Di Kota Wuyu, sebuah kota besar dari Dinasti Ming, penguasanya adalah kerajaan Wang. Namun, raja saat ini tidak bermarga Wang, melainkan bermarga Xiao. Nama raja saat ini adalah Xiao Jian, menantu raja Wang sebelumnya. Istri Xiao Jian adalah putri sulung raja Wang sebelumnya. Kini, Xiao Jian bersama istri dan anaknya sedang dikelilingi oleh jenderal dari kerajaan Wang sendiri, yang dibantu oleh tokoh-tokoh kuat dari kekuatan lain.
Xiao Jian berdiri bersama istrinya, Wangmei, sementara di belakang mereka ada anak laki-laki berusia 7 tahun, bernama Xiao Tian. “Xiao Jian, sekarang aku akan mengambil nyawamu dan juga anak, istrimu. Aku akan mengambil tahta yang semestinya milikku!” Orang yang berbicara adalah Wang Chong, dia adalah adik Wangmei. Namun saat ini, adik yang paling dia sayangi memberontak, bahkan dia berani membunuh semua orang yang setia pada Xiao Jian. "Adik Wang Chong, mengapa kamu melakukan ini? Jika kamu menginginkan tahta, aku tidak akan sungkan untuk memberikan semuanya padamu. Lagipula, aku memang tidak menginginkan tahta. Aku hanya menjalankan pemerintahan dan menunggumu hingga dewasa. Setelah kamu dewasa, aku akan memberikannya kepadamu," tegas Xiao Jian kepada adik iparnya. "Ha ha ha," Wang Chong tertawa terbahak-bahak. "Xiao Jian, tidak perlu naif. Apa kamu mengira aku bodoh? Siapa yang ingin turun tahta setelah merasa nyaman di posisi itu? Tidak ada! Aku tidak bisa membiarkanmu turun tahta dengan hati yang tidak rela. Aku akan menyingkirkan kalian semua!" Wangmei sebagai kakak perempuan Wang Chong sangat kecewa dengan tindakan adiknya. “Wang Chong, sekarang izinkan kakak pergi! Kakak berjanji tidak akan mengganggu kepemimpinanmu di Kota Wuyu.” “Ha ha ha, maafkan adikmu ini Kakakku, aku tidak bisa membiarkanmu pergi,” jawab Wang Chong, kemudian dia menatap seluruh pasukannya yang sudah membantai semua pengikut setia Xiao Jian. “Bunuh mereka semua!” perintahnya dengan wajah yang sangar. Ribuan prajurit Kerajaan yang menggunakan baju besi dipimpin oleh jenderal kerajaan mengepung Xiao Jian dan anaknya. “Kalian bertiga harus mati! Kalian tidak pantas memimpin kerajaan Wang ini!” Semua orang berlari sambil menyeret senjata mereka. Xiao Jian, Wangmei dan anaknya Xiao Tian diserang dari berbagai arah. “Bunuh!” “Bunuh!” Suara langkah kaki bergemuruh hingga menggetarkan Bumi. Melihat begitu banyak pasukan yang datang dari berbagai arah, Xiao Jian menatap mereka semua dengan penuh napsu pembunuh. “Mei’er, lindungi anak kita, aku akan membuka jalan agar kalian bisa selamat,” ujar Xiao Jian dengan suara yang berat. "Suamiku, aku tidak bisa meninggalkanmu mati sendirian. Jika kamu ingin mati, kita akan mati bersama," kata Wangmei dengan nada tegas, tanpa rasa takut menghadapi ribuan pasukan yang semakin mendekat. Wangmei melihat salah satu anggota kekaisaran dari Dinasti Ming. Namun sayang, orang dari Dinasti Ming hanya duduk menonton tanpa mempedulikan mereka. “Tidak! Jika kamu dan Tian’er mati, tidak akan ada yang mencari keadilan untuk kita. Tetapi, jika kalian selamat, kalian bisa mencari keadilan untukku dan juga orang-orangku yang mati di tangan mereka!" Xiao Jian mengeluarkan pedang berwarna hitam pekat. Lalu dia mengangkat pedangnya. “Bunuh!” Tanpa menunggu jawaban Wangmei, Xiao