Share

Bab 4

Penulis: Ulya Faudiyah
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-24 12:48:11

Bab 4: Kejutan Bisnis dan Rahasia Lama

“Aku nggak janji, Nad,” jawab Reza akhirnya.

Dari balik pintu kamarnya, Aisyah yang tidak sengaja mendengar percakapan itu merasa seluruh tubuhnya melemas. Hatinya yang berusaha menerima keadaan sekarang mendadak terasa seperti dihantam palu.

“Siapa Nadia, Mas?” tanyanya pelan, hampir seperti berbisik, tapi cukup keras untuk membuat Reza terkejut.

Reza menoleh ke arah pintu kamar Aisyah. Dia tidak menyadari bahwa Aisyah sudah berdiri di sana, wajahnya pucat dengan sorot mata yang sulit ditebak. Reza menelan ludah, berusaha menyusun kata-kata. Namun, tidak ada yang keluar dari mulutnya.

“Mas…” Suara Aisyah bergetar. “Siapa Nadia?” ulangnya, kali ini dengan nada lebih tegas.

Reza menghela napas panjang dan meletakkan ponselnya di atas meja. Dia tahu dia tidak bisa menghindar lagi. Tapi bagaimana dia bisa menjelaskan semuanya tanpa menyakiti Aisyah lebih jauh?

“Dia… dia orang dari masa lalu Mas,” jawab Reza akhirnya, singkat.

“Masa lalu?” Aisyah melangkah mendekat, matanya penuh dengan rasa penasaran dan kecemasan. “Mbak Nadia, ya? Kakakku?”

Reza terdiam. Nama itu seperti pisau yang menusuk dadanya. Dia tidak tahu harus menjawab apa.

“Aku dengar, Mas. Aku dengar semuanya tadi,” kata Aisyah, suaranya mulai terdengar putus asa. “Mbak Nadia telepon, kan? Apa dia mau balik? Apa dia mau ambil posisinya lagi?”

“Aisyah, tenang dulu…” Reza mencoba mendekat, tetapi Aisyah melangkah mundur.

“Tenang? Gimana aku bisa tenang kalau aku nggak ngerti apa-apa? Aku ini istri Mas, tapi kenapa aku merasa… aku cuma pengganti?” Suara Aisyah pecah, dan air mata mulai mengalir di pipinya.

Reza terdiam, membiarkan Aisyah meluapkan emosinya. Dia tahu dia salah. Dia tahu Aisyah berhak merasa seperti itu. Tapi dia juga tidak tahu bagaimana cara menjelaskan semuanya tanpa memperburuk keadaan.

“Mas nggak pernah anggap kamu cuma pengganti, Dek Ais…” ucap Reza akhirnya, suaranya pelan tapi penuh penyesalan. “Mas cuma butuh waktu buat beresin semuanya.”

Aisyah menatapnya dengan mata penuh luka. “Beresin apa, Mas? Mbak Nadia? Atau pernikahan ini?”

Keesokan harinya, suasana di rumah masih terasa canggung. Aisyah menghindari kontak langsung dengan Reza, meski dia tahu mereka tidak bisa terus seperti ini. Namun, pagi itu, Reza mencoba mencairkan suasana.

“Dek Ais,” panggilnya lembut di ruang makan saat Aisyah sedang sarapan. “Nanti siang ikut Mas, ya.”

Aisyah mengangkat wajah, menatap Reza dengan bingung. “Ikut ke mana, Mas?”

“Mas mau ajak kamu ke salah satu kafe Mas. Kita lagi ada proyek baru, dan Mas pikir kamu perlu tahu sedikit tentang bisnis keluarga kita.”

Aisyah terdiam. Dia tidak yakin ini ide yang baik, terutama setelah percakapan semalam. Tapi di sisi lain, dia tidak ingin terus berada di rumah, terjebak dengan pikirannya sendiri.

“Baik, Mas,” jawabnya singkat.

Reza tersenyum tipis, meski senyuman itu terlihat canggung. “Terima kasih, Dek.”

---

Siang itu, mereka berdua berangkat menuju salah satu kafe milik Reza yang baru saja direnovasi. Kafe itu terletak di pusat kota, dengan desain modern dan suasana yang nyaman. Aisyah terkesan dengan tempat itu, meski dia tidak menunjukkannya secara langsung.

