Semuanya tampak gelap. Semuanya terasa menyakitkan. Namun perlahan cahaya merasuki kegelapan itu, dan mulai tampak terang. Tampak sebuah ruangan yang dikelilingi pepohonan, dedaunan, rerumputan, dan terdengar ringkikan kuda.. Kepala ini terasa begitu pening. Sedikit pun badan tidak bisa digerakkan. Lalu tercium aroma wewangian dari arang kayu cendana yang sekaligus menghangatkan.
Sepasang mata itu terbuka, dan mengamati sekelilingnya. "D-di mana ini?" Ia menggerakkan kepalanya, dan melihat lebih luas. Ada seorang pria yang terbaring di sampingnya, hanya di atas ranjang berbeda. "L-li Yuan?" Yah, dia Feng Qian. Kemudian, teringat apa yang terjadi sebelum dirinya hilang kesadaran.
Feng Qian dan Li Yuan melawan Long Mo. Wujud naga iblis yang merupakan tunggaan Putri Iblis Ye Gui. Mereka berdua kalah, dan terhempas jauh setelah terkena kibasan ekornya. Lebih mengerikan, Feng Qian ingat, Li Yuan memeluknya, menjadi perisai badan yang melindunginya dari sera
Wilayah Suku Iblis, Alam Keabadian Pencarian terhadap Feng Qian dan Li Yuan masih berlangsung. Belum ada kabar apapun yang datang. Li Jing menunggu di istananya dengan harap-harap cemas. Meski pun akhirnya ia tahu, kalau kekasihnya adalah seorang Putri Langit yang hampir jadi korban misi bejat hasil rencana Raja Iblis, dan hampir dieksekusi oleh kakaknya, Li Yuan. Bagaimana kalau pada akhirnya Feng Qian tahu hal ini? Tidak! Saat ini bukan waktunya mengkhawatirkan sesuatu yang bukan prioritas utama. Ia lebih khawatir dengan keselamatan Feng Qian. Kembali ke Alam Fana, di Negeri Chong Zheng Feng Qian membuka mata, dan mendapati dirinya berada di dalam sebuah kamar yang sangat mewah, khas kerajaan alam fana. Ia juga mencium aroma wewangian seperti cendana. Di alam keabadian juga ada aroma ini. Begitu menenangkan. Kemudian, ia mendengar suara langkah, berakhir dengan pintu kamar terbuka. Seorang pelayan bergaun sutera memasuki kamar. Ia melihat Feng Qian sudah membuka mata. "Anda sudah
Malam itu, ketika semua manusia fana terlelap dalam tidurnya, diam-diam Feng Qian kembali ke Wilayah Suku Kuda Terbang, menemui Ma Lian, pemimpin suku itu. Sang ratu bersayap itu menyambut Feng Qian dengan hangat. "Apa ada yang merisaukanmu, Feng Qian?" tanya Ma Lian. Feng Qian mengangguk. "Selama sembilan belas kali kehidupan yang sudah dijalani Li Yuan, selama jadi pria, dia selalu berakhir dengan lajang. Sekarang, Li Yuan reinkarnasi dengan wujud yang sama persis dengan dirinya di Alam Keabadian. Aku penasaran, sebenarnya, apakah dia boleh menikah?" "Soal ini, akan kupanggilkan Tabib Istana untuk menjelaskan." Ma Lian membalik telapak tangannya, dan muncullah lempengan tembaga. "Tabib Istana, datanglah ke Aula Ju Xiang." Tidak lama kemudian, sang tabib datang. Ma Lian kembali menjelaskan kerisauan Feng Qian tadi. Dengan bijaksana, tabib pun menjelaskan. "Pasien merupakan orang terhormat. Itu yang kulihat dari pakaian yang dikenakan dan senjata mili
Alam Keabadian Istana Langit Sudah hampir seribu tahun lamanya, Ratu Langit merahasiakan masalah hilangnya Feng Qian, setelah melawan Naga Iblis Long Mo, dari Raja Langit. Setiap kali ditanya, ia, juga Putra Mahkota Langit Feng Yun, dan Dewa Perang Yue Yuan akan menjawab hal yang sama. "Feng Qian sedang menjalani latihan yang cukup penting, untuk persiapan menghadapi bencana langitnya," kata Ratu Langit, pada suatu hari, ketika Raja Langit berkunjung ke Istana Xi Wu, dan membahas ini. "Latihan seperti apa memangnya? Ini hampir seribu tahun lamanya, aku tidak melihat putriku sendiri." Raja Langit mengeluh, karena merindukan sang anak bungsu. "Yang Mulia, Anda tentu tahu sendiri, menerima bencana Langit bukan sesuatu yang mudah. Petirnya begitu dahsyat menyakitkan. Jika tidak memiliki pertahanan yang kuat, bisa melukai jiwa murni." Ratu Langit berusaha mencari alasan yang masuk akal, supaya bisa diterima oleh sang raja. "Aku akan meminta Yue Yuan memberinya libur sebentar," kata Ra
Alam Keabadian Feng Yun menyendiri, memandangi langit malam, di Dunia Malam milik Dewa Malam. Bebannya bertambah. Ia belum juga menemukan Feng Liu, kini harus tambah bingung mencari keberadaan adik bungsunya, Feng Qian. Melalui bintang-bintang di langit, Dewa Malam membantunya melacak kehidupan sang Putri Langit. "Bintang milik Putri Langit berwarna kebiruan. Sesuai dengan wujudnya sebagai Burung Phoenix Biru. Semenjak Yang Mulia Putra Mahkota memerintahkanku melacak keberadaan Tuan Putri Langit, belum ada tanda-tanda paling buruk yang menimpanya. Lihatlah, bintang miliknya bersinar begitu terang, dan berada di tempatnya juga dengan aman." Dengan sekali kibasan tangan yang lembut, tampaklah bintang-bintang milik keluarga Langit yang masih berkilau sesuai dengan kehidupan mereka. Hanya milik Feng Qian yang berbeda, karena satu-satunya bintang yang berwarna biru. Milik Feng Liu jelas masih berpendar. Adik keenamnya hanya bersembunyi di suatu tempat setelah membawa kabur anak orang. Fe