Jian mengikat anak istrinya dengan tenaga dalamnya, lalu dia berlari ke arah pasukan yang berada di hadapannya. Dia menyalurkan tenaga dalamnya ke dalam pada pedang dengan sangat kuat, lalu dia menebasnya dengan sangat ganas. Xiao Jian seperti binatang buas yang sedang mengamuk, setiap kali dia mengayunkan pedangnya, beberapa kepala akan terpenggal. Namun, walaupun jumlah lawan sangat banyak, beberapa tusukan dan tebasan pedang sudah melukainya. Klang ~~~~ Klang ~~~~ Suara benturan senjata terus terdengar. “Jangan biarkan dia melarikan diri!” Wang Chong berteriak dari jauh. “Yang mulia tidak perlu khawatir, tidak akan ada yang bisa meninggalkan tempat ini. Mereka bertiga akan mati!” Jenderal kerajaan menyahut dengan suara percaya diri. Shot ~~~~ Sebuah senjata menusuk dada Xiao Jian. Namun Xiao Jian tidak berteriak, dia bahkan berubah semakin ganas dan menakutkan. Plof, plof, plof …. Beberapa kepala berhasil dipenggal oleh Xiao Jian. Dia terus berlari sambil membunuh siapapun yang menghalangi jalannya. Setelah membunuh banyak orang, akhirnya Xiao Jian berhasil lepas dari kepungan banyak pasukan. Namun, walau dia sudah berhasil masih banyak pasukan yang berusaha mengejarnya. Tubuhnya sudah penuh dengan luka, tubuh yang terus menerus mengeluarkan darah. Hingga jubah putih yang mempesona, kini sudah berubah berwarna merah karena darah segar yang terus menerus keluar. Akhirnya, Xiao Jian berhenti berlari. "Istriku, kamu harus membawa Tian’er pergi dari Kota Wuyu, pergi sejauh mungkin, dan ingat, bahwa adikmu, paman anak kita, yang telah melakukan semua ini. Kalian harus membalas dendam untuk kematianku!" “Suamiku, tidak! Aku akan menemanimu di sini! Kita akan hidup dan mati bersama!” Wangmei tidak ingin meninggalkan suaminya yang sudah pucat pasi karena mengeluarkan darah yang banyak. “Tidak, kalian harus hidup. Pergi!” Xiao Jian melemparkan istri dan anaknya menjauh. Lalu dia berbalik dan menatap jenderal klan Wang dan seluruh pasukannya. “Aku akan membantai kalian semua.” Xiao Jian melompat sambil menebaskan pedangnya. Sekarang dia tidak menahan lagi tenaga dalamnya. Sebagai pendekar raja tingkat 6, kultivasi Xiao Jian cukup tinggi. Sedangkan Jenderal klan Wang hanya pendekar raja tingkat empat. Namun dia diuntungkan dengan jumlah. Shoott ~~~~ Xiao Jian menebaskan pedangnya, dan energi pedang langsung meluncur dengan kecepatan tinggi. “Aaahhh!” Ratapan suara yang menyedihkan terus terdengar. Banyak anggota klan Wang yang tubuhnya terpotong menjadi dua bagian. Shoott ~~~ Plof …. “Kakak ipar, aku tidak bisa lagi membiarkan terus hidup!” “Uhuk, uhuk, uhuk!” Xiao Jian berdiri mematung, dia terus menerus memuntahkan darah. Dia melihat pedang dengan racun yang terus menetes sudah menembus tubuhnya, bahkan jantungnya sudah hancur. Wang Chong telah muncul di belakang Xiao Jian, dan langsung menusukkan pedangnya. "Tidak... Ayah!" Xiao Tian yang melihat ayahnya tertusuk pedang berteriak histeris. Xiao Tian ingin kembali, namun ibunya menghentikannya. "Tian’er, kita harus pergi. Jangan sia-siakan perjuangan ayahmu yang menginginkan kita hidup!" “Tidak ibu, aku harus menyelamatkan ayah!” Xiao Tian meronta-ronta ingin melepaskan diri dari genggaman ibunya, namun ibunya tetap menahannya dan mereka berlari