“Ini salah satu kafe pertama yang Mas buka,” kata Reza sambil mengajak Aisyah masuk. “Dari sini, Mas mulai belajar banyak tentang bisnis.”

Aisyah hanya mengangguk. Dia mengikuti Reza yang sibuk menjelaskan tentang konsep kafe, menu, dan rencana pengembangan bisnis. Meski dia tidak terlalu mengerti, dia mendengarkan dengan seksama.

Namun, suasana berubah ketika Aisyah melihat seorang wanita muda menghampiri mereka dengan senyum lebar. Wanita itu tampak mengenali Aisyah, dan reaksinya membuat Aisyah merasa tidak nyaman.

“Aisyah?” tanya wanita itu, suaranya terdengar penuh kejutan. “Kamu… ini kamu, kan?”

Aisyah menoleh, mencoba mengingat siapa wanita itu. Butuh beberapa detik sebelum dia menyadari bahwa wanita itu adalah Lina, sahabat lamanya dari SMP.

“Lina?” jawab Aisyah ragu.

“Iya! Astaga, aku nggak nyangka ketemu kamu di sini!” Lina tertawa pelan, tapi matanya langsung melirik ke arah Reza. “Dan… ini siapa? Suamimu?”

Aisyah merasa wajahnya memanas. Dia tidak tahu harus menjawab apa, tetapi Reza langsung mengangguk dan menjabat tangan Lina.

“Iya, saya suaminya Aisyah,” kata Reza dengan nada ramah.

Lina tampak terkejut, tetapi dia mencoba menyembunyikannya. “Wah, selamat ya, Ais. Aku nggak nyangka kamu udah nikah.”

Aisyah hanya tersenyum tipis. Tapi sebelum dia sempat menjawab, Lina melanjutkan, kali ini dengan nada yang lebih pelan.

“Aku dengar kabar tentang keluargamu, Ais,” katanya sambil melirik ke arah Reza, seolah ragu untuk melanjutkan. “Tentang… Mbak Nadia.”

Aisyah merasa jantungnya berhenti berdetak. Dia menatap Lina dengan tatapan penuh tanda tanya. “Kabar apa, Lin?”

Lina tampak ragu, tetapi akhirnya dia menghela napas. “Aku denger Mbak Nadia kabur… karena ada hubungan terlarang.”

Aisyah terdiam. Kata-kata Lina seperti petir yang menyambar di siang bolong. Dia tidak tahu apa maksud Lina, tetapi jelas bahwa sahabat lamanya itu tahu sesuatu yang selama ini dia tidak pernah tahu.

“Lin, maksud kamu apa?” tanya Aisyah akhirnya, suaranya bergetar.

Lina melirik Reza, seolah tidak yakin apakah dia harus melanjutkan pembicaraan ini di depan pria itu. “Mungkin… kita bisa bicara nanti, Ais. Berdua aja.”

Reza yang sejak tadi diam akhirnya angkat bicara. “Kalau ada sesuatu yang perlu disampaikan, lebih baik sekarang saja, Mbak.”

Lina terdiam. Dia tampak ragu, tetapi akhirnya dia menggeleng. “Bukan urusan saya, Mas. Maaf. Saya cuma… berharap yang terbaik untuk kalian.”

Setelah itu, Lina pergi, meninggalkan Aisyah dan Reza dalam kebingungan. Aisyah ingin bertanya lebih banyak, tetapi dia tahu Lina tidak akan memberinya jawaban sekarang.

Sepanjang perjalanan pulang, Aisyah tidak banyak bicara. Pikirannya penuh dengan pertanyaan. Apa maksud Lina tadi? Apa yang sebenarnya terjadi dengan Mbak Nadia? Dan kenapa dia merasa semakin yakin bahwa pernikahan ini hanya jebakan untuk menutupi sesuatu?

“Aisyah,” panggil Reza pelan, memecah keheningan. “Kamu nggak apa-apa?”

Aisyah menoleh, menatap Reza dengan tatapan yang sulit dibaca. “Mas, jujur sama aku… pernikahan ini, apa sebenarnya tujuannya?”

Reza mengerutkan kening. “Maksud kamu apa, Dek?”

“Aku cuma mau tahu. Apa aku dinikahin cuma karena Mbak Nadia kabur? Karena keluarga kita nggak mau malu?” Suaranya terdengar tajam, penuh kecurigaan.

