Share

Kupelihara Gundik yang Suamiku Cintai
Kupelihara Gundik yang Suamiku Cintai
Author: Phoenixclaa

Tragedi Menyakitkan

Author: Phoenixclaa
last update Last Updated: 2025-04-16 22:20:28

Langit sore tampak murung. Mendung menggantung rendah, seolah menahan tangis yang belum sempat jatuh.

Di ruang tamu rumah minimalis bercat abu muda itu, Aira tengah menyusun bunga mawar putih di vas kaca bening. Tangannya bergerak tenang, namun pikirannya jauh melayang.

Hari ini adalah ulang tahun pernikahan mereka yang ketujuh.

Tujuh tahun. Bukan waktu yang singkat untuk mempertahankan rumah tangga. Tujuh tahun membesarkan dua anak, melewati suka duka, jatuh bangun bersama Revan, lelaki yang dulu ia pilih dengan seluruh hatinya.

Ia masih ingat saat pertama kali Revan melamarnya dengan sederhana tapi penuh keyakinan. Tidak ada pesta mewah, hanya dua hati yang saling percaya bahwa mereka akan saling menjaga.

Aira melirik jam dinding. Hampir pukul lima sore. Revan bilang akan pulang lebih awal hari ini. Ada rencana makan malam bersama, katanya.

Aira tak banyak berharap Revan memang bukan tipe romantis, tapi perhatian kecilnya selama ini sudah cukup membuat Aira yakin bahwa rumah tangga mereka baik-baik saja.

Ia menghela napas, menyentuh lembut kelopak mawar yang baru ia susun. Di balik senyumnya yang hangat, Aira adalah perempuan yang selalu belajar menerima.

Bukan karena ia tak punya pilihan, tapi karena ia percaya, cinta butuh pengorbanan. Dan Aira sudah mengorbankan banyak hal untuk pernikahan ini, mimpinya, pekerjaannya, dan sebagian dirinya sendiri.

Suara deru mobil di depan rumah membuatnya menoleh. Ia tersenyum tipis lalu berjalan ke arah pintu.

“Revan pulang,” gumamnya.

Namun senyumnya hilang begitu pintu terbuka.

Bukan hanya Revan yang berdiri di sana. Tapi juga seorang wanita tinggi semampai, rambut panjang bergelombang, dan mata yang dulu sangat Aira kenal.

Tania.

Sahabat lamanya. Sahabat yang menghilang lima tahun lalu tanpa kabar. Sahabat yang dulu ia anggap lebih dari saudara.

“Ta–nia?” suara Aira tercekat.

Tania tersenyum. “Hai, Aira. Lama nggak ketemu ya.”

Aira menoleh pada Revan, menunggu penjelasan. Tapi lelaki itu hanya menunduk, terlihat gelisah. Ada sesuatu yang salah. Nalurinya berteriak. Tapi otaknya menolak menyimpulkan apa pun.

“Aku… kita perlu bicara,” ucap Revan akhirnya.

“Ayo masuk dulu,” Aira berusaha tetap tenang, meski jantungnya berdebar hebat.

Ketiganya duduk di ruang tamu. Tania duduk di sisi Revan, terlalu dekat untuk ukuran seorang tamu. Aira duduk di seberang mereka, merasa asing di rumahnya sendiri.

“Aku minta maaf karena nggak bilang dari awal,” Revan memulai. “Tapi aku harus jujur sekarang. Tania… dia sekarang istriku.”

Sunyi. Detik terasa seperti jam.

Aira mengerjap, seolah telinganya salah dengar.

“Istrimu?” ulangnya lirih.

Revan mengangguk. “Aku menikahinya dua bulan lalu.”

Kata-kata itu menghantam Aira seperti palu godam. Ia menatap Tania yang hanya tersenyum tipis tanpa rasa bersalah. Dunia Aira runtuh dalam sekejap.

“Aku... sahabatmu, Tan,” bisik Aira. “Kenapa?”

Tania tak menjawab. Revan yang kembali bersuara.

“Awalnya aku nggak pernah berniat, tapi semuanya terjadi begitu saja. Aku butuh seseorang yang mengisi rasa bosanku padamu, dan Tania datang waktu itu... dan semuanya mengalir.”

Aira menatap suaminya tak percaya. “Mengalir? Seperti itu saja kamu menikahi sahabatku?”

“Ini nggak adil buatku juga, Ra. Aku tetap sayang kamu. Aku masih suamimu. Tapi sekarang… aku juga punya tanggung jawab sama Tania.”