semakin cepat. Mata Xiao Tian sudah berubah menjadi merah, dia mengeluarkan air mata darah. Dia terus menatap ayahnya yang kini sudah tidak memiliki kesempatan lagi untuk hidup. Puluhan tombak dan pedang sudah menembus tubuh ayahnya dari depan dan belakang. Xiao Jian berdiri dengan pedangnya sebagai penopang. Dia menatap Wang Chong dengan tatapan penuh napsu membunuh. "Wang Chong, tidak akan lama lagi kematian menjemputmu. Anakku pasti akan membalaskan dendamku." Wang Chong mendengus dingin. "Kamu tidak perlu banyak berharap. Mereka tidak akan bisa melarikan diri! Aku akan mengirim mereka ke neraka untuk menemanimu!" Wang Chong menatap pasukannya. "Tangkap mereka dan bawa mereka dan bawa mereka kembali, entah hidup atau mati!" "Baik, Yang Mulai."Xiao Tian tetap tenang duduk, namun dalam hati ia terus mencari sesuatu. Lebih tepatnya, seseorang. Tatapannya mengamati sekitar, hingga akhirnya ia berkata dengan nada sopan namun penuh maksud, “Senior, aku tidak melihat nona Xiao Lian. Aku dengar dia adalah generasi muda Klan Xiao cabang yang paling berbakat. Walaupun aku tidak mengikuti kegembiraan di dunia Warisan Langit Berbintang, aku mendengar reputasi nona Xiao Lian sangat mengagumkan, bahkan bakatnya melebihi rata-rata generasi muda dari Klan Xiao inti.”Ucapan itu membuat sebagian orang dalam ruangan saling menoleh. Xiao Zhanfeng, yang duduk di kursi utama, tersenyum bangga. “Putriku saat ini sudah menjadi anggota Klan Xiao inti, dia tidak lagi tinggal di sini.”Mendengar itu, para anggota generasi muda dan para pemimpin kekuatan besar tidak terkejut. Bagi mereka, hal itu sangat wajar. Bakat Xiao Lian memang sangat mengagumkan, dan menjadi anggota Klan inti adalah konsekuensi logis dari pencapaian seperti itu.Namun, suasana
Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi tidak menjawab secara langsung. Namun, melalui transmisi suara yang hanya bisa didengar oleh Xiao Tian, jawabannya terdengar tegas.“Teman muda, buat mereka menderita! Tenang saja, aku akan menjamin keselamatanmu!”Xiao Tian mengangguk ringan.“Tetua, aku percaya padamu!”Setelah mengatakan itu, Xiao Tian melangkah perlahan ke halaman yang lebih luas. Setiap langkahnya menggema di tengah keheningan yang menegangkan. Ia menatap lurus ke arah para pemuda-pemudi yang telah berdiri dalam formasi, menunggu untuk menyerang.“Majulah bersama!”Suaranya bergema tanpa tekanan, namun justru itulah yang membuat mereka meledak dalam kemarahan.“Bajingan!”Teriakan kemarahan menggema dari lebih dari tiga puluh murid. Mereka melesat ke arah Xiao Tian tanpa menunggu komando lebih lanjut, aura mereka melebur membentuk gelombang tekanan yang kuat.Namun, baru saja mereka mendekat—di saat jarak hanya tinggal beberapa meter—auranya meledak!BAANG!!!Ledakan mengerik
“Patriark, jika seperti itu, aku ingin mengajukan permintaan.”“Katakan!”