"Berikan hak-ku, James!" Bulan menantang James dengan berani.Mata James membola, wanita ini tau persis bagaimana dirinya, dia bukanlah laki-laki pada umumnya, dia memiliki kelainan yaitu tak tertarik pada perempuan. Bagaimana bisa dia memberikan apa yang diinginkan wanita itu?Belum selesai James berpikir, Bulan sudah membungkam mulutnya terlebih dahulu, berusaha menggerakkan bibirnya yang tak berpengalaman. James membatu, tak menerima dan tak juga menolak, dia hanya diam sambil mengatupkan mulutnya erat.Bulan yang nekad berusaha menggapai kemejanya, namun James menangkap tangan itu terlebih dulu.Bulan menutup wajah, ditolak! Untuk kesekian kali dia ditolak, tapi dia tak ingin menyerah. Bulan mengusap kasar air matanya, lalu kembali memeluk James."Kau suamiku, James. Aku berhak penuh atas dirimu, aku berhak mendapatkan apa pun yang ada padamu, jiwa ragamu, cintamu, perhatianmu, semuanya," kata Bulan mendongak menatap James yang masih betah dengan wajahnya yang menegang."Bulan, jan
"Kau dengar?""Dug, dug, Dug, kencang sekali," jawab James menirukan suara detak jantung Bulan."Aku selalu berdebar saat di dekatmu, James. Seperti selesai berlari.""Selain denganku, dengan siapa lagi jantungmu berdetak cepat seperti itu?" tanya James menarik tangannya karena tak nyaman. Bulan mengeratkan pelukannya."Hanya denganmu, tidak pernah dengan orang lain.""Aku tak yakin.""Kenapa?""Kau memiliki wajah yang cantik, mustahil tak pernah jatuh cinta."Bulan tersenyum, lalu bangkit, dia duduk bersila menghadap James yang masih menyandarkan dirinya di kepala tempat tidur."Aku tidak pernah jatuh cinta.""Aku tak yakin.""Aku tak berbakat berbohong, benar, aku hanya jatuh cinta padamu James. Saat perkenalan kita menjelang tunangan, aku langsung terpesona padamu, sayangnya kau tak menatapmu sekali saja.""Banyak hal yang belum kau mengerti, Bulan! Banyak hal yang belum kau pahami.""Bukannya kita sudah berjanji akan terbuka satu sama lain? Kau cukup bercerita saja padaku," kata B
"Aku takkan menyerah Sampai di sini, James. Aku takkan memberikan apa yang seharusnya menjadi milikku begitu saja pada orang lain. Dari awal kau milikku, dan begitu seterusnya," ujar Riyan penuh tekad, saat ini dia tengah berada di pintu keluar rumah James. Sebuah koper besar berada di tangannya, menandakan pria tampan tapi lembut itu akan pergi."Untuk saat ini, ikuti apa kataku, aku ingin Bulan dalam keadaan nyaman, dia tidak boleh berpikir berat, aku harap kau mengerti, aku tau selama ini hanya kau yang paling memahamiku.""Aku melakukan apa saja untuk dirimu, James. Apa saja, tapi kali ini, ini terakhir kali aku mengalah, aku tak mau menjadi pihak yang teraniaya lagi. Aku ingin, semua berakhir dengan cepat seperti kesepakatan kita, kau masih ingat kan, James? Bahwa kau tak akan selamanya bersama Bulan. Aku tau kau takkan mengingkari janji."James menghembuskan nafas berat."Aku tak lupa itu.""Aku yakin kau takkan mengkhianatimu, James.""Yah." James mengangguk."Aku pergi,""Oke.
