You're fighting me off like a firefighter
So tell me why you still get burnedYou say you're not, but you're still a liar'Cause I'm the one that you run to firstEvery time, yeah
Why do you try to deny itWhen you show up every nightAnd tell me that you want me but it's complicatedSo complicated.Betapa aku mencintai dirinya, saat dia pergi jauh lagi-lagi aku mengejarnya. Harusnya laki-laki sial itu bersyukur, bisa dicintai sebesar ini. Dalam hubungan kami, rasanya hanya aku yang berjuang.
Aku meremas rambutku dengan kebodohan demi kebodohan yang kulakukan membuat dia semakin semena-mena padaku.
"Anna. Kenapa kamu harus bertemu dengan laki-laki ini?" A
"Minggir!"Aku mendorong wajahnya yang terus saja menempel seperti bayi koala."Aku belum sikat gigi." Dia menggeleng, aku langsung menarik hidungnya."Pagi, Sayang. Pasti semalam cukup dapat banyak suntikan vitamin. Mungkin kita bisa mencoba satu kali lagi? Sebelum anak-anak bangun." Ugh... Nih laki mesumnya memang tak pernah hilang.Dia terus menempel saat aku sedang menyiapkan sarapan untuk anak-anakku. Celine dan Celena bangun pagi harus sarapan, minun susu, makan buah."Kamu biasa sarapan apa?""Sarapan kamu aja." Aku langsung menunjukkan pisau yang kupegang ke arah Danish. Dia terkekeh, mendekat ke arahku memeluk dari belakang, dan meremas payudaraku."Aku lagi pegang pisau.""Papa juga punya pisau. Namanya Tiger, nggak tajam sih, tapi bisa bengkak." Aku menyipit ke arahnya. Apa maksudnya?"Apanya bengkak?""Perutnya, bengkak selama sembilan bulan. Hehehe
Ayahku pahlawanku.Aku menarik napas panjang. Hari ini akan dilaksanakan Hari Ayah dan anak-anakku begitu antusias, sosok ayah superhero melekat terus di imajinasi mereka.Semalam, aku sudah menelpon ayahku untuk hadir dan jadi ayah untuk Celine dan Celena. Mau bagaimana lagi, mereka pasti semangat akan ikut, dan aku ingin membuat mereka senang, sebenarnya aku tidak masalah berperan jadi ayah di sana, tapi akhirnya aku meminta Ayah untuk jadi ayah untuk Celine dan Celena.Mereka sudah memakai pakaian seragam. Kemeja krem dan rok berwarna hijau army, rambut diikat ke dua ke atas. Aku sedang mengikat rambut Celine."Anak Bunda memang cantik-cantik." Aku mencium pipi Celine dan dia tersenyum, menampilkan gigi susunya yang terlihat rapi.Saat mereka masih bayi aku berjuang sendirian. Bukan hal yang mudah, dengan usia yang labil dan rentan emosi, membuatku sering meledak-ledak. Beruntung, aku punya orang tua yang selalu sup
Mataku langsung melotot saat dia merebut air kepala milikku dan dia terkekeh seperti orang gila setelah menandaskan setengah minuman itu dan mencium pipiku."Udah selesai bimbingan?" Tangannya dia rekatkan ke bahuku dan mengelus-elusnya. Aku tersenyum, dan menoleh ke sampingnya, menghirup sebanyak mungkin aroma parfum khas cowok yang sudah dia pakai sejak SMA.Tanganku terulur untuk merapikan rambutnya, tidak, rambutnya tidak berantakan, hanya saja aku senang melakukan itu. Duduk di pangkuannya, bermanja-manja bersamanya, menciumnya dan meremas-remas rambut itu, dan dia suka dengan hal yang sama walau dalam konteks yang lebih mesum."Mau pulang sekarang?" Aku menarik napas panjang dan ikut berdiri saat dia menarik pinggangku dan mengeratkan pelukannya. Saat aku melirik banyak pasang mata menatap ke arah kami, ada yang menatap penuh iri, ada yang diam-diam berbisik. Aku sudah terbiasa dengan tatapan itu, dan seluruh penghuni fakultas tahu, Anna
Aku mencintainya melebihi apa pun. Itu sudah jelas sekali. Tapi bagaimana mungkin?Saat angin bertiup kencang dan mengenai rambutnya yang hitam legam, dia kembali menatapku, dengan perasaan gamang. Kami sama-sama terjebak di situasi yang tidak mengenakkan.Dia menarik napas panjang, bersandar di tiang dan kembali menatapku. Aku juga menatapnya penuh cinta, tapi, keputusan untuk hidup bersama masih mengawang.Aku mendekat ke arahnya, dia menangkap tubuhku dan merangkapnya, hal-hal kecil dan semua sentuhan kecil yang dia berikan membuatku terlena.Dia tersenyum ke arahku dan mengelus-elus wajahku, kebiasaan aneh yang akhirnya kujadikan sebagai hal yang akan kurindukan dari seorang Danish."Pikirkan lagi. Tidakah kamu ingin menikah bersamaku?" Dia menggenggam tanganku, dan aku menunduk melihat jemari kami yang bertautan."Anna." Lagi, panggilan dan suara itu membuat kupu-kupu berterbangan dari perutku.