“Untuk mengikuti kompetisi generasi muda Terkuat Klan Xiao inti, seorang peserta harus benar-benar teruji. Karena mereka mewakili Alam Langit Berbintang. Aku ingin menantang salah satu dari mereka. Jika orang itu tidak bisa mengalahkanku, maka dia tidak pantas untuk ikut kompetisi!”Ucapannya tegas dan penuh percaya diri. Beberapa murid yang berdiri di belakangnya berseru pelan, tidak menyangka ia berani mengajukan tantangan langsung di hadapan para pemimpin kekuatan besar.Xiao Zhanfeng tersenyum kecil. Senyum yang samar, namun penuh makna. Ia masih berada di dalam Aula, tidak menunjukkan diri, membiarkan segalanya mengalir sesuai arah yang telah ia tentukan.Sementara itu, Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi, Pemilik Villa Hati Seribu Bintang, Pemilik Villa Hati Seribu Api Kelam, dan Pemimpin Paviliun Lonceng Emas masih berdiri di luar. Mereka belum memasuki Aula tamu, dan semuanya menatap situasi dengan pan
Setelah mereka tiba di wilayah Klan Xiao cabang, langit kembali beriak. Dua kapal perang lainnya melesat dari arah berlawanan dan muncul di samping kapal perang milik Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi.Kapal pertama memiliki desain hitam pekat, dikelilingi nyala api biru gelap yang menari sepanjang lambungnya. Itu adalah kapal perang dari Villa Seribu Api Kelam.Kapal kedua menjulang tinggi dengan struktur emas yang berkilau, di puncaknya berdiri lonceng besar yang mengeluarkan resonansi nyaris tak terdengar, namun menggetarkan dimensi. Itulah kapal perang Paviliun Lonceng Emas.Tujuh kekuatan tertinggi di Alam Langit Berbintang selain Klan Xiao cabang, kini tinggal empat, karena ketiga lainnya sudah dimusnahkan oleh Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi dan Pemilik Villa Hati Seribu Bintang.Setelah mereka merapat, pelataran utama dibuka. Tidak lama kemudian, seorang pria paruh baya melangkah dari balik istana utama. Sosoknya tegap, jubahnya berlapis ungu tua dengan sulaman kilat
Setelah pasca serangan besar yang mengguncang Villa Hati Seribu Bintang, Xiao Tian memilih mengasingkan diri. Ia kembali ke kuil leluhur yang sunyi dan menjauhkan diri dari hiruk-pikuk pemulihan.Di sana, di bawah langit yang kembali tenang, ia memusatkan seluruh perhatiannya pada satu hal—teknik Murka Naga Ilahi.Hari-hari berlalu tanpa suara. Ia tenggelam dalam dunia teknik itu, menembus setiap batas, menyatu dengan amarah yang menjadi sumber kekuatan naga. Alam sekitarnya menghormati keheningan itu, seakan tahu bahwa di tempat itu, ada kekuatan yang tengah dikobarkan dari dasar jiwa.Namun, satu bulan kemudian, ketenangan itu pecah oleh kedatangan sosok yang tak asing.Pemilik Villa Hati Seribu Bintang melangkah masuk ke dalam pelataran kuil, membawa udara penting dan sedikit kegelisahan.“Teman muda Xiao Tian,” ucapnya perlahan, menghentikan langkah Xiao Tian yang baru saja menyelesaikan satu putaran tekniknya. “Ada perubahan besar untuk acara kompetisi generasi muda terkuat Klan
Xiao Zhanfeng berdiri di tengah lantai hitam, tubuhnya tegap, napasnya perlahan kembali stabil. Namun, di balik ketenangan itu, ada kekacauan yang tersembunyi. Matanya menatap ke depan, tapi tidak fokus. Bukan karena kehilangan, bukan pula karena penyesalan, melainkan karena rasa sakit yang terus menggigit dari balik wajah tampannya.Dengan satu gerakan tangan, ia membentuk segel khusus. Segel itu berpendar merah darah, seperti pola kutukan kuno yang ditulis dengan darah binatang suci.Wajah itu berubah.Bukan perubahan biasa, bukan teknik ilusi.Retakan-retakan samar muncul di kulit wajah yang tampan itu, lalu bergeser perlahan, membuka lapisan palsu dan memperlihatkan kebenaran mengerikan yang tersembunyi di baliknya.Kulit wajahnya busuk, gelap seperti arang terbakar. Luka bakar menjalar dari pelipis hingga dagu, mengelupas seperti kulit mati yang membatu. Dagingnya terlihat seperti meleleh, menghitam dan berdenyut lembut, seolah setiap helai jaringan di dalamnya menyimpan dendam y
