Share

Bab 4 Sikap Licik Aurel

Seketika lidah merasa kelu dan desir darah seolah berhenti mengalir dari tubuhnya. Sungguh, pernyataan yang baru saja Neisha dengar menghujam jantungnya.

"Jadi siapa Melodi?" tanya Neisha menatap manik hitam Arsen yang juga menatapnya dengan keputusasaan.

Arsen tahu jika dirinya memberikan luka pada wanita yang kini masih berstatus sebagai istrinya itu. Namun, janjinya pada Adipati tidak bisa ia abaikan begitu saja.

"Aurel dan Melodi adalah anak dan istri dari temanku. Dia meninggal karena menyelamatkan aku," jelas Arsen.

"Lalu kamu menceraikan aku untuk bersama mereka?" cecar Neisha. Kali ini tidak ada getaran dalam suara wanita cantik itu. Ia sudah bertekad semalam untuk menjadi kuat.

"Mereka membutuhkan aku …."

"Aku juga!" potong Neisha menyela kalimat Arsen.

"Mereka tidak mempunyai sandaran hidup."

"Orang tuaku meninggal dan suamiku akan menceraikan aku. Apa aku punya sandaran?" cibir Neisha yang membuat Arsen tidak dapat membalas kalimat sang istri.

Sebab Neisha hanya hidup sebatang kara, Damira, ibu Arsen menjodohkan mereka. Pertemanan yang terjalin lama antara Damira dan ibu Neisha yang membuat wanita paruh baya itu menginginkan Neisha menjadi menantunya.

Arsen tidak dapat menolak ataupun mengelak dari permintaan sang ibu yang telah melahirkannya. Pria itu tidak mampu menyakiti hati seorang wanita.

Saat pernikahan yang digelar cukup mewah itu terlaksana, sepasang mata yang syarat akan luka menatap Arsen dengan kesedihan yang mendalam. 

Aurel menatap sepasang pengantin dengan mata yang mencemooh karena Aurel menganggap Arsen lupa akan janjinya pada mendiang suaminya, Adipati.

"Neisha …."

"Sudah aku katakan, beri aku waktu satu bulan untuk membuatmu mencintaiku dan jika selama waktu itu aku tidak mampu … aku akan mundur dan menyerah pada cintamu," pinta Neisha menatap lekat Arsen yang masih mencoba menyela pembicaraannya.

Malam itu, Arsen begitu khawatir dengan keadaan Melodi karena demam tinggi serta gadis cilik itu mengigau namanya. Membuat Arsen tak kuasa menahan rasa iba pada anak sahabatnya.

Mimik wajah yang mengisyaratkan kekhawatiran juga jelas tergambar dalam wajah Aurel. Ibu mana yang sampai hati melihat anaknya merasakan sakit? Berkali-kali Aurel menyeka keringat yang bercucuran di dahi anak gadisnya.

Masih jelas terngiang dalam ingatan Arsen semalam tentang apa yang dikatakan Aurel padanya.

"Melodi selalu menanyakan kamu, Mas. Aku mencoba meneleponmu, tapi tidak ada jawaban." Begitu ungkapnya.

"Maafkan aku. Aku akan selalu berada di samping kalian mulai saat ini." Entah sadar atau tidak, kalimat Arsen yang baru saja dikatakannya pada Aurel akan membuat wanita lain terluka.

***

Senyum sumringah terpancar dari bibir tipis milik Neisha. Wanita begitu bahagia kala sang suami pulang membawa buket bunga mawar yang indah untuknya.

Melihat bagaimana senyum manis Neisha membuat Arsen tanpa sadar ikut tersenyum meski itu hanya tipis. Jika diingat ini adalah kali pertama pria itu memberikan bunga untuk Neisha.

"Terima kasih, Mas," ucap Neisha yang kemudian menghirup aroma wangi mawar yang ada dalam genggamannya.

Setelah perselisihan mereka pagi tadi, kini Arsen pulang dari kantor membawa cantiknya bunga mawar untuk wanita yang cantik pula.

Arsen memiliki sebuah perusahaan kain terbesar di kota. Perusahaan yang dibangun dan diwariskan dari sang ayah yang begitu menyukai bisnis.

"Sama-sama," jawab Arsen kemudian melangkahkan kakinya menuju sofa. Pria itu ingin mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

Sudah dua minggu ini Neisha melihat perubahan dalam sikap Arsen. Pria itu tidak lagi menjawab 'Hm' saat Neisha bertanya. Hal itu membuat Neisha memiliki harapan besar akan keutuhan rumah tangganya.

"Akan aku buatkan kopi," ujar Neisha yang sudah meletakkan buket bunga mawar di atas meja.

"Tidak perlu. Aku akan pergi lagi." 

"Apa?" Bukan Neisha tidak mendengar apa yang dikatakan oleh Arsen. Wanita itu hanya ingin memperjelas pendengarannya saja.