Tawa kecil meluncur dari mulut Aira. Bukan tawa bahagia tapi tawa getir, kejam, dan hampa.

“Sayang? Kamu menyebut ini sayang?”

Ia berdiri, matanya berair tapi tak ada air mata yang jatuh. Luka itu terlalu dalam untuk ditangisi. Terlalu membingungkan untuk dimengerti.

“Aku akan masuk ke kamar. Kalau kalian masih ingin tinggal di sini malam ini, silakan. Aku terlalu lelah untuk marah.”

Dengan langkah pelan tapi tegas, Aira meninggalkan ruang tamu dan masuk ke dalam kamar. Di balik pintu, ia bersandar, menahan tubuhnya yang gemetar.

Tangannya menutupi mulut, menahan isak yang akhirnya pecah juga. Tapi air mata itu tak hanya karena dikhianati oleh suaminya lebih dari itu, ia merasa kehilangan dirinya sendiri.

Dikhianati oleh sahabat, oleh orang yang ia percayai, adalah luka yang tak punya nama. Tak bisa digambarkan. Tak bisa disembuhkan dengan kata maaf.

Malam itu, Aira tidur dalam keheningan. Anak-anaknya sudah menginap di rumah ibu Aira.

Rumah yang biasanya hangat itu kini terasa asing. Sunyi. Dingin. Dan ia tahu, setelah hari ini, tidak ada yang akan sama lagi.

Matahari pagi menyelinap malu-malu di balik tirai kamar. Aira terbangun bukan karena tidur yang nyenyak, tapi karena rasa perih yang masih mengendap di dadanya.

Bekas tangis semalam masih terasa di kelopak mata. Ia menatap langit-langit kamar, kosong. Hampa.

Perlahan ia bangkit. Di luar kamar, suara-suara samar terdengar dari dapur. Aira tahu betul suara itu suara tawa kecil dari ibu Revan.

Mertua yang dulu begitu ia hormati. Yang dulu memanggilnya “nak” dengan hangat.

Dengan langkah ringan, ia mendekati dapur. Dan di sana, ia melihat pemandangan yang membuat hatinya mencelos.

Tania masih dengan wajah tenang dan senyum tipisnya tengah mengobrol akrab dengan Ibu Revan, sambil menyiapkan sarapan.

“Aku bikin kesukaan Revan, Bu. Telur dadar gulung dan sup ayam jahe. Dia pasti senang,” ucap Tania riang.

Ibu Revan mengangguk. “Bagus, Tan. Revan memang butuh perempuan yang bisa ngurus dia dengan baik. Maafkan Aira ya… dia terlalu fokus sama anak-anak dan rumah. Kadang lupa kalau suaminya juga butuh diperhatikan.”

Aira berdiri membeku di ambang pintu. Tenggorokannya tercekat. Napasnya sesak.

Jadi ini sudah direncanakan? Sudah disetujui? Mereka semua tahu?

Tak sengaja, ia menyentuh sisi meja, menimbulkan bunyi kecil. Dua pasang mata itu langsung menoleh ke arahnya.

“Oh… Aira,” Ibu Revan berkata, cepat mengganti ekspresi. “Kamu sudah bangun, Nak?”

Aira hanya diam. Menatap bergantian antara wanita yang dulu ia panggil sahabat dan wanita yang dulu ia panggil ibu.

“Kamu pasti kaget, ya,” Tania membuka suara, dengan nada yang terdengar seperti simpati tapi terasa seperti racun.

“Tapi aku dan Revan… kami memang sudah saling merasa cocok. Dan Ibu tahu soal ini sejak awal. Kami cuma belum tahu cara ngomongnya ke kamu.”

“Cara ngomongnya?” Aira tertawa pelan, getir. “Kalian semua sepakat diam dan pura-pura demi apa? Menjaga perasaan aku?”

Ibu Revan menghela napas. “Aira… kamu perempuan baik. Tapi kadang dalam rumah tangga, cinta saja nggak cukup. Revan butuh ketenangan, dan kamu terlalu keras pada diri sendiri. Kami cuma ingin yang terbaik buat dia.”

“Kalian?” Aira menatap mereka dengan mata berkaca-kaca.

“Kalian ingin yang terbaik untuk Revan? Tapi bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan anak-anak? Kami ini apa?”

Tania membuka mulut, tapi Aira mengangkat tangan, menghentikannya.

“Jangan,” ucapnya lirih. “Jangan beri aku penjelasan seolah semua ini logis dan bisa diterima. Karena tidak.”

