“Um... Aku tidak mengerti Kak, tapi mungkin bertemu dengan keluarga Gama itu sebuah kebetulan. Sepertinya aku jadi punya kesempatan untuk berterimakasih kepada Bapak dan Ibu yang sudah mengizinkan aku tinggal bersama mereka seperti anak mereka sendiri.” Gaia tersenyum mengakui jika Raga memang tidak berbeda dengan dirinya. Sikap santun dan juga pintar bicara itu tentu membuat semua orang akan percaya.
“Jadi, silahkan menikmati malam ini. Dan aku ingin mengenalkan keluarga Gama kepada keluargaku karena kebaikan mereka. Kebaikan mereka membuat aku menjadi diriku seperti ini juga.” Raga tersenyum dan kemudian suasana menjadi riuh. “Aku kira juga kedua orang tua kita mungkin sudah lelah karena sudah larut. Jadi tidak ada salahnya jika kita mengakhiri semuanya di sini. Mereka butuh istirahat, jika ada yang masih ingin bermain atau menikmati malam ini silahkan saja. Tapi jika butuh orang untuk mengantarkan orang tua ke hotel, aku bersedia.” Gaia tersenyum dan bahkan hendak bertepuk tangan untuk sebuah closing yang benar-benar tidak bisa ditolak oleh siapapun. “Benar juga, kalau begitu kita akhiri di sini. Sepertinya anak-anak juga sudah mulai lelah.” Kakak pertama Raga akhirnya menyerah dan mungkin memang teralihkan dengan ucapan adiknya itu. Gaia masih duduk dan semua orang mulai berkemas untuk meninggalkan ruangan. Raga menatap Gaia dalam keramaian sambil tersenyum. Gaia juga tersenyum dan menampakkan wajah sinis tapi mengakui jika Raga benar-benar bisa diandalkan jika tentang bermain peran. “Kamu pulang sama Raga lagi?” Gaia langsung menggeleng cepat. Gama hanya lewat dan terus berjalan. Gaia mengikuti, tapi kemudian Rana menghentikan perempuan itu. “Sama Raga pulangnya Ga. Kasihan juga Raga nyetir sendiri.” Rana tersenyum mencoba meminta kepada Gaia untuk kembali bersama dengan Raga ke hotel. “Aku tidak masalah Mba, asal tidak ada curiga tentang sesuatu.” Kali ini Gaia memperjelas supaya kebersamaan dia dan Raga tidak lagi dicurigai oleh semua orang. Dan Rana mengangguk setuju dengan apa yang dikatakan Gaia. Semua orang menuju ke mobil untuk kembali ke hotel. Gaia dan Raga juga melakukan hal yang sama. Cuaca sudah lebih baik, mungkin mendung karena berangin tapi sama sekali tidak hujan. “Mau jalan-jalan dulu?” Raga terlihat hendak membicarakan sesuatu dengan Gaia, karena itu dia terlihat cukup serius mengajak perempuan itu tidak langsung kembali ke hotel. Gaia juga hanya mengangguk setuju. Mereka kemudian berkendara perlahan keluar dari area tempat makan. “Jadi apa yang kamu tahu tentang kejadian tadi?” Raga bertanya karena sepertinya Gaia lebih tahu sesuatu daripada dia. Gaia menggeleng perlahan. Perempuan itu mencari ponselnya untuk digenggam. “Serius? Aku tidak tahu mereka bermaksud aku mengumumkan apa. Tapi kenapa aku merasa ini ada hubungannya dengan kamu?” Raga kembali bertanya karena dia benar-benar merasa ada sesuatu yang mungkin di sembunyikan oleh Gaia. Perempuan itu masih diam saja dan memeriksa ponsel pintarnya lagi. Raga sepertinya terlihat lumayan kesal. Dia melihat sebuah restorant fast food dan kemudian berbelok untuk parkir. “Lalu kamu bicara dengan Mba Rana tentang apa?” Raga sepertinya melihat ketika Rana mendekati Gaia yang sedang makan di sudut ruangan itu. Gaia