Share

Dear Diary (part 2)

Sebuah nama terlontar, suaranya terdengar lembut dan parau. Empu si pemilik nama menggeliat dalam tidurannya, si pria  menajamkan pendengarannya lagi. Sebuah nama terlontarkan lagi dan sekarang dapat dipastikan jika suara itu adalah suara Nira. Si pemilik nama membuka matanya sedikit dan mengangkat kepalanya.

“Kau sudah bangun?, apa kau baik-baik saja sekarang?” Tanya Darrel

“Sepertinya begitu, terimakasih sudah membantuku.” Suara lemah dan pelan yang dapat terdengar 

“Tidak apa-apa, ini akan baik-baik saja. Apa kau ingin sesuatu?” tanyanya lagi

“ Aku haus.” Balas Nira

Darrel bangun dari duduknya, ia mengambil gelas di meja kecil di samping ranjang tidurnya. Dia mengisi gelas kosong itu dengan air dan menyimpannya di atas meja itu. Ia membantu Nira untuk duduk bersandar di ranjang tidurnya.

Darrel mengambil gelas yang berisi air minum itu dan memberikannya kepada Nira. Setelah selesai minum si gadis tersenyum tipis dan berterimakasih lagi.

“Tidak apa-apa, bukankah kita teman?” Nira hanya tersenyum dan mengangguk kecil sebagai jawabannya.

“Nira, aku akan pergi mandi dulu. Jika kau butuh sesuatu berteriak saja, aku akan kembali lagi kesini.” Ucap Darrel

“Pergi saja, aku akan memanggilmu jika aku benar-benar membutuhkanmu.” Balas Nira

“Baiklah.” Darrel berjalan keluar dari kamar itu, ia pergi ke kamar mandi dan tertelan di dalamnya. 

Suara gaduh terdengar di rumah milik keluarga Mr. Ahmad, pasalnya dia cukup kesal karena salah satu anaknya tidak kembali ke rumah selama 4 hari dan ia tidak tahu kemana anaknya itu pergi.

“Dimana Nira?” Semua orang yang berada di ruang keluarga itu menutup mulutnya kecuali sang ayah

“Jika kalian tidak menjawab aku akan mencarinya dan menyeretnya kesini.” Ucapnya menantang

" Jangan sakiti anakku.” Seorang wanita paruh baya mengeluarkan suaranya

“Kenapa baru sekarang kau membelanya?” tanya Mr. Ahmad

“Karena aku yang melahirkannya, dia juga anakmu.” Balas sang istri

“Aku tahu, jangan mengingatkanku akan hal itu.” Ucap Mr. Ahmad membela diri

“Lalu kenapa ayah terlalu keras terhadap Kak Ni?” tanya Serina

“Karena dia tak pernah mendengarkanku.” Balas Mr. Ahmad

“Karena dia bukan pesuruhmu, yah. Dia anakmu, dia berhak menentukan kehidupannya seperti apa.” Naura membuka suara 

“Sekarang kau berani melawanku Naura?" tanya sang ayah 

“Ya, aku melawan ayah. Aku melawanmu yang notabenenya ayahku.” Naura menjawab dengan suara yang agak meninggi dan sedikit berkaca-kaca

“Berani sekali kau.” Ucap sang ayah marah

Plak!

Sebuah tamparan melayang di pipi Naura, tamparan cukup keras yang membuat bekas kemerahan disana.

“Jika kalian berani menyembunyikannya maka aku akan mencari anak tidak tahu diri itu , aku akan mencarinya meskipun keujung dunia jika dunia memang ada ujungnya.” Mr. Ahmad marah, dia keluar dari rumahnya dan membanting pintu.

Semua orang di ruang keluarga itu terlihat gelisah. Naura menghubungi Liza dan memberitahu untuk tidak mengatakan keberadaan Nira kepada ayahnya, Liza menyetujuinya dan tidak akan memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Liza menutup teleponnya dengan Naura dan menghubungi Afriya.

