Share

5. Library

Sekarang Ia dan Shawn sudah berada di perpustakaan sekolah. Berada di perpustakaan membuat hati Laurene merasa senang, suasana yang tenang dan sepi sangat disukainya, membuat ia merasa nyaman dan lebih konsentrasi untuk belajar.

"Shawn, aku cari buku referensi untuk pelajaran bahasa inggris dulu ya."

"Ya ampun Laurene, kita kan baru sampe baru aja duduk."

"Aku kesini kan mau cari buku bukannya mau duduk-duduk. Ngapain juga kesini cuma buat ngeliatin buku-buku dari jauh, ya baca lah."

"Kamu aja yang duduk Shawn, ga usah ikut denganku. Aku mau mencari buku referensi Bahasa Inggris dulu. Kamu tunggu di sini aja, aku akan segera kembali."

"Haha, beneran? Kamu ga mau aku bantuin?"

"Tidak, terima kasih Shawn. Aku bisa mencarinya sendiri."

"Ok kalau begitu. Aku akan tunggu kamu di sini."

Kakinya mulai melangkah menuju rak buku yang terletak di pojok ruangan, matanya dengan teliti mencari satu demi satu buku referensi untuk pelajaran Bahasa Inggris. Ia menemukan sebuah buku di bagian atas rak buku, kelihatannya buku itu bagus cocok buat referensi Bahasa Inggrisnya. Laurene menjinjitkan kakinya mencoba untuk meraih buku itu, tapi tidak sampai, tangannya tidak dapat menggapai buku itu. Ia mencoba menaikkan tumitnya sekali lagi, dia sudah berdiri di ujung jarinya di ujung bagian depan sepatu ketsnya lalu mencoba untuk meraih buku itu, tapi tangannya hanya dapat menyentuh sedikit bagian bawah buku itu. Ia ingin sekali mengambil buku itu, tapi buku itu letaknya terlalu tinggi dan tangannya tidak cukup panjang untuk mengambil buku itu.

Tiba-tiba ia melihat ada tangan yang lain, tangan seseorang yang mengambil buku itu duluan. Laurene merasa kecewa karena ia tidak bisa mendapatkan buku itu, padahal ia ingin sekali mendapatkan buku itu, sepertinya buku itu sesuai dengan buku yang sedang dicarinya. Laurene pun menoleh kesamping kirinya, betapa kagetnya ia ternyata tangan itu adalah milik Shawn.

"Ini bukunya." kata Shawn tersenyum sambil memberikan buku itu kepada Laurene.

"Kamu? Shawn?" Laurene pun tersenyum lega. " Makasih ya Shawn, lagi-lagi kamu menolongku."

"Sama-sama Laurene. Itulah gunanya teman untuk saling tolong menolong."

"Ok." Laurene pun tersenyum sambil mengacungkan jempolnya ke arah Shawn.

Saat ia sedang berbicara dengan Shawn, dari balik rak buku ia seperti melihat Tony berdiri di luar jendela kaca perpustakaan, tapi saat ia melihat ke arah jendela itu lagi ia tidak melihat siapapun di sana. Mungkin matanya yang sudah salah lihat atau itu hanyalah sebuah halusinasi karena ia merasa takut kalau-kalau ada orang yang sedang mengikuti dan memata-matai ia dan Shawn.

Seketika perasaan takut menyelimuti dirinya, bagaimana kalau tadi itu benar-benar Tony? Bisa-bisa Tony salah paham lagi dan protes lagi padanya lalu akan bersikap aneh lagi padanya seperti kejadian waktu itu di taman belakang sekolah. Belakangan ini Tony aneh, suka protes dan marah-marah gak jelas, ujung-ujungnya bakal berantem lagi dah sama Tony. Ah sudahlah, kenapa juga dipikirin. Tony kan dari dulu memang suka begitu, selalu suka ngatur-ngatur Laurene. Emang dia siapanya Laurene, kakak bukan pacar juga bukan. Udahlah, bodo amat!

"Laurene, are you okay?"

"Eh? Iya Shawn, aku baik-baik aja kok."

Suara Shawn membuyarkan dan menghapus obrolan dengan dirinya sendiri di dalam benaknya. Kakinya langsung melangkah ke tempat duduk yang tadi ia pilih bersama Shawn, Shawn pun mengikuti langkah Laurene dan memilih tempat duduk tepat di hadapannya.

"Oke, sekarang kamu mau belajar apa?"

Suara Shawn memecah keheningan.

"Shawn, kamu mau belajar bareng aku?"

"Tentu saja." kata Shawn sambil menatap ke arahnya dengan serius, dalam hati Laurene tertawa, lucu juga melihat wajah Shawn seperti itu, dan Shawn pun masih terus menatap diri nya

"Mengapa kamu menatap aku seperti itu?" Laurene bertanya lalu cepat-cepat menundukkan kepalanya mencoba menghindar dari tatapan itu, tiba-tiba ia merasa malu.

"Apa ada yang aneh dengan aku?"cLaurene bertanya pada Shawn sambil mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Oh tidak, tidak sama sekali."