tersenyum santai. “Hanya menyapa, dia juga bertanya sesuatu yang kamu bicarakan sebelum kita masuk ke ruangan itu lagi. Soal kenapa pandanganmu berbeda, sikapmu mereka mengira kamu merencanakan semuanya ini untuk mengenalkan kita di depan seluruh keluarga.” Raga terdiam sedikit menyembunyikan malu dan juga tersipu tapi dia menahan raut wajahnya. Sedangkan Gaia sudah pasti tertawa tanpa menyembunyikan apa-apa lagi. “Menurutku semua akn berakhir, lagipula kami akan pulang besok. Jadi tidak akan ada sesuatu lagi. Kita juga tidak mungkin bertemu lagi kan?” Gaia kembali bicara meski masih sambil tersenyum sedikit. “Menurutmu kita tidak akan bertemu lagi?” Raga bertanya dengan wajah yang cukup serius. Gaia masih tersenyum dan tentu saja dia mengangguk dengan pertanyaan Raga. “Untuk apa bertemu lagi? Kita juga tidak dalam kepentingan untuk itu. Jadi sudahlah, lupakan. Semua akan berakhir begitu perjalanan ini berakhir.” Gaia benar-benar meyakinkan laki-laki yang sebenarnya bukan orang yang perlu dia yakinkan. Bagaimanapun juga hubungan mereka seharusnya tidak sedekat dan sebaik itu. Tapi tetap saja bagi Gaia tidak ada salahnya untuk tetap berhubungan baik dengan Raga. “Untuk bersenang-senang. Mana mungkin aku melewatkan kesempatan ini? Sudah bersama dan bertemu seperti ini lagi? Aku tidak pernah punya pathner sebaik kamu.” Kali ini Raga sudah mulai menggoda Gaia. Perempuan itu hanya memasang wajah kesal meski dia masih tetap memasang senyum terpaksa. “Jangan mengesankan hanya aku yang suka hubungan seperti ini. Kamu juga kan? Enggan berkomitmen dan nyaman dengan dirimu sendiri. Karena itu pernikahan sulit, jangan berbohong denganku. Tidak akan pernah bisa.” Raga benar-benar mencecar Gaia dengan kalimat-kalimat itu. Sedangkan perempuan itu hanya tersenyum dan bahkan tertawa. “Kamu menikah lagi sana, aku juga tidak akan mau jika harus terus bersama seperti ini. Kalau aku menemukan seseorang yang bisa mengerti aku pasti aku akan menikah lagi.” Gaia terdengar sangat realistis dan tentu saja Raga justru tertawa karena perkataan Gaia itu. Laki-laki itu mendekatkan wajahnya pada wajah Gaia dan mengulum bibir perempuan itu perlahan. Gaia tidak menolak dan membalas mencium bibir Raga perlahan juga. Mereka terlihat sangat santai seolah tidak akan ada yang memperhatikan aktivitas mereka di dalam mobil. “Tidak akan ada yang mengerti kamu seperti aku dalam hal ini kan?” Raga tersenyum nakal menatap Gaia. Perempuan itu menahan tubuh Raga dekat dengan tubuhnya ketika Raga hendak kembali duduk dengan benar di kursi kemudi. “Kenapa?” Raga tersenyum dan tertawa nakal menatap Gaia yang kemudian mencium bibirnya lagi. Laki-laki itu berusaha menghentikan aktivitas itu dengan segera. “Kita balik ke hotel dulu.” Raga berucap singkat dan kemudian mengemudikan mobilnya menembus gelap dan keramaian dalam waktu yang cukup singkat. Mereka bahkan hanya diam dan tidak bicara di dalam mobil. Gaia memeriksa ponsel pintarnya, tidak ada panggilan dari kedua orang tuanya atau juga dari adiknya. Perempuan itu merasa sedikit janggal tapi juga tidak banyak berfikir. “Kamu tidur di kamarku kan?” Raga kembali bertanya ketika mereka sudah ada di tempat parkir hotel. Gaia tidak menjawab dan hendak membuka pintu mobil, tapi sepertinya