Share

Bab 4

Penulis: Kamari
Mata pelayan itu menunjukkan sedikit keterkejutan. Dia menatap gumpalan selimut dengan tatapan ragu.

Pelayan itu juga merasa sedikit tidak puas. Susan hanyalah anak perempuan sopir Firman. Apa hak wanita ini menyuruhnya melakukan sesuatu?

"Bu Suan, ini memang seharusnya tugasmu."

Susan tidak menghiraukan.

Setelah beberapa saat, pelayan menatap gumpalan selimut, lalu perlahan menutup pintu.

Ketika Ryan keluar dari kamar setelah mandi, dia melihat lampu dapur lantai satu menyala. Dari dalam samar-samar terdengar suara mangkuk dan piring yang beradu.

Pria itu memejamkan mata, lalu mengangkat tangan untuk menggosok pelipis dengan buku jari, berusaha meredakan rasa tidak nyaman setelah meminum alkohol.

Tanpa banyak berpikir, Ryan segera turun ke bawah. Dia duduk di sofa ruang tamu, lalu memejamkan mata untuk beristirahat.

Lima menit kemudian, pelayan keluar dari dapur dengan membawa sup yang masih panas, lalu meletakkannya di hadapan Ryan.

"Pak Ryan, supnya masih agak panas. Harap berhati-hati."

Ketika mendengar suara yang sama sekali berbeda dari yang diharapkan, Ryan membuka mata. Dia menatap pelayan di hadapannya dengan sedikit mengernyit.

"Kenapa kamu?" tanya Ryan.

Pelayan dengan hati-hati melihat ekspresi wajah Ryan, lalu matanya berkilat dengan sedikit niat jahat.

Pekerjaan ini seharusnya dilakukan oleh Susan. Kalau bukan karena Susan mengelak dari tanggung jawab, dia juga tidak perlu melayani Ryan dengan hati-hati di sini.

"Bu Susan nggak mau datang. Aku sudah memanggilnya berkali-kali. Pak Ryan, kamu harus menegurnya. Bu Susan nggak bisa terus bersikap seperti ini."

Setelah mendengar itu, Ryan melihat ke arah kamar Susan.

Pintu kamar Susan tepat menghadap ruang tamu, jadi Ryan bisa langsung melihatnya.

Pintu itu tampak tertutup rapat. Tampaknya Susan benar-benar sudah tidur seperti yang dikatakan pelayan.

Ryan mengambil mangkuk, sementara matanya tampak tenang dan acuh tak acuh.

"Aku mengerti."

Baru saja Ryan minum satu teguk, keningnya sudah mengerut dalam.

Jantung pelayan itu berdetak kencang. "Pak Ryan, apa ini nggak sesuai dengan seleramu?"

Ryan meneguk sedikit supnya, tetapi tidak menjawab.

Rasanya memang berbeda.

Susan sudah tinggal di Keluarga Sutedja sejak usia 14 tahun.

Setelah enam bulan tinggal di sini, Susan yang akan selalu memasakkan sup untuknya.

Susan adalah orang yang menyukai rasa manis, jadi dia merasa wajar kalau semua orang juga menyukainya. Susan selalu menambahkan banyak gula ke supnya, hingga rasa manisnya terasa begitu kental.

Ryan memang tidak menyukai rasa manis. Ketika pertama memakan sup buatan Susan, dia sama sekali tidak bisa beradaptasi.

Karena mengingat Susan yang masih muda, Ryan pernah dengan halus meminta Susan untuk berhenti memasak. Sayangnya, Susan sepertinya tidak mengerti maksud tersirat Ryan. Wanita itu terus memasak hari demi hari.

Lama kelamaan, Ryan jadi terbiasa dengan rasa sup yang agak manis.

Sekarang semangkuk sup yang rasanya hambar ini tidak lagi terasa lezat.

Ryan memakan beberapa suap, lalu meletakkannya.

Pelayan itu merasa terkejut. Dia memperhatikan ekspresi Ryan dengan cermat. "Pak Ryan, apa kamu nggak mau makan lagi?"

Pelayan itu merasa sedikit gugup. Ryan tampaknya tidak terlalu senang.

Namun, tadi dia sudah mencoba supnya. Rasa sup ini cukup enak, sama sekali tidak buruk.

Ryan hanya bergumam pelan, lalu naik ke atas.

Awalnya, pelayan itu tidak terlalu memperhatikan ke mana Ryan pergi. Namun, saat suara pintu terbuka terdengar, hatinya merasa terkejut.

Ketika mendongak, dia melihat Ryan membuka pintu kamar Susan.

