Mag-log inBab 65. TIDAK MUNGKIN Ki Braja menatap Ki Supa dengan tatapan tajam, dari ekspresi wajahnya saja bisa di lihat kalau ketua Padepokan Maung Siliwangi merasa kesal dengan Ki Supa yang tidak melaporkan keberadaan orang asing di puncak gunung Maung. Ki Supa segera menangkupkan kedua telapak tangannya di depan kepala kearah ketua Padepokan Maung Siliwangi, sambil tetap duduk bersila di tempatnya. “Hormat ketua, sebelumnya semua orang di Padepokan juga sudah tahu siapa orang yang baru-baru ini berada di puncak gunung Maung.” “Semua orang sudah tahu? Ki Supa kalau bicara itu yang jelas, jangan berputar-putar. Coba kamu sebutkan siapa orangnya yang sudah berani memasuki puncak gunung Maung tanpa sepengetahuanku?” kata Ki Braja sambil menatap kearah Ki Supa dengan tatapan tajam dan penuh wibawa. Sekali lagi Ki Supa menangkupkan kedua tangannya di depan kepala sebelum menjawab pertanyaan Ki Braja. “Ketua, apakah ketua masih ingat dengan pertandingan y
Bab 64. MENEBAK-NEBAK Pada bulan kedua, Jaka Tole menerobos dua tingkat lagi, yaitu Kaisar tingkat sepuh dilanjutkan dengan Kaisar tingkat puncak. Dan pada bulan ketiga, setelah dua bulan berlalu barulah Jaka Tole mencapai level tinggi yang selalu diimpikan para pendekar yaitu level pendekar Kesengsaraan. Pada umumnya pendekar yang mencapai level Kesengsaraan, usianya sudah lebih dari seratus tahun. Akan tetapi kini sepertinya kebiasaan itu sudah menghilang, karena Jaka Tole, seorang anak manusia yang baru berusia dua puluh tahunan sudah mulai menembus level Kesengsaraan. Tanpa diketahui Jaka Tole, di puncak gunung Maung tengah terjadi fenomena aneh yang sangat mengerikan. Saat ini adalah malam hari, langit yang sebelumnya cerah dengan bintang dan bulan yang menyinari puncak gunung Maung, tiba-tiba saja menghilang. Dan di langit yang sebelumnya cerah itu, kini sudah berganti kegelapan yang sangat mencekam dengan angin yang menderu-d
Bab 63. NAIK TINGKAT “Anak itu benar-benar beruntung, yang tidak bisa dimengerti adalah cara dia memenangkan pertandingan ini. Kalau dilihat dari tingkat Prananya, dia sama sekali belum menembus pondasi dasar.” Sementara itu Jaka Tole yang sedang merambat di dinding gunung yang curam, sengaja dibuat lama dan kesulitan,karena dia sudah mengetahui keberadaan Ki Supa yang mengantarnya ke tempat ini. Hingga akhirnya Jaka Tole sampai juga di cekungan mulut gua, dan sebelum memasuki gua keramat, Jaka Tole berpura-pura kehabisan nafas dan nampak terengah-engah sambil mengusap peluh yang membasahi dahinya. Sebelum memasuki gua keramat, kesadaran spiritual Jaka Tole terlebih dahulu memeriksa situasi di dalam goa untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah dirasa cukup aman, Jaka Tole segera memasuki mulut gua dan menghilang dalam kegelapan. Ki Supa yang sedari tadi mengawasi Jaka Tole, tampak bernafas lega setelah melihat
Bab 62. GOA KERAMAT “Baik guru,” sahut Jaka Tole dengan perlahan, dia juga khawatir jika suaranya akan mengganggu ketenangan tidur para leluhur. Ki Supa terus berjalan melewati makam leluhur Padepokan, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah tebing yang curam. Mereka berhenti di bibir sebuah jurang, kemudian Ki Supa berkata sambil menunjuk kerah tebing berbatu, “Kamu lihat gua yang ada di balik cerukan batu itu?” Jaka Tole segera mengikuti arah jari telunjuk Ki Supa, samar-samar dia bisa melihat bayangan lobang gua yang tertutup cerukan batu besar. “Saya melihatnya guru.” “Itu gua keramat tempat kamu melakukan semedi. Kamu harus memikirkan bagaimana cara agar sampai ke gua itu, guru hanya mengantar sampai disini saja.” “Baik guru,” kata Jaka Tole singkat. “Baiklah, guru tidak bisa menemanimu. Ingat satu tahun lagi guru akan menjemputmu, berusaha dan pikirkan cara agar kamu bisa memasuki gua itu.” Setelah memberi pesan kepada Jaka T
Bab 61. MAKAM LELUHUR Setelah tiga pemenang diumumkan, semua orang masih tidak percaya kalau Jaka Tole yang notabene adalah seorang murid baru, mampu mengalahkan para kakak seniornya. Padahal Jaka Tole belum mempelajari tenaga dalam atau energi Prana sebagai penguat tubuh dan pencak silatnya. “Ini benar-benar mengejutkan, ternyata kita mempunyai mutiara yang selama ini tersimpan di antara murid-murid baru,” kata salah seorang guru sambil menatap dengan pandangan takjub kearah Jaka Tole yang masih berdiri di atas arena pertandingan. Penyerahan hadiah yang selama ini ditunggu-tunggu para pemenang pun tiba. “Juara ketiga Dakum, mendapatkan hadiah lima pil jamu peningkat energi Prana dan seratus keping emas.” Para penonton langsung bertepuk tangan dengan riuhnya menyaksikan penyerahan hadiah dari seorang guru kepada Dakum. “Juara kedua Jarman, mendapatkan hadiah sepuluh pil jamu peningkat energi Prana dan dua ratus keping emas.”
Bab 60. TENDANGAN MAUT Setelah Jaka Tole diumumkan sebagai pemenang, peserta selanjutnya segera naik ke arena. Dua murid senior saling berhadap-hadapan, mereka berdua sudah mencapai level Pondasi tingkat lima, sehingga pertandingan mereka cukup seimbang. Murid senior itu bernama Jarman dan yang satunya Bagyo, dengan tubuh dan perawakan yang seimbang, pertarungan di antara keduanya sangat menarik. Mereka berdua saling serang dan menghindar dengan lincah, sorak sorai para pendukungnya membuat suasana semakin riuh. Bugh…! “Hegh…” Hingga akhirnya sebuah tendangan kilat yang dilancarkan Jarman tepat mengenai tubuh BagyO. Dengan tubuh sempoyongan terdorong ke belakang, bibir Bagyo tampak meringis kesakitan menahan luka yang dialaminya. Belum juga sempat memperbaiki posisi kuda-kuda dan nafasnya, Jarman sudah melayangkan serangan susulan yang tak kalah kuat dan cepatnya, dengan serangan sebelumnya. Dengan susah payah, Bagyo berusaha menang