Raga belum membuka kunci masih menunggu jawaban Gaia. “Aku tidak mungkin membiarkan kamu tidak memberikanaku jawaban Ga. Gaia?” Raga bertanya lagi dan menoleh melihat Gaia yang masih terlihat berfikir. Perempuan itu menggeleng dan juga menunduk perlahan. “Aku, harus kembali ke kamarku dulu untuk ganti baju tentu saja. Jadi lihat nanti apa aku bisa keluar atau tidak. Apa kamu tidak takut jika seseorang akan melihat kita?” Gaia kali ini menatap Raga sambil bertanya dengan wajah serius. Raga menggeleng dan tersenyum, membuka kunci pintu mobilnya dan Gaia bisa keluar dari mobil putih itu.Mungkin karena AC di kamar Raga memang dingin, Gaia meringkuk di pelukan Raga sepanjang malam tanpa dia sadari. Perempuan itu terlelap memeluk tubuh yang sebenarnya enggan dia peluk. Raga bahagia dengan apa yang terjadi malam ini karena Gaia yang mendekati tubuhnya lebih dahulu dan tenggelam dalam pelukannya sepanjang malam. Meski tentu saja dia hampir tidak merasakan lengan sebelah kirinya ketika bangun terlebih dahulu. Laki-laki itu menatap dengan senyum wajah istrinya dalam lampu kuning di tepi tempat tidur. Raga lega, laki-laki itu mencium kening Gaia perlahan dan masih tersenyum. Perempuan itu bergerak sedikit tapi dia masih memejamkan matanya. Di sisi lain Gaia ada keponakannya yang masih juga tertidur pulas. Raga sungguh terkesan dengan apa yang sedang dia lakukan saat ini. Memandang seseorang yang sedang tertidur bukanlah sebuah kebiasaan atau tidak akan menjadi hal yang dilakukan oleh Raga. Membuang waktu. Tapi, saat ini tidak ada yang lebih menyenangkan daripada melihat pere
Tidak berapa lama bel pintu berbunyi dan Raga segera menuju ke depan untuk membuka pintu. Mba Rana terlihat masuk dengan tergesa melewati ruang tengah menuju ke kamar tengah. Gaia masih diam bersama keponakannya dan tidak beranjak dari sofa ruang tengah itu.“Tapi Mba, Kai sudah tidur. Kalau aku tidak bersama dengannya maka dia akan bingung besok pagi.” Suara Erin terdengar meski pelan. Raga masih berdiri di depan pintu kamarnya. “Kalau begitu bawa Kai juga.” Mba Rana sepertinya serius dengan apa yang dia katakan.“Sudah malam Mba, mau tidur dimana juga tidak masalah. Kenapa jadi seperti ini?” Erin sepertinya masih berkeras untuk tidak menuruti apa yang Mba Rana minta.“Tidak di sini. Kamu mau gendong Kai atau aku?” Mba Rana terlihat cukup serius dengan apa yang dia ucapkan. Erin terlihat kesal dengan apa yang sedang terjadi. Dia tidak bisa minta bantuan kepada siapapun. Dan akhirnya dia menggendong Kai bersamanya keluar dari kamar itu.“Kasihan kamu Kai, tidak boleh tidur di rumah y
Kai dan dua keponakan Gaia sedang menikmati cake yang dibeli tadi di mall, sedangkan orang dewasa lainnya sedang makan camilan juga yang dibawakan oleh Ibu dan Mba Rana. Gaia sebenarnya cukup senang dengan sikap Mba Rana dan Ibu Raga yang santai kepada Erin. Meski beberapa pertanyaan canggung memang harus di dengar.“Jadi kamu ingin menata kamar tengah itu untuk Kai?” Mba Rana melihat kamar yang hanya berisi beberapa barang dan memang kecil.“Soalnya kamar kerja akan terlalu besar untuk Kai, dan juga akan lebih nyaman jika dia sudah punya kamar sendiri.” Raga terlihat tersenyum menjelaskan.“Kalian berdua tidak menganggap anakku sebagai penganggu bukan?” Erin terlihat berucap ketus di ruang tengah. Di depan semua orang perempuan ini bicara dengan sangat kasar, bagi Gaia.“Tidak, kami tidak pernah begitu. Hanya supaya Kai juga berlatih untuk tidur sendiri, punya kamar dan juga punya dunianya sendiri.” Raga kembali menjelaskan sebelum Gaia yang bicara.“Kai kan mas