Hati Li Jing memang merindu, namun sekaligus juga merasakan sakit, ketika tahu, bahwa Long Hua memang kakak pertamanya, Li Yuan. Hanya saja, ia belum ingin memberi tahu Xiao Qian latar belakang mereka berdua. "Sebenarnya, aku melihat kalian berpelukan mesra di tengah jalan. Juga tadi bermesraan di bawah gemintang. Bisa kau pahami, bagaimana rasanya jadi aku?" Ia memunggungi Li Jing."Li Jing, aku sungguh minta maaf atas semua ini. Aku tidak bermaksud menyakiti perasaanmu," kata Xiao Qian. Ia menyentuh lengan kekasihnya. "Li Jing, aku juga begitu menderita dengan semua ini. Aku hanya bisa mengharapkan pengertianmu. Aku tidak minta banyak. Aku tidak memintamu merelakan sakit hatimu. Aku..."Li Jing pun berbalik. Ia tidak bisa melihat air mata menetes di wajah Feng Qian. "Kau tidak perlu menangis begini.""Aku akan menyelesaikan semuanya dengan cepat. Lalu kita bisa bersama lagi di Telaga Bulan, seperti dulu. Aku harap kau mau menunggu sampai saat itu tiba." Xiao Qian menundukkan kepalan
Feng Qian meninggalkan Bejana Tong Hua. Ia terbang menuju Tungku Matahari, di mana Li Yuan tengah bersemedi, menyembuhkan jiwa murninya. Air mata haru tidak bisa ditahannya lagi. Ketika melihat Li Yuan membuka mata. Menyambut nyawa kembali dalam pelukannya. Jiwa murninya sudah sembuh. Bayangannya yang reinkarnasi menjadi Long Hua juga kembali dalam raganya."Li Yuan!" Feng Qian tidak bisa menahan dirinya untuk memanggil nama itu.Dari Tungku Matahari, Li Yuan melihat Feng Qian sudah berdiri di aula. "Shen Hua?" Astaga! Ia ingat Shen Hua sudah tiada. Gadis di depannya ini... "Xiao Qian?"Feng Qian menganggukkan kepala. Membenarkan bahwa semua nama itu memang miliknya. Ia menangis. Lega, karena akhirnya Li Yuan kembali."Ini di mana?" Li Yuan melihat ke sekelilingnya. Lantas ia teringat saat melawan Naga Iblis Long Mo. Ia ingat semuanya. Terutama saat mereka berdua dilibas ekor naga itu, dan terpental jauh dari Laut Barat. Ia segera turun dari Tungku Matahari. Menghampiri Feng Qian. Pad
Li Yuan membawa Feng Qian ke suatu tempat, memeriksa lukanya. Gadis itu hanya diam saat pemuda itu menurunkannya di dalam hutan, tidak jauh dari Wilayah Suku Iblis."Aku tidak menyangka, gadis sepintar dirimu bisa-bisanya terlibat urusan dengan Li Jing," kata Li Yuan. Ia enggan membahas hubungan asmara mereka. "Anak itu, sepanjang hidup hanya menghabiskan waktu bersama wanita, berjudi, dan arak. Kau pasti tidak tahu ini, bukan?"Lagi-lagi Feng Qian meneteskan air mata. "Aku hanya mempercayai naluriku, dia teman yang baik."Li Yuan setuju saja jika Feng Qian menganggap Li Jing teman yang baik. Tetapi tabiat sang adik yang pemalas dan tidak pernah punya prestasi berharga untuk sukunya itu, sungguh tidak pernah bisa diandalkan. Sekarang, Li Jing malah menyakiti Feng Qian seperti ini. Hati Li Yuan marah, kesal, dan tidak rela.Feng Qian menatap Li Yuan. "Kau juga berasal dari Suku Iblis. Kenapa malah menolongku?""Aku tidak peduli soal batas antara aliran kita. Aku mencintaimu. Akan kuter
Love II: Eternal Mate Suara burung berkicau. Angin berembus sepoi. Merontokkan kelopak bunga persik di Taman Ming Liang. Seorang gadis berbaring santai di salah satu dahannya. Mendengarkan kicauan burung-burung surga, dan merasakan embusan angin yang menyejukkan. Rasa kantuk begitu erat memeluknya. Sudah beberapa jam ini ia terlelap, menikmati tidur siangnya. Bermalas-malasan sendiri, ketika teman-teman seusianya sibuk meningkatkan kultivasi dengan berbagai kegiatan. Tiba-tiba, ia terbangun, ketika suara indah itu berubah jadi kericuhan para gadis. "An Xin, kau di mana?" Saking ributnya, mereka pun membangunkan gadis bernama An Xin yang merasa baru saja mendapat kesempatan bersantai di taman yang biasanya jarang didatangi orang ini. Masih dengan malas-malasan, An Xin menyahut. "Aku di sini!" Para gadis bergaun kuning dari kalangan kunang-kunang itu menghampiri An Xin, yang merupakan salah satu anggota Suku Bidadari Bulan. "An Xin, selamat!" "Selamat kenapa?" tanya An Xin. Ia tidak