Walaupun bencana telah berakhir, riak dari pertarungan tadi membuat banyak kehancuran. Langit belum sepenuhnya kembali jernih, dan aroma kehancuran masih menggantung tipis di udara. Villa Hati Seribu Bintang yang dulunya megah dan bersinar kini dipenuhi debu dan reruntuhan.Gunung-gunung penjaga di sekeliling villa hancur sebagian. Banyak gedung mewah runtuh, menjadi puing-puing tak berbentuk. Namun, tidak ada tangisan. Tidak ada ratapan. Orang-orang Villa Hati Seribu Bintang bergerak cepat, bergotong royong merapikan kekacauan.Tetua-tetua bergerak cepat menegakkan kembali formasi pelindung darurat, sementara para murid inti mengangkat tubuh-tubuh terluka dan memindahkan reruntuhan. Langit dipenuhi suara perintah, langkah kaki, dan gemuruh dari batu-batu besar yang dipindahkan.Ketika mereka masih sibuk menata kembali Villa Hati Seribu Bintang, Xiao Tian berdiri di salah satu puncak bangunan yang separuhnya telah hancur. Matanya memandang ke langit yang perlahan memulihkan diri. Tapi
Semua orang menyaksikan sebuah naga biru gelap melingkar di udara. Lingkaran energi itu meluas perlahan seperti pusaran tak berujung. Dari tengah pusaran itu, muncul wujud seekor naga biru gelap. Ketika naga biru gelap itu muncul, tekanan dari puluhan gunung raksasa itu menghilang sepenuhnya. Seolah waktu sendiri terhenti untuk memberi jalan pada kehadiran naga itu. Tidak ada lagi yang bergerak. Gunung-gunung itu diam di udara, tidak bergeming sedikit pun. Bahkan suara pun ikut menghilang. Semua seperti dibekukan. Tidak hanya gunung-gunung raksasa yang berhenti tertahan. Tapi seluruh alam berhenti. Aliran dimensi tidak mengalir, denyut waktu terdiam. Detak jantung para Tetua, para murid, dan bahkan musuh-musuh mereka terasa melambat. RHOOAAR!!! BOOM!!! Naga biru gelap itu membuka mulutnya. Dari dalam kerongkongan raksasanya, muncul gelombang sonik tak terlihat, tapi daya rusaknya mutlak. Gelombang itu melesat ke langit, menyentuh puluhan gunung yang telah membeku di udara.
Pemimpin Paviliun Bayangan Naga Abadi membentuk segel tangan. Telapak tangannya menciptakan lingkaran rumit dari simbol ilahi. Kemudian, energi ilahi yang sangat padat meletus dari tubuhnya, memancar naik ke langit. RHOOAAR!!! RHOOAAR!!! Muncul sembilan naga raksasa lain. Tubuh mereka berlapis sisik perak dengan aliran energi yang mengalir seperti sungai petir. Naga-naga itu melesat menyerang dari berbagai arah, menerobos dimensi untuk menyergap dua puluh tubuh Dewa Darma. Namun, saat masih berenang di udara, pemimpin kelompok itu mendengus dingin. Suara dengusannya memantul di segala penjuru. “Kamu pikir bisa mengalahkan ku dengan serangan ini? Hahaha, mimpi fantasi. Walaupun sembilan belas tubuh Dewa Darma lainnya adalah Klon, kekuatan mereka bukan kloning!” Tubuh-tubuh Dewa Darma raksasa itu menghilang sekejap, seperti menguap dari pandangan. Saat mereka muncul kembali, posisi mereka sudah berubah. Mereka telah berada tepat di belakang naga-naga itu. Tanpa memberi waktu bere