"Melodi menelepon dia bilang merindukanku," ungkap Arsen yang membuat Neisha menyipitkan matanya.

Melodi, sudah 14 hari ini Neshia tidak mendengar Arsen menyebutkan nama anak kecil yang menjadi prioritas utama suaminya itu. Namun, kini nama itu kembali terucap oleh bibir tebal Arsen.

Jika dibandingkan dengan dirinya, Neisha tahu tidak dapat menggantikan posisi bocah cantik itu. Gadis cilik itu benar-benar telah mempunyai ruang di hati Arsen … dengan alasan rasa hormatnya pada mendiang ayah Melodi.

Ingin rasanya Neisha berteriak di depan wajah Arsen untuk tidak lagi memperdulikan mereka. Namun, Neisha tahu bagaimana rasanya menjadi sebatang kara.

"Pulanglah sebelum malam semakin larut. Aku ingin memasakkan sesuatu untukmu." Membawa buket mawar yang tadi ia letakkan di atas meja, Neisha menuju dapur untuk mengambil minum.

Arsen menatap lekat punggung ringkih sang istri yang berjalan semakin menjauh. Ingin rasanya Arsen berlari dan memeluk Neisha dari belakang dan meletakkan dagunya pada bahu mungil sang istri.

'Janji sialan,' batinnya marah.

Ah, andai Neisha tahu bahwa hati Arsen telah dimilikinya sejak lama. Neisha tidak akan menanggung lara hati yang begitu dalam.

Di sisi lain, Arsen tidak bisa mengabaikan Melodi begitu saja. Gadis cilik itu membutuhkan sosok ayah yang akan menjaganya.

***

"Ayah, menginap di sini saja," rengek Melodi yang kini duduk di pangkuan Arsen dengan begitu nyaman.

Ya, Melodi memang memanggil Arsen dengan sebutan ayah. Arsen sendiri yang memperbolehkan Melodi memanggilnya seperti itu.

Sedang di dapur, wanita yang memakai kaos berwarna merah muda dan juga celana panjang tengah sibuk di dapur sembari mengamati anak semata wayangnya bercengkrama dengan Arsen. Pria yang mampu mencuri hatinya dari Adipati.

Merasa seperti sebuah keluarga yang utuh, Aurel mengembangkan senyum di bibirnya. Bahagia tak terkira kala Arsen begitu perhatian pada dirinya dan sang putri. Katakanlah ia jahat karena menganggap kematian suaminya sebagai berkah karena Arsen semakin dekat dengannya.

"Tidak bisa, ayah harus pulang malam ini."

Bukan hanya Melodi yang sedih, tetapi juga Aurel merasa sesak di dadanya. Mengerucutkan bibirnya yang malah terlihat lucu, Melodi memeluk Arsen dengan erat.

"Ayah, kenapa sekarang jarang ke sini?" tanya Melodi dengan polosnya.

Ya, Aurel juga ingin tahu mengapa Arsen sekarang sangat jarang menemui mereka. Jika dulu hampir setiap hari pria itu dengan senang hati menemui Aurel dan Melodi.

Tanpa sengaja mata Aurel dan juga Arsen pun bertemu. Mereka saling menatap dengan pandangan yang sulit dijelaskan. Terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan Melodi, Arsen mengatupkan bibirnya.

"Ayah banyak pekerjaan, Sayang. Maaf, ya." Mengusap rambut lurus Melodi dengan lembut, Arsen berharap jawabannya dapat membuat gadis itu mengerti.

Jika Melodi percaya maka tidak dengan Aurel. Wanita itu mendengus mendengar jawaban Arsen yang klasik. Jelas bukan itu alasan Arsen jarang mengunjungi mereka dan tentu saja Aurel jawabannya.

Wanita itu!

Aurel tidak ingin melihat anaknya bersedih karena jarangnya ia bertemu dengan Arsen. Terserah orang akan mengatakan ia gila atau semacamnya.

Tanpa sepengetahuan Arsen, Aurel dengan lancangnya mengambil nomor ponsel Neisha dan menghubungi wanita itu untuk bertemu esok hari.

Jika perlu ia harus menjadi wanita yang tidak tahu diri untuk merebut kembali seluruh atensi Arsen padanya dan juga untuk Melodi.

Melepas apron yang melekat di tubuhnya, Aurel membawa dua piring nasi goreng yang baru saja selesai ia buat. 

Menghampiri sumber kebahagiaannya dengan senyum yang merekah. "Melodi, turun dari pangkuan Ayah dan makan, ya?" bujuk Aurel yang langsung dituruti Melodi.

Lihatlah, mereka benar-benar bak keluarga kecil yang bahagia.

Mengambil ponselnya, Aurel mengambil foto dan memotret gambar Melodi serta Arsen yang sedang makan bersama. Siapa yang menyangka jika dengan liciknya Aurel mengirimkan foto itu pada Neisha.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status