Pelayan itu seperti melihat rahasia keluarga kaya yang tidak bisa diceritakan. Jadi, dia langsung menundukkan kepala, lalu membawa mangkuk ke dapur.

Saat mendengar suara gemerisik di samping telinganya, Susan samar-samar membuka mata.

Di bawah cahaya redup, dia langsung melihat bayangan tinggi besar yang gelap duduk di mejanya.

Pada saat itu, jantung Susan seakan hampir melompat keluar dari dadanya.

Setelah melihat orang itu dengan jelas, Susan bangkit duduk dari tempat tidur.

"Ryan?"

Ryan meletakkan buku di tangannya di atas meja, lalu menoleh untuk menatap Susan. Profil wajahnya yang tajam dan dingin tersembunyi dalam cahaya redup. Mata hitamnya memancarkan tatapan tajam.

Susan dengan waspada mencengkeram selimut di tubuhnya. "Ryan, apa yang kamu lakukan di sini?"

Ryan tiba-tiba bangkit berdiri, berjalan mendekat, memandangnya dari atas, lalu berbicara dengan nada yang tidak jelas.

"Kamu memanggilku apa?"

"Apa?"

Susan tidak langsung bereaksi sampai Ryan tiba-tiba mencengkeram dagunya. Ujung jarinya dengan keras mencubit kulit halus Susan, lalu mengangkat wajahnya.

"Susan." Suara Ryan terdengar dingin, sementara emosi di mata hitamnya tampak gelap. "Apa yang membuatmu merajuk?"

Susan tiba-tiba menyadari apa yang dimaksud Ryan. Tadi dia memanggilnya "Ryan", bukan "Kak Ryan" seperti biasa.

Susan mencengkeram seprai, berusaha menjaga suaranya tetap tenang.

"Nggak ada. Aku hanya lelah, ingin tidur."

Ryan tertawa sinis, lalu mencengkeram dagu Susan dengan lebih kuat. "Apa kamu pikir aku akan percaya?"

Susan merasa bahwa dia harus menjelaskan segalanya kepada Ryan. Ini untuk menjaga jarak antara mereka berdua, menghindari masalah yang tidak perlu.

"Tentang masalah siang tadi, ibuku yang salah bicara. Aku meminta maaf atas namanya. Kata-kata itu juga bukan dari hatiku," kata Susan.

Dalam kegelapan, suara gadis itu terdengar jernih dan tegas, mata pun jernih.

"Kak Ryan, mulai sekarang aku akan bersikap bijaksana, nggak akan mengganggumu lagi."

"Jangan khawatir, aku juga ... aku juga nggak berniat merayumu."

Susan mengatakan beberapa kalimat ini dengan susah payah, tetapi untungnya dia bisa menyelesaikannya.

Ryan tiba-tiba menarik tangannya, mengambil sebuah buku dari meja, lalu melemparkannya di hadapan Susan.

Begitu buku terbuka, Susan bisa melihat dengan jelas tulisan nama "Ryan" yang tertulis rapi di beberapa halaman kertas itu.

Semuanya penuh dengan nama "Ryan".

Napas Susan seakan terhenti sejenak, wajahnya memucat.

Dia menulis ini sebelum terlahir kembali.

Dia belum sempat menghancurkannya, tetapi ternyata Ryan melihatnya.

Ryan kembali mencengkeram dagu Susan sambil menatapnya tajam. Suara dingin pria itu bagaikan lapisan es.

"Sebelum kamu berbohong, sembunyikan dulu kelicikanmu."

Ryan pun melangkah pergi.

Rasa kantuk Susan langsung menghilang.

Dia mengambil buku itu, merobek semua kertas dengan nama Ryan, merobek semuanya sampai hancur.

Sebenarnya, setahun yang lalu hubungannya dengan Ryan tidak sekaku sekarang.

Saat pertama kali datang ke Keluarga Sutedja, Ryan selalu membantunya beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Dia dengan sabar mendengar ocehannya. Ryan adalah Kakak yang akan memberikannya susu hangat di malam hari.

Semua berakhir saat Yunda kembali ke tanah air.

Susan akan selalu mengingat bahwa Yunda memberikan surat cinta yang dia tulis diam-diam kepada Ryan. Wanita itu akan menempel di tubuh Ryan, seperti ular piton cantik dan seksi yang melilit tubuh Ryan.

Sementara itu, Ryan yang biasanya tenang dan berwibawa, juga membiarkan Yunda melingkarkan kedua lengannya yang putih mulus dan seksi di lehernya di hadapan banyak orang, membuat gosip dan rumor beredar di mana-mana. Wanita itu berbisik dengan lembut.