Danish.Tidak ada yang bisa mengalahkan rasa cinta ini untuknya, aku sangat mencintai Anna dan itu sudah jelas.Aku hanya menelan ludahku kasar, sangat tidak siap sama sekali, jika itu yang kalian tanyakan. Aku mencintai Anna, tapi, tidak untuk menikah sekarang. Aku membasahi bibirku, memikirkan startegi apa yang seharusnya kuambil.Kuapit satu batang rokok di antara celah bibir. Tidak, aku bukan seorang pencandu nikotin, tapi, aku seperti kalah sebelum berperang. Melakukan hal gila yang seharusnya aku tidak yakin.Aku hanya duduk di balkon kamar sambil menerawang kosong, berkali-kali menyugar rambut. Aku menutupi mataku, meresapi semua keraguan yang terasa sangat mencekik.Seperti adegan biasanya, ibuku sangat mengerti keresahan apa yang aku rasakan, dia mengintip dari kamarku dan saat aku menoleh, maka, dia akan bergabung.Dengan beberapa potong donat dengan meses cokelat di atasnya, dan meletakan di dep
Pernah terbayangkan tentang sebuah pernikahan?Semua orang punya goals menikah masing-masing, punya impian sendiri bagaimana konsep pernikahan itu, bagaimana pernikahan sakral itu terjadi.Aku akan menuju pernikahan impian bersama laki-laki yang kucintai dan itu impian terbesarku. Menikah bersama Danish.Lamaran adalah langkah awal bukti nyata keseriusan sebuah hubungan sebelum melangsungkan pernikahan.Hari ini telah tiba, dia akan melamarku.Aku menutupi mataku dan merasakan kebahagiaan yang menyelimuti hatiku, bahagia yang tiada tandingnya. Bercita-cita menikah bersama Danish dan selangkah lagi impian itu akhirnya bisa terpenuhi. Bukankah kisah percintaanku begitu mulus?Membuka mataku dan melihat sang makeup artis mengoles-oles makeup di wajahku.Dengan kebaya brokat berwarna pink nude membungkus sempurna di tubuhku. Rambut disanggul ke atas aku merasa secantik Barbara Palvin.Dengan tersenyum
Danish's POVAku menatap laptop di depanku, terdiam dalam waktu yang cukup lama. Tiga jam. Membaca ulang isi email tersebut, berharap ada tulisan yang salah atau hanya halusinasi, atau mungkin aku hidup dalam dunia kartun dan bisa merubah huruf-huruf di dalamnya, walau ini merupakan impianku.Menyugar rambut frustrasi berkali-kali, dan menelan ludah kasar, rasanya seperti makan batu tajam yang menusuk-nusuk tenggorokan."Huh!" Aku menyugar rambut frustrasi. Menarik ponsel dan melihat foto Anna tersenyum di wallpaper ponsel. Kembali membaca isi email dengan benar.Aku diterima kerja G0oogle. Pekerjaan yang diimpikan seluruh orang di seluruh dunia, cita-citaku menuju selangkah lagi, aku adalah manusia beruntung tersebut, walau di satu sisi aku merasa sial.Aku menopang dagu, mengetuk-ngetuk meja dan memutar bangku, kembali melihat keadaan kamar, kembali berbalik. Ini tidak mudah!Membuka toples, berisi makaroni pe
Pertemuan bersama Danish adalah kegiatan favorit yang membuatku semangat untuk melakukan apa saja. Tapi, sekarang tak ada bahagia itu, aku tak ingin menemuinya lagi. Sial sekali nasibku.Aku hanya menangis, dan tidak menceritakan masalah besar apa yang sedang menimpa hidupku. Orang tuaku pasti akan bersedih luar biasa.Bisa dikatakan, aku tidak baik-baik saja. Jauh dari kata baik-baik saja. Aku takut, aku kecewa, aku terluka, tapi masih ada sisa keegoisan yang membuatku berharap, laki-laki sial itu bertahan. Walau aku sudah siap dengan apa punya yang terjadi. Tidak, aku tidak sekuat itu, luka apa pun yang menimpa hidupku, aku akan mencoba ikhlas.Dengan tubuh yang lemas, aku hanya memakai jaket denim, celana jeans, dan topi berwarna putih. Topi Danish. Bahkan belum tahu jawabannya, aku sudah bersedih luar biasa, aku hanya menunduk, sembari menyeka air mata yang tak dapat kubendung. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan, aku sangat mencintai laki-l