Air mata menetes perlahan, akhirnya jatuh juga setelah semalam tertahan. Tapi kini bukan hanya karena patah hati tapi karena dikhianati oleh orang-orang yang selama ini ia jaga, ia sayangi, ia percaya.

Aira melangkah mundur, meninggalkan dapur, meninggalkan kebohongan yang mendidih di balik wajah-wajah penuh kepura-puraan.

Ia menuju kamar, meraih ponselnya, dan menekan nomor satu nama yang paling ia hindari selama bertahun-tahun Fikar, kakak kandungnya. Satu-satunya yang pernah memperingatkannya tentang Revan sejak awal.

Suara di seberang terdengar kaget.

“Aira? Kamu… akhirnya nelepon juga.”

Butuh waktu beberapa detik sebelum Aira bisa bersuara.

“Aku butuh bantuanmu, Kak.”

Hening. Lalu suara lembut itu menjawab, penuh ketegasan.

“Aku akan jemput kamu sekarang.”

Aira menatap ke luar jendela. Langit tak lagi murung, tapi hatinya masih berawan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kupelihara Gundik yang Suamiku Cintai   Kepalsuan

    Sejak kerja samanya dengan OnGin mulai berjalan lancar kembali, Aira makin sibuk. Ia mulai sering diundang ke studio produksi, mengikuti sesi desain dan fitting, bahkan beberapa kali tampil di media sosial brand tersebut sebagai wajah dari lini “Embrace Real”.Hari-harinya kini padat. Pagi-pagi ia menyiapkan sarapan dan keperluan Aluna, mengantar anaknya sekolah, lalu meluncur ke tempat kerja. Pulang pun sering kali malam, saat Aluna sudah tertidur.Di balik keberhasilan itu, Aira dihantui rasa bersalah. Ia mencoba menyeimbangkan peran sebagai ibu dan pekerja, tapi waktu seperti terus mencuri kebersamaan mereka.Aluna mulai sering sendiri di rumah. Dan di situlah Tania mulai menampakkan warna aslinya.“Aluna sayang, makan sendiri ya. Tante lagi ada hal penting banget,” ujar Tania dengan senyum tipis… sambil men-scroll feed Instagram. Layar ponselnya gelap, tak ada suara apa-apa.Aluna mengangguk kecil, lalu duduk di meja makan sendirian. Nasi mulai dingin, ayam gorengnya keras. Tapi i

  • Kupelihara Gundik yang Suamiku Cintai   Kesempatan Emas

    Dua minggu setelah kejadian dengan Tania, sebuah video sederhana Aira tengah menjahit sambil menemani Aluna belajar viral di I*******m.Caption-nya singkat:"Kami mungkin tak sempurna. Tapi kami saling menjaga. Aku, dan gadis kecilku."Tak disangka, video itu ditonton puluhan ribu kali dalam sehari. Komentar pujian berdatangan. Banyak perempuan yang merasa terwakili. Ada yang bilang: “Akhirnya ada sosok ibu tangguh yang nyata,” ada juga yang menulis, “Lihat ini bikin aku malu pernah menyerah.”Beberapa hari setelahnya, Aira menerima pesan dari sebuah brand modest fashion lokal yang cukup ternama: OnGin.Mereka ingin bekerja sama: memberi modal bahan, desain eksklusif, dan memasarkan karya Aira lewat platform mereka. Nama Aira akan tercantum sebagai "Creative Artisan."Tangannya gemetar saat membaca email itu. Ia menutup laptopnya, lalu segera berjalan ke arah Revan yang sedang duduk di ruang tengah menatap layar TV kosong.“Van,” katanya dengan suara nyaris bergetar, menahan gejolak an

  • Kupelihara Gundik yang Suamiku Cintai   Mulai Bekerja

    Sudah sebulan sejak Raka dimakamkan. Rumah itu kini terasa sunyi. Tidak ada lagi tawa kecil yang memanggil "Mama" sambil membawa mobil-mobilan.Tidak ada lagi tangisan malam karena mimpi buruk. Hanya Aluna yang masih hadir dan diam-diam mulai sering berbicara sendiri, seolah berharap kakaknya bisa kembali.Aira berusaha bertahan. Ia kembali menjalani rutinitas sebagai ibu rumah tangga: memasak, membersihkan, mengurus Aluna. Tapi hatinya masih patah. Dan sekarang, tekanan hidup mulai menyusul luka batin yang belum pulih.Tagihan mulai menumpuk. Biaya sekolah Aluna, kebutuhan dapur, listrik, dan sekarang bahkan untuk keperluan sederhana pun Aira harus berhitung.Sementara Revan belum juga mendapat promosi seperti yang dijanjikan kantornya. Justru sejak isu di rumah sakit menyebar samar-samar, citranya mulai dipertanyakan.Revan makin sering pulang larut. Wajahnya tegang. Dan Tania pun mulai jarang muncul entah karena canggung, atau sedang menyusun skenario baru.Suatu sore, Aira duduk di