“Kai ingin bermain?” Gaia bertanya kepada anak kecil berusia lima tahun itu ketika mereka keluar dari tempat makan. Anak laki-laki itu terlihat tidak terlalu mengerti dengan pertanyaan Gaia. “Mau main di arena bermain?” Erin bertanya dengan senyum di wajahnya kepada Kai dengan lembut. Kai mengangguk perlahan.“Kalau begitu kita ke sana.” Gaia menunjuk sebuah tempat bermain tepat di depan tempat mereka berempat tadi makan. Raga terlihat kurang begitu suka dengan apa yang Gaia lakukan. Tapi Gaia menatap laki-laki itu seolah sedang memberikan sebuah sinyal jika dia harus menuruti apa yang Gaia katakan.“Aku akan mengisi kartu untuk mainnya lebih dulu.” Gaia terlihat cukup senang karena tidak ada antrian untuk mengisi kartu. Dia meninggalkan Raga dan Erin serta Kai tidak lama kemudian sudah kembali lagi. “Tap di tempat yang Kai ingin mainkan.” Gaia menyerahkan kartu itu kepada anak laki-laki Raga dan Erin. Sudah tentu Erin mengikut Kai yang kemudian memilih mainan yan
Gaia kembali duduk di bagian belakang di mobil. Tapi itu juga bukan hal yang cukup besar untuk membuat Raga tidak memperhatikan istrinya itu, sepanjang jalan mereka membicarakan hendak kemana dan perlu membeli apa saja.“Tolong angkat telepon dari Mba Rana Babe.” Raga membuat Gaia kemudian meraih ponsel di saku celana sebelah kiri dari Raga. Erin terlihat tidak ingin melihat apa yang sedang Gaia lakukan.“Ya Mba?” Gaia menggeser tombol ikon telepon berwarna hijau di layar telepon milik Raga.“Gia?” Mba Rana sedikit terkejut meski seharusnya tidak. “Iya Mba, Raga sedang nyetir.” Gaia menjawab singkat.“Oo… Itu, nanti aku ke rumah sama Ibu. Kamu sudah sehat?” Mba Rana bertanya karena mungkin Raga lupa memberitahu kabar Gaia saat ini.“Sudah Mba, jam berapa ke rumah Mba?” Gaia bertanya lagi meski Raga tidak mengatakan apapun.“Makan sudah? Nafsu makan masih belum membaik?” Rana bertanya lagi kepada Gaia.“Um… Iya Mba, tapi memang lebih baik tidak terlal
Manusia memang selalu punya sisi yang tidak pernah bisa ditebak manusia lainnya. Unik, Raga lupa jika Margia itu memang tidak seperti perempuan lain, tidak seperti teman tidurnya yang lain. Dia punya semua hal yang Raga juga punya. Jika Raga punya kekasih, Gaia juga. Raga punya keluarga, Gaia juga. Dan Gaia punya caranya sendiri menjalani hidup. Raga lupa jika Gaia bukan perempuan yang akan meminta kepada laki-laki, bukan perempuan yang akan menyandarkan bahunya pada laki-laki untuk meminta kemakmuran di hidupnya. “Kita fokus untuk Kai saja, sekali lagi jika kamu ingin kami membiayai sekolah Kai, tapi kamu ingin Kai tetap bersama denganmu. Aku juga tidak keberatan.” Gaia kembali menyatakan sebuah penawaran.“Kai juga butuh kasih sayang Ayahnya. Kamu berusaha menghalangi?” Erin berusaha menyudutkan Gaia. Gaia menggeleng perlahan.“Tidak juga, Kai boleh bertemu dengan Raga kapanpun, boleh juga menginap. Tapi jika itu kamu aku tidak menngizinkan.” Raga kembali tersenyum de