“Ya Liza.” Ucap Afriya

“Tadi Kak Naura memberitahuku jika Mr. Ahmad mencari Nira, kita tidak boleh memberitahukannya yang sebenarny. Apa kau akan membantuku untuk menjaga rahasia dimana Nira?” Tanya Liza

“Tentu saja, untuk Nira aku akan melakukannya.” Balas seorang gadis di seberang sana

“Baiklah, aku tutup.” Ucap Liza menutup teleponnya dan menyimpan benda persegi panjang itu di nakas tempat tidurnya.

Tiga puluh menit berlalu, seorang pria keluar dari kamar mandi dan sudah menggunakan pakaian lengkapnya. Darrel membawa kotak P3K dengan ukuran cukup besar dan menyimpannya di atas tempat tidur yang digunakan Nira.

“Kita harus mengganti perban di pelipis dan kaki kirimu Nira. Apa kau akan baik-baik saja?” tanyanya

“Tentu saja.” Balas Nira

“Baiklah mari kita mulai.” Darrel membuka perban di pelipis Nira dengan perlahan, dia membubuhkan obat merah diluk itu dan menutupnya kembali dengan perban yang baru.

Begitupun telapak kaki kirinya, dua puluh menit berlalu. Darrel menyimpan kotak P3K itu di samping ranjang tidurnya dan duduk di atas ranjang itu juga. 

“Apa kau lapar Nira?” tanyanya

“Sedikit.” Balas Nira

“Apa kau ingin bubur?” Tanya Darrel lagi

“Ya, tanpa telur.” Darrel berdiri dari duduknya yang kemudian menggendong Nira ala bridal dan membawanya menuju dapur

“Apa yang kau lakukan? turunkan aku.” Ucap Nira 

“Kau harus membantuku, aku tidak terlalu mahir dalam memasak.” Balas Darrel

“Baiklah-baiklah aku akan membantumu, dudukan aku di kursi dekat kompor.” Darrel mulai mencuci berasnya dan menyimpannya didalam sebuah panci kecil di atas kompor. 

“Tambahkan air yang banyak dan biarkan mendidih, setelah mendidih aduk sampai menurutmu sudah cukup matang.” 

“Okay.” Darrel menambahkan kembali air sampai menurutnya cukup banyak dan membiarkannya sampai mendidih.

“Nira, sambil menunggu bubur itu mendidih bolehkah aku bertanya?” tanyanya

“Tentang apa?” tanya Nira

“Apa kau punya banyak masalah dengan keluargamu?” tanya Darrel hati-hati

“Tidak banyak hanya sedikit.” Balas Nira

“Apa aku boleh tahu apa itu?” tanya Darrel lagi

“Tidak.” Tolak Nira

“Baiklah, tapi apa kau punya alasan kenapa kau tidak ingin ke rumah sakit?” wajah si gadis berubah menjadi pucat dan Darrel tahu akan perubahan itu. Nira mendengar bubur yang akan dibuatnya mendidih dan menyuruh Darrel untuk mengaduknya. Dia cukup bersyukur karena ia tidak harus menjawab apa yang ditanya Darrel.

Darrel mengambil dua mangkuk dan memasukan bubur itu kedalamnya. Dia memasukan rumput laut bubuk kering sebagai hiasan. Dia meletakan mangkuk bubur itu di atas meja makan dan menggendong Nira lagi. 

K"tidak harus melakukan ini semua Rel.” Ucap Nira

“Tidak apa, bukankah kita teman.” Balas Darrel

“Tapi …” 

“Makanlah.” Ucap Darrel memotong perkataan Nira dan membuat gadis itu menurutinya. 

Dua puluh menit berlalu, keduanya telah selesai melakukan acara makannya. 

“Darrel apa aku bisa meminta bantuanmu lagi?” tanya Nira

“Tentu saja.” Balas Darrel

“Aku ingin keramas.” Ucapnya

“Okay.” Darrel menggendong gadis itu ala bridal lagi dan membawanya ke dalam kamar mandi. Dia mendudukannya di samping bathub dan menggeraikan rambutnya keluar. Ia mulai mencuci rambut panjang berponi itu dan si gadis tampak senang karenanya. 

“Terimakasih sudah membantuku, terimakasih sudah seperti malaikat untukku, terimakasih atas segalanya Darrel dan terimakasih juga untuk mau menjadi temanku.” Nira berbicara dalam hati.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status