  • Kupelihara Gundik yang Suamiku Cintai   Kehilangan Buah Hati

    Beberapa hari setelah insiden dirumah, Aira tidak lagi mengurus tentang keracunan Raka, ia ingin fokus anaknya sembuh dulu.Hari itu, Aira mendapat panggilan dari pihak sekolah Aluna. Katanya, ada urusan mendesak soal administrasi dan kesehatan yang harus ia urus langsung da haya tinggal Aluna yang belum selesai karena Revan tidak kunjung merespon panggilan.Meski berat, Aira terpaksa meninggalkan rumah sakit sebentar, percaya bahwa Raka aman bersama tim medis yang sudah ia percayai.Sebelum pergi, Aira mencium kening putranya yang tertidur. “Mama cuma sebentar ya, Nak… Mama balik cepat.”Namun Aira tak tahu, ini adalah celah yang telah ditunggu.Tania, yang diam-diam menyuap salah satu petugas keamanan rumah sakit, tahu persis kapan Aira pergi. Begitu mobil Aira meninggalkan area parkir, Tania dan ibu Revan muncul di lorong, berpura-pura sebagai keluarga pasien.Mereka mendesak petugas jaga. “Kami keluarga kandung. Ibunya keluar sebentar. Kami hanya ingin menemani cucu dan keponakan k

  • Kupelihara Gundik yang Suamiku Cintai   Suami Gelap Mata

    Malam itu, Aira duduk di bangku lorong rumah sakit. Di tangannya tergenggam nota tagihan rawat inap Raka yang belum lunas. Ia tahu, jika tak segera dibayar besok pagi, Raka bisa saja dipindahkan ke ruang perawatan yang lebih sederhana, atau bahkan ditunda pengobatannya.Aira menatap jemarinya yang mulai gemetar.Ia membuka tas kecilnya dan mengeluarkan kotak beludru tua.Di dalamnya, beberapa perhiasan emas yang dulu ia simpan baik-baik, hadiah pernikahan dan hasil kerja kerasnya saat masih bekerja kantoran.Tanpa ragu, ia menutup kotak itu, berdiri, dan malam itu juga, ia naik ojek ke sebuah toko emas tua yang masih buka 24 jam di dekat pasar induk.“Tolong,” ucapnya pada si pemilik toko, “saya ingin gadai ini. Saya butuh dana secepatnya.”Pemilik toko melihat perhiasan itu. “Ini lumayan nilainya, Bu. Tapi apa Ibu yakin?”Aira hanya tersenyum tipis. “Tidak ada yang pasti dalam hidup, Pak. Kecuali satu: seorang ibu tidak akan tinggal diam ketika anaknya sakit.”Keesokan harinya, tagih

  • Kupelihara Gundik yang Suamiku Cintai   Terlalu Licik

    Malam itu, di ruang perawatan anak, Aira duduk di samping tempat tidur Raka. Anak itu tampak lemah, wajahnya pucat. Selang infus terpasang di tangan kecilnya.Aluna tertidur di sofa kecil, masih memeluk bonekanya. Tapi Aira tak bisa tidur. Pandangannya kosong, namun pikirannya tajam dan bekerja keras.Ia mengingat kembali semua kejadian: makanan yang tiba-tiba ditolak Raka karena “nggak enak”, muntah yang datang mendadak, Aluna yang menangis karena cubitan, hingga bekas luka samar itu.Aira mengeluarkan ponselnya. Ia membuka riwayat panggilan… dan menekan satu nama.“Dok, saya Aira… Saya butuh bantuan. Bukan untuk rawat anak saya… tapi untuk tahu apa yang masuk ke tubuhnya.”Di seberang sana, suara dokter kenalannya terdengar lembut, namun terkejut. “Kamu curiga diracuni?”Aira menghela napas dalam.“Saya nggak curiga, Dok. Saya yakin. Tapi saya butuh bukti, bukan emosi.”Keesokan harinya, ketika Revan datang menjenguk, Aira tak banyak bicara. Ia tampak tenang. Terlalu tenang.“Gimana

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status