juga yang namanya Silvi. Tapi mereka putus karena Ferdian suka sama Rena. Dia bilang terang-terangan sama Silvi kalau dia mau fokus dapetin Rena,” jelas Mitha.

"Aaaahhhh, yang itu ternyata orangnya," batin Rendy.

“Terus gimana? Kamu suka sama dia juga, Ren?” tanya Rendy pada Rena yang sudah memijat kepalanya. Kepala Rena mendadak terasa sakit.

Pertanyaan itu dilontarkan oleh Rendy tanpa ia sadari. Terbesit rasa takut dalam dirinya.

"Kamu gila ya? Enggak mungkin!" jawab Rena tegas.

"Weehhh, santai bro! Aku kan cuma nanyaaa."

Rendy benar-benar refleks berkata seperti itu, ia tak menyangka bahwa Rena akan menyatakan penolakan dengan cukup lantang.

“Maaf..." ucap Rena.

"Aku enggak suka dia, Ren. Dia udah aku tolak. Tapi, dia tuh anggapnya kalau dia kurang berjuang gitu loh. Jadi tuh kayak dia akan terus deketin aku sampai aku jadi luluh. Pusing sama orang kayak begitu,” jelas Rena.

"Konsep perjuangan cinta nih ceritanya?" ucap Rendy.

Setelah mendengar kalimat Rendy barusan, raut wajah Rena berubah. Semula memang gadis itu sudah kesal, hanya saja ekspresi yang Rena tunjukkan kali ini membuat Rendy takut.

"Coba deh kamu tarik celana kain Rena sampai ke lutut," saran Mitha pada Rendy.

"Miittt..... jangan ngaco!"

Lagi-lagi Rena melotot pada Mitha.

"Memangnya ada apa sih?" tanya Rendy penasaran.

"Enggak ada apa-apa," jawab Rena cepat.

"Coba aja buka," kata Mitha lagi.

"GAK! Jangan macem-macem kamu Ren," ucap Rena pada Rendy.

"Udah biarin aja sik dia lihat," kata Mitha.

"Apa sih Miitttt..."

Di tengah ocehan dua gadis itu, Rendy yang penasaran benar-benar menaikkan satu celana kain Rena hingga ke lutut.

"Rendddyyy...."

"Itu apa Ren? Kamu kenapa? Kok bisa lebam gede begitu sih?" tanya Rendy.

Sebelum Rena menggeser kakiknya, Rendy sudah terlanjur melihat luka yang ada di lutut Rena.

“Bukan urusan kamu,” jawab Rena.

“Rena! Itu lebam sebesar itu gimana ceritanya sih?”

Rendy benar-benar geram karena Rena tidak menjawab pertanyaannya.

“Didorong Silvi,” ucap Mitha.

“Cewek jahat itu terus-terusan jahat ke Rena. Enggak cuma itu, si Ferdian juga enggak kalah nyusahin. Dia sampai nanya rumah Rena di mana sama temen-temen di tim kita dan sama HRD juga. Bilang mau lamar Rena ke orang tuanya,” jelas Mitha.

“Terus kalian pada kasih?” tanya Rendy tak habis pikir.

“Enggak lah. Rena cerita ke kita semua di tim kalau dari awal dia enggak suka. Anak ini nih yaaa sampai tunjukin chat dia sama Ferdian dan sumpah-sumpah bilang kalau dia enggak genit ke dia,” kata Mitha.

“Udah Mit udaaahhh iihhh.”

“Enggak bisa Renaaaa, mereka tuh keterlaluan soalnya,” ujar Mitha geram.

“Aku kasih tahu ya ke kamu. Si Silvi itu anggap Rena benalu di hubungan dia dan Ferdian. Benci banget pokoknya dia sama Rena. Dia tuh jahat banget! Pernah Rena lagi buru-buru terus dia sengaja siram air ke lantai, jadinya Rena jatoohhh. Terus tuh yaaa…”

“Udah Miiitttttt! Udah mau jam 1, cepetan naik ayoo,” ucap Rena sembari menarik Mitha untuk segera pergi.

“Tapiii… Tunggu… Kan belum selesaiiii,” kata Rendy.

Rena tidak menggubris Rendy dan buru-buru membawa Mitha pergi.

"Mithaaaaa, kenapa sih ember bangeeetttt?"

Rena tak membawa Mitha ke kantor. Ia menyeret Mitha ke kedai kopi yang masih ada di area kantor mereka untuk mengobrol.

"Biarin aja issshhh, biar temen kamu itu tahu dan jadi enggak mau sama Silvi," jawab Mitha.

"Maksudnya?" tanya Rena heran.

"Aku ada denger ada anak-anak yang minta Silvi gebet si Rendy. Apa lagi mereka tahu Rendy tuh temen kamu, makin disuruh-suruh deh. Emang kamu rela gitu temenmu jadian sama nenek lampir begitu?"

"Yaaaa, kalau Rendy nya mau juga aku enggak bisa apa-apa."

"Yaa jangan sampai mau dong, Ren! Lagian dia kelihatan jelas kok sukanya sama kamu, jangan sampai kehasut sama berita enggak bener. Udah kamu sama si Rendy aja," ucap Mitha mencubit lengan Rena.

"Awww, sakit ihh Mitthhhaaa!"

"Biarin!"

***

"Heran deh. Gila ya kamu? Dendam kok segitunya banget, ambil aja sih mantan pacarmu itu. Aku enggak mau sama dia, paham enggak sih sama kata-kata 'aku enggak mau'? Lulus SD kan?"

Kali ini Rena benar-benar murka. Silvi lagi-lagi ingin mendorongnya. Untung saja Rena tidak terjatuh lagi, kakinya saja belum sembuh.

"Duh... Kayaknya ada yang ngomong deh. Tapi siapa ya?" ucap Silvi pura-pura tidak mendengar Rena.

Tingkahnya benar-benar lebih parah dari anak kecil. Silvi pun pergi dengan santai.

"Ck, harusnya jatoh lagi tuh si gatel. Biar cacat aja sekalian," gumam Silvi sambil berjalan menjauh.

Sibuk dengan pikirannya sendiri, Silvi tak menyadari bahwa dia baru saja melewati Rendy. Melihat Rena yang sudah memasang raut wajah tak menyenangkan di depan sana, Rendy menyadari bahwa yang Silvi maksud adalah Rena.

"Reennn..." ucap Rendy memanggil Rena.

"Kamu enggak apa-apa?” tanya Rendy.

“Enggak…” jawab Rena singkat.

"Dasar orang gila!"

Kali ini gantian Rena yang memaki.

"Ren, gimana kalau kamu pacaran sama aku?" tanya Rendy pada gadis di depannya itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status