Bab 3

Hari pertama bekerja membuat Nia spaning membongkar isi lemari. Pakaian resmi yang pantas untuk ia kenakan ke kantor hampir nihil. Membeli pakaian baru hampir tidak mungkin. Ia harus banyak berhemat untuk kepentingan ibu.

Ibu yang sejak tadi memperhatikan anak gadisnya memandang isi lemari mendatangi Nia dengan setumpuk pakaian.

"Nia, coba lihat dulu mungkin cocok untuk dipakai ke kantor."

Nia memandang keranjang pakaian yang dibawa ibu. Di dalamnya ada tumpukan pakaian yang harum dan licin tanda telah dicuci dan disetrika. Kebanyakan gaun batik panjang yang chic dan cocok dipakai ke kantor.

"Ibuuu, darimana baju-baju ini? Bagus-bagus betul. Pasti harganya mahal ya?"

"Ibu kan cuci gosok di rumah sebelah. Saat ibu cerita bahwa kau diterima masa percobaan di gedung tinggi sana. Bu Parti langsung kasih baju anak gadisnya yang sudah menikah. Kata Bu Parti, anaknya itu sudah menikah dan bekerja di luar kota. Baju-baju itu sudah tidak terpakai karena anak gadisnya sekarang berat badannya melonjak, baju-baju ini sudah sempit. Ibu langsung cuci setrika dan memang bagus ya."

"Bagus banget, Bu. Pasti anak Bu Parti gajinya besar sampai bisa membeli gaun-gaun ini. Dari bahan dan modelnya saja ketahuan ini pasti mahal. Terimakasih ya, Bu."

Nia memeluk ibunya. Padahal sudah berulangkali Nia melarang ibu untuk cuci gosok, tapi wanita itu tak bisa diam. Ibu memang selalu berusaha menghasilkan uang dengan apa yang ia bisa lakukan. Nia berjanji saat dapat gaji pertama akan memberikan kue bolu lezat untuk bu Parti.

Tidak seperti karyawan lain yang sampai kantor sudah berkeringat dengan pakaian kusut karena terjebak macet. Nia yang mempersiapkan diri 45 menit sebelum jam kantor dengan berjalan kaki, masih tampak segar dengan senyuman manis tersungging ramah. Wajahnya ceria, senyum tak pernah lepas membuat orang-orang yang bertemu balas tersenyum.

Setiap hari ia jalani rutinitas kantor dan selama itu Nia hampir tak pernah lagi bertemu dengan bunda Gustav. Namun, gadis cantik itu tak berani bertanya dalam pikirannya pekerjaan yang ia lakukan dipantau langsung oleh bunda Gustav melalui CCTV, karena pikiran itu, Nia bekerja dengan sungguh-sungguh.

Masih teringat kata-kata bunda Gustav bahwa jika ia lolos masa percobaan maka upah yang ia Terima bisa 100 kali lipat dari upah nya saat ini. Padahal pekerjaan masa percobaan yang ia lakukan hanya menyortir surat menyurat, membantu pekerjaan sekretaris, dan satu pekerjaan aneh adalah ia harus membuat makan siang sendiri di dapur pantry dengan bahan-bahan makanan yang bisa dipilih sendiri.

Nia memasak dengan kesadaran bahwa bahan-bahan yang disiapkan segar dan mahal, juga segala gerak-geriknya pasti dalam pantauan bunda Gustav. Hingga ia memasak dengan senang hati, bahkan masakan Nia menjadi request kandidat lain yang menganggap memasak tidak relate dengan pekerjaan sebagai staff pendamping.

Meski banyak yang mengompori Nia untuk jajan saja di kantin kantor, tapi Nia menolak. Ia sangat menghargai bunda Gustav dan janji wanita cantik itu. Tidak apa-apa jika ia hanya memasak, daripada harus menahan lapar karena tidak ada uang untuk jajan di kantin kantor.

Tanpa sepengetahuan Nia dan kandidat lain. juru masak kantor selalu membawa hasil masakan Nia dan kandidat lain untuk di cicipi oleh bunda Gustav. Selama dalam dapur dan ruang kerja, ternyata memang gerak-gerik 10 gadis masa percobaan itu di videokan melalui kamera tersembunyi. Sengaja memang bunda Gustav tidak menampakkan diri, biar ia hanya muncul saat pengumuman kelolosan peserta magang itu.

Bunda Nia melihat tayangan video di mana saat job memasak hanya 2 kandidat saja yang mengerjakan. Satu orang memasak penuh senyum, satu lagi memasak seperti penuh tekanan, dan sisanya hanya menonton sambil mencicip masakan temannya.

Bunda Gustav menganggukkan kepala. Sepertinya sudah terbayang siluet satu kandidat yang lolos menjadi staff pendamping anaknya. Ya, Gustavo adalah anak Nyonya Gustav. Nama bunda sendiri adalah Dewi Lestari. Namun semenjak memiliki anak, maka jarang ada yang mengenal nama gadisnya.