"Ryan, aku nggak suka ada wanita yang menyukaimu di dekatmu, meski dia hanya seorang siswi SMA."

"Ryan, di antara aku dan Susan, siapa yang kamu pilih?"

Ketika mendengar kata-kata Yunda, Ryan menjawab dengan tegas.

"Aku memilihmu."

Susan masih mengingat dengan jelas kebencian di mata Ryan, serta nada dinginnya.

"Susan, jangan mengarahkan pikiran kotormu padaku."

Di mata Ryan, cintanya seperti sampah di selokan yang kotor. Hanya melihat sekilas saja akan membuat pria itu merasa muak.

Sebesar apa ketakutan Susan pada tatapan muak di mata Ryan dulu, sebesar itu pula dia ingin menjauh dari pria itu sekarang.

Setelah menarik kembali pikirannya, Susan terbaring dengan lelah di tempat tidur.

Susan tidur larut tadi malam. Namun, pagi-pagi sekali sudah ada orang yang membuka pintu kamarnya, lalu menariknya dari tempat tidur dengan tergesa-gesa.

"Cepat bangun. Pak Ryan akan segera pergi untuk perjalanan bisnis. Kamu juga harus cepat bersiap."

Susan menenggelamkan wajahnya ke dalam selimut, menahan amarahnya. "Sudah aku bilang, aku nggak akan pergi!"

Wirda juga merasa marah, langsung menarik Susan dari tempat tidur.

"Sekarang liburan semester, kamu punya banyak waktu luang. Kamu harus pergi meski nggak mau. Kamu nggak bisa seenaknya sendiri!"
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Uly Udayana
ibunya oon
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 192

    Susan sedikit mengerutkan kening, lalu berbalik untuk menghindar.Pria itu langsung menarik lengan Susan sambil tertawa main-main. "Nona Susan, hanya minum segelas untuk menghormati saja nggak sesulit itu, 'kan?"Wajah Susan menjadi dingin. "Lepaskan."Setelah dipermalukan di depan umum, wajah pria itu langsung menjadi muram, lalu dia menarik pergelangan tangan Susan dengan makin keras. "Susan, kenapa kamu sok sekali?""Jangan bersikap nggak tahu diri."Pria itu hampir membentak. Di gedung kolam renang yang besar, suara pria itu terdengar sangat jelas. Orang-orang di sekitar langsung menoleh ke arah mereka.Orang-orang di dalam gedung kolam renang terbagi menjadi dua bagian. Sebagian besar orang menghampiri Ryan dan Yunda untuk menyanjung keduanya, sementara sebagian kecil lainnya adalah pria-pria dengan tubuh bagian atas tanpa busana dan perut yang berlemak. Mereka adalah orang-orang yang mengelilingi Susan. Senyuman di wajah mereka dan tatapan mereka pada Susan sangat cabul, seolah i

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 191

    Susan menatapnya dengan pandangan dingin. "Aku nggak menyangka ternyata Pak Gavin memiliki hobi seperti ini. Aku nggak akan menemanimu supaya aku nggak tertular penyakit di sini."Kata-kata Susan sangat tidak sopan dan tajam.Ketika mendengar itu, raut wajah Gavin menjadi muram, tetapi dia tetap mempertahankan sikap sopannya seperti biasa.Susan berbalik, hendak mendorong pintu kolam renang.Suara Gavin yang santai terdengar dari belakangnya, "Nggak ada gunanya, pintu itu nggak akan terbuka tanpa izinku. Jadi, Susan, sebaiknya kamu diam di sini saja malam ini."Susan menggertakkan giginya.Ketika berbalik, dia langsung melihat Gavin melepas jas luarnya di hadapannya tanpa ragu-ragu. Kemudian, pria itu juga melepaskan kemeja putih yang menutupi tubuh bagian atasnya.Susan mengerutkan kening, lalu mengalihkan pandangannya.Gavin tertawa. "Kenapa? Apa tubuhku nggak bagus? Kenapa kamu nggak melihatku?"Susan berkata dengan nada dingin, "Kalau kamu nggak selalu bertingkah seperti burung mer

