Anaya yang duduk santai memejamkan matanya tidak menyadari jika seseorang menatapnya dengan tatapan dalam penuh makna dan niat yang kuat. Liam langsung duduk di kursi di sebelah Anaya dengan muka tanpa dosa sehingga aroma parfum nya membuat Anaya menegakkan tubuhnya seraya membuka mata. "Anda!" seru Anaya dengan wajah sangat terkejut melihat pria tampan yang menghabiskan malam panjang bersamanya beberapa minggu yang lalu tiba-tiba ada di sampingnya. "Yes, Sweetheart. Ini aku," sahut Liam dengan menaikan sebelah alisnya. Anaya memutar bola matanya melihat ekspresi sok akrab Liam yang membuat Anaya kesal pada pria itu. "Ck, bagaimana bisa kita bertemu lagi disini! Dunia ini ternyata sempit sekali," celetuk Anaya dengan ketus dan jutek. "Hehehehe, karena kita berjodoh makanya Tuhan selalu mempertemukan kita tanpa kita rencanakan," kekeh Liam tidak peduli dengan sikap jutek dan ketus Anaya. Naren yang duduk diam-diam dibelakang mereka berdua tanpa sepengetahuan Anaya
Narendra menelan kasar ludahnya melihat tatapan elang Liam yang sangat tajam bagaikan pedang yang siap menebas leher musuhnya. "S-saya ha-hanya menyampaikan laporan da-dari Akash, Sir!" sahut Naren dengan gelagapan saking gugupnya. Meskipun sudah sering berinteraksi dengan sikap dingin, cuek, dan angkuhnya Liam, Naren masih saja takut dan bergetar jika laki-laki itu mengeluarkan aura dominannya. Liam sedang meeting penting beberapa bulan lalu saat mendapatkan kabar jika keponakannya dimasukkan ke rumah sakit jiwa. Liam berang dan marah mendengar apa yang dialami keponakannya saat ia jauh dari gadis malang itu. Liam yang sudah terlanjur terikat kerjasama dengan pihak penting itu tidak bisa mangkir seenaknya karena ini menyangkut kehidupan banyak karyawan nya. Dengan berat hati ia terpaksa undur pulang ke Indonesia sampai urusannya selesai. Namun saat ia sudah kembali, sang keponakan malah menghilang dari rumah sakit karena kabur dengan sengaja. "Beritahu Akash untuk menungg
Dua hari telah berlalu sejak kejadian Anaya melampiaskan emosinya pada Raka sehingga berujung komanya pria itu. Anaya yang mendapatkan laporan dari orang suruhannya Valerie tidak ambil pusing atau tidak merasa bersalah sama sekali akan keadaan Raka meski pria itu masih berstatus suami sahnya. Perempuan itu malah berniat untuk healing sambil mengajak Roxy menemukan suasana baru sambil menyenangkan diri sendiri. "Roxy, bagaimana kalau kita berdua healing sejenak mencari suasana baru? Banyaknya masalah yang mendatangi ku beberapa bulan ini membuat pikiranku buntu," ucap Anaya di sela-sela aktivitas santainya sore ini. Kedua perempuan itu duduk selonjoran di kursi panjang yang memang khusus Anaya beli untuk ditaruh di teras belakang rumah tersebut sebagai tempat bersantai menikmati angin sepoi-sepoi. "Memangnya kakak mau kemana? Kalau keluar negeri aku gak punya paspor. Semua identitas ku ada pada tangan kanan Daddy Liam," tanya Roxy dengan mengatakan dia tidak punya identitas resmi.
Anaya terpaksa membuka matanya mendengar suara berisik Valerie yang kaget dengan apa yang ia ucapkan tadi. Ia bangkit dari rebahannya dan duduk dengan bersandar di sandaran sofa sembari membuang kasar napasnya. Sepertinya ia tidak bisa lagi menyembunyikan apa yang terjadi pada rumah tangganya pada Valerie."Eum, sebenarnya..., gue," ucap Anaya ragu dan sedikit malu mengumbar aib rumah tangganya meskipun dengan sahabatnya sendiri. "Ngomong yang jelas sama gue, Anaya Azalea Murray! Gue rasa elo gak lupa kalau gue paling gak suka dibohongin!" geram Valerie dengan menatap tajam Anaya. Roxy yang mendengar suara keras Valerie beringsut takut dengan memeluk kedua lututnya tanpa bergerak sedikitpun dari sofa. Ia duduk di depan Anaya yang cemberut mendengar geraman Valerie atas putus-putus ucapannya tadi. "Iya, gue ngomong! Sebenarnya berniat cerai dari laki gue karena gue gak sengaja denger kalau ia menghamili perempuan yang selama ini ia akui sebagai sahabat. Gak hanya itu, sebelumnya g
Amira berlari memasuki kamar tersebut dengan wajah panik dan syok melihat Raka sangat mengenaskan dengan tubuh banyak lebam serta berdarah-darah. Tubuh Amira gemetar saat melepaskan ikatan tangan Raka pada kepala ranjang. Pria itu tidak sadarkan diri dan langsung ambruk begitu ikatan tangannya terlepas. Darah kering masih ada di lantai saat Amira berusaha menarik tubuh berat Raka turun dari tempat tidur. "Aku tidak bisa menelpon polisi sekarang ini! Mas Raka harus segera diselamatkan dan perempuan mandul itu urusan belakangan! Jangan sampai ada orang yang tau akan kejadian ini!" gumam Amira dengan akal sehatnya. Ternyata akal Amira berjalan lancar dan tidak bodoh untuk melaporkan kejadian ini pada pihak kepolisian. Ia sadar jika terjadi sesuatu diantara Anaya dan Raka sehingga kejadian ini terjadi. Ia tidak mau ambil resiko melaporkan Anaya yang mungkin saja keadaan bisa berbalik menyerang Raka dan ia tidak menginginkan hal itu. Amira mengganti pakaian Raka dengan pakaian ya
Raka menjerit kencang sambil menutupi bagian tengah di antara kedua pahanya akibat tendangan kaki Anaya. Wajahnya memerah menahan sakitnya yang menjalar hingga ke ubun-ubun. Sorot mata penuh luka ia tampakkan pada Anaya sebelum rasa sakit tersebut mengambil alih kesadarannya. Tendangan Anaya tidak main-main karena ia memang sengaja memusatkan tenaganya pada titik sensitif Raka. "Itu pantas untuk laki-laki bajingan seperti kamu, Mas!" ucap Anaya dengan mata berkilat emosi sembari merangkak turun dari tempat tidur. Ia membongkar lemari mencari sesuatu selagi Raka tidak bisa berkutik karena menahan sakit yang hebat. Anaya menemukan apa yang ia cari yaitu tumpukan dasi milik Raka. Ia menjatuhkan semua dasi-dasi tersebut ke lantai dan mengambilnya lalu menjalinnya menjadi sebuah tali. Ia berjalan mendekati Raka yang masih meringkuk memegang area sensitif nya lalu memukul tengkuk Raka dengan keras hingga Raka tidak sadarkan diri. Anaya mengikat kedua kaki Raka dengan dasi yang t