Share

Morat-Marit

Emak tampak merenung. Di pandanginya padi yang ada di pelataran rumah. Harun paham betul apa yang ada di pikiran emaknya. Namun sepatah kata pun tak mampu di keluarkan. Ia pendam mentah-mentah semua yang ada di benaknya. Panen musim ini tak seperti biasanya. Berkurang lima karung lebih. Namun, meski begitu tetap bersyukur.

Janji melamar Asih sewaktu panen membayang seketika. Wajahnya yang ayu, matanya yang teduh, dan senyum manis yang ditambah dengan lesung pipit menambah khas kekasihnya itu.

“Run, udah makan?” Wanita dengan gelungan membuyarkan lamunannya. Harun menatap emaknya dengan seksama. Wanita yang ditatap mengerti perasaan dan apa yang di pikirkan anak laki-lakinya itu. Hanya anggukan dan jawaban enggih yang di berikan. Tanpa basa-basi, ia lalu beranjak dari duduknya dan meninggalkan emaknya. Punggung Harun semakin menjauh. Hal yang wajar, ikatan anak dan emak memanglah begitu kental. Meski senyum manis apapun yang Harun berikan, tidaklah sanggup menutupi was-was di wajah anak sulungnya.

Ia baringkan tubuhnya di amben. Amben tua tempat Harun merebahkan tubuhnya menjadi saksi, sesering apa Harun membayangkan wajah gadis desa kesayangannya ketika rindu membludak di hatinya. Cah ayu, sedang apa kamu? Harun mendengus. Rindunya membuncah tak terkira. Ia tak mampu lagi menahan segala rasa.

 “Le, gak ikut bapak dii sawah?” lagi, suara emak membangunkan lamunanku. Mataku yang mulai terpejam melek seketika.

Bapak sudah berangkat, Mak?” Harun segera tegeragap. Bayangan Asih membayang. Tak ada lagi alasan bermalas-malasan. Asih menunggu pembuktiannya. Ia bangkit, lalu menarik kaos yang tersampir di kursi yang ada di kamarnya.

“Udah. Bapak berangkat dulu tadi. Kelihatannya kamu capek, jadi gak di bangnkan sama bapak.” Emak menjelaskan sembari meninggalkan kamar Harun.

Ia segera bangun dan menuju dimana alat perangnya ia simpan. Lalu pergi meninggalkan rumah joglo dengan sepeda onto yang tak ada selebornya. “Asih, bersabarlah. Akan aku buktikan keseriusanku pada emakmu. Aku akan menuruti permintaan emakmu” semangatnya menggelora. Di kayuhnya sepeda itu dengan sekuat tenaga. Jalan setapak tak lagi ia rasakan. Wajah Asih seolah nampak di ujung sana sedang menunggu kedatangannya, di bengawan Solo. Tempat ia mengais rejeki halal untuk segera menghalalkan Asih.

Ia tiba di sawah lebih cepat dari biasanya. Disana nampak ramai. Beberapa orang sibuk mengumpulkan bulir-bulir padi. Ada yang motong damen atau biasa yang disebut ani-ani. Tiba-tiba, Harun melangah dengan ragu. “Jika hasil panennya tak sesuai harapan, apakah ia bisa datang menepati janjinya terhadap emak Asih?” pikiran itu mengganggu semangatnya. Wajah gantengnya menampakkan kecemasan. Namun, wajah perempuan paruh baya yang melintas segera membakar lagi semangatnya. Dialah mak In, perempuan yang tadi menunggu padi yang di jemur di halaman rumah sembari menumbuk padi agar terpisahkan dari batangnya.

Perempuan yang selalu di bayangakan akan memanggil Asih sebagai anak mantu. Perempuan yang selalu menasehatinya bahwa perempuan tidak hanya kanca wingking. sosok pelengkap.

                                                                                                          

***

Lampu berwarna kuning temaram, menemaninya menyandarkan kepala yang terus di hantui bayang-bayang wajah Asih. Di tatapnya lama-lamat atap yang mulai banyak kukus gantung. Pandangan itu tajam, namun kosong. Pikirannya melayang entah kemana. Ada Asih, ada emaknya, juga masa depan yang tak jelas juga janjinya kepada Mak Ram bahwa ia akan sukses dan segera melamar anak gadisnya.

Kukus gantung itu mobat-mabit di terpa angin. Di belakang kamar Harun, tepat pohon mangga besar. Dari sanalah angin semilir menembus dinding-dinding rumah yang bolong.

Segera di raihnya buku yang tersimpan rapi di bawah kasur. Di sana ada setumpuk surta-surat dari Asih. Matanya mulai melirik sana-sini. Nampak jelas ada sesuatu yang ia pikirkan. Sebuah kalimat pembuka yang akan ia torehkan di kertas putih. Pena di tangannya menunjuk-nunjuk hidung mancung milik Harun. Sesekali di gigitnya, atau di garuknya rambut yang tak gatal.

Sugeng siang, cah ayu....                                                                                            

Apa kabar? Semoga sehat terus ya sama emak. Bagaimana hari-harimu? Baik kah? Aku di sini baik-baik saja, Cah Ayu. Tapi satu yang membuatku tak baik, aku selalu merindukanmu. Wajahmu yang ayu dan senymmu yang manis benar-benar mengganggu hari-hariku. Tapi aku suka, Asih. Oh iya, apakah harimu sama sepertiku? Selalu teringat denganku atau bahkan kamu sudah melupakan aku? semoga kamu tetap berpegang teguh dengan janjimu, selalu bersabar menungguku.

Asih, maksudku menulis surat ini selain mengatakan rinduku yang terus menggebu ingin segera bertemu, tapi juga ingin bercerita bagaimana pendapatan hasil panen tahun ini. Semoga kamu tetap menguatkan hatimu setelah kuceritakan padamu.

Asih, cah ayu. Hasil panen tahun ini berkurang. Sepertinya, kakangmu ini belum bisa nepati janjinya. Maaf ya, Cah Ayu. Tapi percayalah, kakangmu akan tetep berusaha dengan rejeki yang baik menurut Tuhan. Semoga diberi kelancaran ya, Cah Ayu.

Asih, Cah Ayu. Renjaniku. Seumpama kakangmu ini kerja ke luar kota apa kamu mau menungguku pulang? Berusaha mencari tambahan agar bisa cepat menepati janjiku. Siapa tahu rejekinya kakangmu ini ada di luar kota. Tapi seumpama Asih tidak bersedia, kakangmu juga gak memakasa. Selain itu, kakangmu ini juga belum minta ijin emak. Kamu dan emak, dua bidadariku. Renjaniku.

Nduk, Cah Ayu. Sementara ini, cerita ini yang bisa di ceritakan. Hati-hati, jaga diri dan jaga hati buat kakangmu ini ya.

Dari kakangmu, Harun ....

Surat itu di pandanginya sambil mesam-mesem. Seolah menyalurkan perasaan rindunya yang begitu besar ke dalam surat sebelum di lipat lalu di bungkus. Di kecupnya surat yang di tangannya. Lalu di simpannya di balik bantal yang kainnya sudah mulai lusuh, semoga ia bisa bertemu Asih meski dalam mimpi. Perlahan, matanya mulai terpejam. Khayalan tentang ia dan Asih bertemu di kota Anglingdharma mulai menenangkan pikiran dan membawanya ke alam bawah sadar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status