Reza terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Dia tahu Aisyah pantas mendapatkan penjelasan, tetapi dia juga tahu bahwa kebenaran bisa menghancurkan hubungan mereka yang sudah rapuh.

“Mas nggak pernah anggap kamu cuma pelarian, Dek Ais,” jawab Reza akhirnya. “Mas nikahin kamu karena Mas mau bertanggung jawab.”

“Tanggung jawab?” Aisyah tersenyum pahit. “Atau karena Mas nggak punya pilihan lain?”

Malam itu, saat Aisyah sudah di kamarnya, Reza menerima telepon yang membuatnya terkejut.

“Za, aku tahu di mana Nadia sekarang,” ujar suara di seberang.

Reza langsung menegakkan tubuhnya. “Apa? Kamu serius?”

“Iya. Tapi kamu harus siap, Za. Ada banyak yang harus kamu tahu.”

Reza menggenggam ponselnya erat-erat. Pandangannya melayang ke arah kamar Aisyah. Dia tahu berita ini akan mengubah segalanya.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Mas?”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 28

    "Kamu pikir dengan melakukan semua ini, kami akan menerimamu?"Suara Ibu Reza menggema di ruang makan keluarga. Wajahnya dingin, matanya menatap tajam ke arah Aisyah yang berdiri tegak di seberang meja. Di sekelilingnya, suasana tegang. Reza duduk di samping, ekspresinya sulit ditebak.Aisyah menelan ludah, tapi dia tidak menunduk. "Saya tidak melakukan ini untuk diterima, Bu. Saya melakukannya karena saya ingin."Ibu Reza mengangkat alis. "Ingin?"Aisyah mengangguk. "Saya ingin berada di sisi Mas Reza, dalam keadaan apa pun."Hening. Suasana di ruangan itu terasa semakin tegang. Laila, yang berdiri di sudut ruangan, menggigit bibirnya, terlihat gelisah. Reza sendiri belum berkata apa-apa, tapi tangannya terkepal di atas meja, menandakan ketidakpuasannya terhadap situasi ini."Kalau begitu, kenapa baru sekarang bicara seperti ini?" suara Ibu Reza penuh sindiran. "Dari awal, kamu hanya diam, menunduk, seolah tidak punya pendirian. Kamu tidak seperti Nadia."Jantung Aisyah mencelos mend

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 27

    "Aku bukan bayangan Mbak Nadia, Mas."Suara Aisyah bergetar, tapi sorot matanya teguh. Reza menatapnya, terdiam beberapa saat. Di ruangan apartemen mereka yang remang, ketegangan terasa seperti udara yang mengental, menunggu untuk dipecahkan."Aku tahu," suara Reza lebih pelan, tetapi tak lantas mereda. "Dek Ais, aku nggak pernah menganggap kamu begitu."Aisyah menelan ludah. "Tapi Mas Reza selalu ragu-ragu. Aku bisa merasakannya."Reza mengusap wajahnya, napasnya berat. "Aku hanya butuh waktu...""Waktu untuk apa?" potong Aisyah. "Untuk menyadari kalau aku benar-benar istri Mas Reza? Untuk melihat aku bukan cuma seseorang yang hadir karena keadaan?"Hening. Suara detak jam di dinding terasa begitu jelas, seolah mengikuti irama ketegangan di antara mereka. Reza menarik napas panjang, lalu berjalan mendekat. "Aku memang butuh waktu, Aisyah. Tapi bukan untuk itu."Aisyah diam, menunggu. Dia tahu bahwa di balik setiap kata Reza terdapat sebuah ketulusan yang terpendam."Aku butuh waktu

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 26

    "Dek Ais, aku nggak mau dengar alasan apa pun lagi. Aku harus ada di sana."Suara Reza terdengar tegas. Aisyah, yang tengah duduk di depan meja rias, menatap pantulan dirinya di cermin. Tangan mungilnya mengepal di atas pangkuan. Dia merasakan ketegangan yang mengalir di antara mereka, seperti arus listrik yang tak terlihat namun sangat kuat."Mas Reza, aku nggak mau merepotkan..." Reza berdecak, melangkah mendekat. "Kamu lulus hari ini. Hari penting dalam hidup kamu. Suamimu sendiri harus hadir, bukan?"Aisyah menggigit bibir. "Ibu nggak akan suka.""Ibu bisa berpikir sesukanya." Reza menggerakkan tangannya seolah menyingkirkan semua kekhawatiran yang menghalangi mereka.Jantung Aisyah berdebar. Sejak pernikahan mereka, Reza memang selalu membela dirinya. Tapi tetap saja, dia tak ingin menjadi penyebab keretakan hubungan Reza dan ibunya. Rasa bersalah menyergapnya."Tapi, Mas..." Reza menunduk sedikit, menatap langsung ke matanya. "Nggak ada tapi. Aku suami kamu, dan aku mau ada di