"Hai, pasti suaminya Bulan, masih ingat aku? Yang menyanyi saat pesta kalian?""Oh, maaf aku lupa. Silahkan masuk!" James menepi, memberi jalan pada pria tampan yang memiliki tinggi yang sama dengannya. Jujur, pria itu laki-laki yang sempurna secara fisik. Khas pria Asia, kulitnya sawo matang dengan otot yang terlatih. Alisnya tebal dan rambutnya dipotong cepak, khas gaya militer. Pria itu langsung mendapat sambutan hangat, tak pernah James melihat Bulan seceria ini."Hai, aku senang kau datang lebih awal. Aku tak menyangka kau menepati janjimu untuk mampir, oh ya, ini James suamiku, kau pasti masih ingat, kan?""Tentu saja aku masih ingat, aku begitu penasaran dengan siapa pria yang berhasil merebut hati wanitaku," jawab Dimas dengan kelakar, dia berniat bercanda, tapi James masih mempertahankan wajah dinginnya. Baginya tak ada yang Lucu, oh apa itu tadi? Wanitaku? James tersenyum geli dalam hati. Pria ini terlalu berani mencari masalah. Masalah? Tiba-tiba James tak mengerti dengan p
Senyum mama James yang bernama Maria itu merekah, sebuah keajaiban baginya ketika James pulang ke rumah membawa serta istrinya. Maria tau, James tak begitu peduli pada keluarga besarnya, walaupun Maria berusaha menyayangi James bagaikan anak kandungnya sendiri, tapi hal itu tak membuat James dekat dengannya."Apa kabar, Ma? Lama tidak berjumpa," sapa Bulan.Maria mengangguk dan tersenyum ramah."Terakhir saat pesta kalian, dan ... Setelah itu James tak pernah membawamu ke sini." Maria melirik James yang tengah meletakkan barang-barang di teras rumah."Bagaimana kabarmu, James?""Aku sehat, mana Papa?""Dia ke Bangkok dan belum pulang.""Oh," sahut James tak begitu tertarik."Ayo, Bulan, masuk dulu!" Maria menggandeng tangan Bulan, Bulan merasa seperti di rumahnya sendiri. Walaupun dia dan Maria baru beberapa kali bertemu, namun sifat akrab Maria membuatnya sangat nyaman."Ayo! Mama antar kamu ke kamar James, kamu istirahat dulu, nanti mama panggil buat makan malam."Bulan mengangguk,
Hidangan makan malam yang istimewa, dari aroma yang tercium dipastikan masakan mama James pasti enak. Bahkan Bulan tak sabar ingin mencoba pepes ikan yang dibungkus dengan daun pisang itu.Maria mendekatkan mangkuk yang berisi nasi ke depan James, sinar matanya penuh harap."Mama sangat bahagia, bisa makan malam bersama kalian, biasanya mama akan makan malam sendiri karena papamu sangat sibuk, dan ini mama sendiri yang memasaknya. Makanlah! Udang saus kesukaanmu, James."Bulan menanti ekspresi James, tapi pria itu tak menunjukkan emosi apa pun. Walaupun dia tak menolak saat Maria memasukkan beberapa sendok nasi ke piringnya."Ayo, Bulan! Makanlah yang kenyang, supaya kau sehat, menjadi calon ibu butuh tubuh yang sehat. Atau jangan-jangan kau sudah hamil, mama lihat wajahmu pucat.""Uhuk!" James tersedak. Bulan buru-buru menyodorkan air putih dan ditandaskan oleh James sekali minum. Bulan tau, dugaan Maria mengejutkan James, atau malah menyinggungnya."Dari gelagatmu, semua dugaan mam
"Buka matamu, James!" Suara lirih Bulan membangunkan James, pria itu mengucek matanya sejenak dan menemukan senyuman merekah milik Bulan. Wanita itu begitu cantik dengan rambut basah yang tergerai. James tersentak, apakah yang terjadi semalam adalah nyata? Dia mampu melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang suami. Malam pertama terjadi setelah beberapa bulan pernikahan.James mendapati pipi Bulan yang merona malu, sedangkan James masih berusaha mengingat keping-keping kilasan malam pertama yang sama sekali tak diduganya."Jam berapa ini?""Hampir subuh.""Aku masih mengantuk," jawab James parau, dia menaikkan kembali selimut ke atas dada. Bulan tersenyum lembut, dengan gerakan pelan, dia menarik selimut itu kembali. James terlambat untuk mempertahankannya."Kau harus mandi dulu, James.""Ini masih terlalu pagi," ucap James membuka paksa matanya kembali."Iya, mandi dulu, sholat, dan sarapan.""Ah," keluh James, tapi dia tak membantah lebih jauh, dia bangun dengan rambutny
Bulan dijemput seseorang? Siapa? Apakah pria itu? Apakah kekasih Bulan? Tidak mungkin kekasih, karena pengakuan Bulan, dia tak memiliki kekasih, dan James yakin Bulan takkan mungkin berbohong. Lalu siapa yang begitu berani datang seolah-olah sebagai dewa penyelamat bagi istrinya? Tidak mungkin ada malaikat penyelamat, kan?James merasa amarah dan emosinya ingin meledak, darah serasa mengalir cepat ke ubun-ubun. Bahkan Maria merasa cemas dengan raut wajah James."Siapa, Ma?""Mama juga nggak kenal, tiba-tiba saja Bulan pamit dan berlari keluar rumah sambil menangis. Tapi mama sempat melihat, ada mobil bewarna putih berhenti di depan rumah, dan Bulan langsung masuk ke sana. Sekilas mama lihat, dia laki-laki dengan rambut cepak, dan ...." Maria berusaha mengingat-ingat. "Tinggi besar.""Dasar, sial, kekanak-kanakan." James tak berhenti mengumpat."Ada apa sebenarnya, mama lihat kalian bertengkar.""Aku belum bisa menceritakannya, Kalau dia mau pergi, pergi saja, aku takkan mengemis menyu