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 190

    Susan berjalan mendekat dengan ekspresi dingin. Ketika sekelompok gadis yang bergosip melihatnya datang, mata mereka sontak terbelalak dan mereka mundur seolah menghindari wabah.Ketika Susan tiba di restoran, hanya ada sedikit orang di dalam.Susan duduk di dekat jendela dengan piringnya, dia makan sambil memperhatikan lalu lintas di bawah.Sebuah mobil Rolls-Royce melaju dan berhenti di depan hotel.Entah kenapa, perhatian Susan tertuju pada mobil itu.Pintu pengemudi dan kursi di sampingnya dibuka oleh seorang pelayan di pintu masuk hotel. Ryan dan Yunda keluar dari mobil.Yunda berjalan ke sisi Ryan, lalu menggandeng lengan Ryan dan menyender nyaman pada pria itu.Mereka berdua benar-benar serasi dan sepadan, sama-sama berbakat dan menawan.Setelah Ryan dan Yunda menghilang dari pandangan, Susan baru mengalihkan pandangannya.Dia makan dengan tenang.Restoran itu begitu sunyi sehingga Susan dapat mendengar semuanya dengan jelas dari beberapa meter jauhnya."Katanya Pak Ryan dan Yun

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 189

    Akun resmi Kompetisi Piano Yunai juga segera memberikan klarifikasi: [Dalam kompetisi ini, para juri menilai berdasarkan prinsip keadilan dan jujur. Hasil kompetisi telah diverifikasi oleh penyelenggara dan tidak ada 'penyuapan' atau perilaku 'jalur dalam' seperti yang dituduhkan dalam laporan daring.][Terkait rumor yang disebarkan oleh beberapa netizen, pihak penyelenggara telah menugaskan tim hukum untuk mengumpulkan bukti dan mendokumentasikannya. Kami menghimbau seluruh netizen untuk berhenti menyebarkan rumor. Kalau rumor semacam ini terus berlanjut, pihak penyelenggara akan menggunakan jalur hukum untuk membela hak dan kepentingan sah kompetisi, para juri dan para kontestan.][Kami menghimbau kepada netizen untuk menaati peraturan perundang-undangan, tidak menyebarkan berita bohong dan fitnah, serta menjaga keamanan dunia maya.]Tulisan tersebut juga menyertakan peringkat babak penyisihan setiap kontestan dan daftar mereka yang melaju ke semifinal.Kendati klarifikasi dan sangga

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 188

    Susan melanjutkan, "Pianonya masih berfungsi dengan sangat baik sebelum giliranku, tapi jadi rusak pas giliranku. Itu berarti hanya kontestan sebelumku yang bisa mencurangi piano.""Kontestan di depanku adalah Jane Sukma yang kubantu memperbaiki pakaiannya, 'kan?"Susan bertanya-tanya, apa mungkin seorang wanita yang begitu bermusuhan terhadapnya tiba-tiba menjadi begitu baik dan ramah hanya karena Susan membantu menjahit pakaiannya?Kemungkinannya sangat kecil.Berarti, ada kemungkinan lain.Wanita itu justru sengaja memanfaatkan kesan membela Susan untuk meminimalisir kecurigaan bahwa dialah yang telah merusak piano.Gavin yang berdiri di belakang Susan pun terkekeh, "Susan, kamu ternyata nggak sebodoh yang orang lain katakan. Kamu memang pintar.""Sayangnya …." Senyuman Gavin makin lebar. "Kamu nggak punya bukti. Mengatakan hal-hal ini tanpa bukti adalah fitnah dan pencemaran nama baik."Terkait Jane, peninjauan menyeluruh terhadap rekaman kamera pengawasan akan mengungkap trik yang

  • Kulepaskan Suami Berengsekku   Bab 187

    Wanita itu sontak merasa sedikit malu. Dia menggigit bibirnya, lalu mengangkat dagunya dan balas mengangguk dengan bangga.Susan berbalik sambil tertawa kecil.Dia baru saja mengangkat kakinya ketika suara Gavin terdengar dari sampingnya."Nona Susan, kamu mau pergi ke mana?"Susan tidak berhenti berjalan, tetapi Gavin berkata lagi, "Ada yang ingin kubicarakan denganmu."Susan tetap diam.Dia berjalan keluar restoran, meninggalkan Gavin di belakang.Gavin pun berkata, "Apa Nona Susan ada urusan mendesak? Kamu bahkan nggak mau memberiku waktu beberapa menit."Susan masih mengabaikannya.Senyum santai Gavin sontak membeku. Dia menatap punggung Susan dengan sorot tajam.Gavin pun melangkah maju dan meraih pergelangan tangan Susan, lalu menarik dan membanting tubuh Susan ke dinding.Pemandangan yang Susan lihat sontak berputar. Dia memejamkan mata, tubuh dan bagian belakang kepalanya membentur dinding dengan keras. Penglihatan Susan sontak menjadi berkunang-kunang.Belum sempat Susan membu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status