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 25

    "Kenapa, Za? Kenapa kamu berubah gini?" Suara Nadia bergetar, tapi Reza tetap menatapnya tanpa ekspresi. Hawa dingin yang menyelimuti ruangan itu seolah menekan setiap kata yang ingin keluar dari mulutnya. "Aku nggak berubah, Nad. Justru ini pertama kalinya aku bersikap seperti yang seharusnya."Nadia menelan ludah. Ada sesuatu dalam tatapan Reza yang membuat dadanya sesak—seolah dia benar-benar kehilangan sesuatu yang selama ini dia pikir bisa dia kendalikan."Jangan ngomong kayak gitu. Kamu nggak bisa ninggalin aku, Za. Kamu tahu itu!" Reza mendengus pelan."Kamu terlalu percaya diri, Nad."Nadia mengerjap, seolah belum sepenuhnya bisa menerima kenyataan yang ada di depan matanya. Sejak awal, dia selalu percaya bahwa Reza akan tetap ada untuknya—entah sebagai pria yang dia cintai, atau setidaknya seseorang yang tidak bisa benar-benar lepas dari genggamannya. Tapi sekarang, semuanya terasa berbeda."Kamu masih marah soal yang kemarin, kan?" Reza menghela napas. "Bukan cuma kemar

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 24

    Ruang tamu yang biasanya hangat dan penuh tawa kini terasa dingin dan tegang. Cahaya lampu gantung di langit-langit memantulkan bayangan samar di dinding, seolah mencerminkan pergolakan yang sedang berlangsung di antara dua wanita yang berdiri saling berhadapan. Aisyah berdiri tegak di tengah ruangan, jilbab panjangnya yang berwarna krem menjuntai hingga menutupi sebagian pundaknya. Tangannya tersembunyi di balik kain itu, namun jika dilihat lebih dekat, jemarinya tampak mengepal erat, menahan gelombang emosi yang bergejolak di dadanya. Suaranya yang keluar dari bibirnya sedikit bergetar, namun matanya—mata yang biasanya lembut dan penuh kehangatan—kini menatap lurus ke arah Nadia tanpa sedikit pun gentar."Apa maumu sebenarnya, Mbak Nadia?" tanyanya, nada suaranya bercampur antara ketegangan dan kemarahan yang ia coba tahan.Nadia, yang duduk santai di sofa empuk dengan kaki disilangkan, hanya tersenyum tipis. Senyum itu tidak mencapai matanya; ada sesuatu yang dingin dan licik ters

  • Lamar Kakak, Nikahi Adiknya   Bab 23

    “Apa yang kamu lakukan, Mbak Nadia?” Suara Aisyah bergetar, namun ada kekuatan yang tersirat dalam nada bicaranya. Matanya menatap lurus ke arah wanita yang berdiri di depannya, sorot keteguhan yang belum pernah Reza saksikan sebelumnya memenuhi wajah lembut Aisyah. Cahaya lampu ruang tamu yang temaram memantulkan bayangan mereka di dinding, menciptakan suasana yang tegang seolah udara di sekitar mereka ikut mengeras.Nadia tersenyum sinis, lengkungan bibirnya penuh dengan kepahitan yang sudah lama terpendam. “Kamu pikir aku akan membiarkan kamu merebut semuanya dariku, Aisyah? Aku tahu semua rahasia keluarga ini—setiap detail kecil yang disembunyikan dengan rapi di balik senyum manis dan kata-kata bijak. Dan aku akan memastikan kamu menyesal telah masuk ke dalamnya, menjejakkan kakimu di dunia yang bukan milikmu.”Reza melangkah maju, tubuhnya yang tinggi berdiri tegak di antara Aisyah dan Nadia, seolah menjadi benteng pelindung bagi wanita yang kini menjadi bagian penting dalam hidu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status