"Kamu terlihat cantik."

"Gombalan kamu basi tau!"

" Serius, kamu juga terlihat smart."

"Udah ah!" balas Laurene sambil membolak-balikkan buku referensi Bahasa Inggris di hadapannya, tapi sebenarnya ia sendiri tidak tau pasti apa yang sedang dicarinya, tapi di dalam hati ia pun merasa senang mendengar pujian dari Shawn barusan.

"Ayo! Katanya mau belajar."

"Oke princess."

"Ih, Shawn jangan bilang begitu aku tidak suka. Panggil nama saja. Aku kan bukan princess."

"Oke, oke. Sekarang kita mau belajar apa nih?"

"Bagaimana kalau kita belajar biologi? Kamu mau Laurene?"

"Mau sih, tapi kan buku biologi aku ada di kelas. Memangnya kamu bawa buku biologi?"

"Oh iya yah, aku juga lupa bawa buku biologi. Mana sempet orang kabur masih inget bawa buku. Kabur mah tinggal kabur. Haha." Shawn tertawa lebar, untung saja penjaga perpustakaan itu tidak melihatnya, coba kalau ia lihat bisa-bisa mereka diusir dari perpus ini.

"Benar juga ya, kalau mau belajar biologi berarti kita harus cari buku di sini."

"Ya sudah, biar aku saja yang mencari bukunya Laurene. Kamu tunggu di sini saja."

Sambil menunggu Shawn mencari buku biologi, lebih baik aku melihat buku referensi Bahasa Inggris yang baru saja aku ambil tadi, gumam Laurene.

Ia pun mulai membaca dengan seksama. Saat ia sedang asyik membaca tiba-tiba ada suara dari balik punggungnya, membuat kegiatan membacanya terhenti. Suara siapa lagi kalau bukan suara Shawn. Ia melihat Shawn membawa dua buah buku biologi.

"Seru banget sih bacanya Laurene."

"iya,belajar Bahasa Inggris seru tau."

"Belajar biologi juga seru!"

"Iya, dua-duanya seru."

"Jadi kan kita belajar biologinya?"

"Jadi lah." Ia mengambil buku biologi yang tadi dibawa Shawn.

Ia mulai membuka buku itu begitu juga dengan Shawn. Melihat latihan soal-soal yang terdapat pada halaman awal buku dan mulai mengerjakannya. Biologi adalah salah satu pelajaran kesukaannya selain Bahasa Inggris jadi baginya sangat mudah untuk mengerjakan soal-soal dalam buku biologi itu.

"Cendana merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Tanaman tersebut tumbuh alami di daerah ...."

Ia dan Shawn menyebutkan soal yang sama. Ia baru tahu kalau dirinya juga sudah sampai nomor 5.

"Ini jawabannya NTT kan Shawn?"

"Iya Laurene. Baru aku mau bilang."

"Oke. Sekarang kita lanjut ke nomor 6 dan seterusnya."

Hari ini adalah hari yang istimewa buatnya karena ini adalah pertama kalinya ia belajar dan tertawa lepas dengan teman cowok selain Tony. Kalau dengan Tony pasti banyak berantemnya juga sih ketimbang akurnya.

"Sel api adalah alat ekskresi pada hewan ...."

"Ini jawabannya pasti planaria."

Ia mendengar Shawn menyebut jawaban nomor 10. Ia melihat soal yang ia kerjakan, nomor 10. Jawabannya sama seperti jawaban yang ia silang.

"Iya kamu betul Shawn. Aku juga menjawab planaria."

Ia melirik jam tangan putih yang berada di tangannya. Waktu menunjuk kan pukul dua belas lewat tiga puluh menit artinya ia mempunyai sisa waktu lima menit untuk menuju ke kelasnya.

"Shawn, udah jam segini. Tidak menyangka waktu berjalan cepat banget ya."

"Iya Laurene. Aku berharap waktu berhenti aja dulu sekarang."

"Loh, emang kenapa Shawn?"

"Supaya aku bisa belajar lebih lama bareng kamu."

"Apaan sih kamu Shawn! Bisa saja. Ya sudah, ayo kita bereskan buku dan kembali ke kelas masing-masing!"

"Oke."

Ia membawa buku biologi beserta kotak pensilnya, begitu juga dengan Shawn. Ia hanya berharap tidak telat masuk kelas lagi. Saat sedang berjalan tiba-tiba ada siswa yang meledeknya.

"Cie, sekarang cewek cupu udah gak sama pangeran kodok lagi ya."

"Si kutu buku sekarang udah dapet gebetan baru nih."

"Pangeran kodoknya dikemanakan ya?"

"Waah, gebetan barunya boleh juga tuh."

"Gak cocok sama yang ini mah, cocoknya sama yang ono, pangeran kodok! "

"Yang ini mah cocoknya sama gue."

Ia mencoba menahan emosinya. Ia sebenarnya sudah sering mendengar perkataan yang tidak nyaman seperti ini, tetapi ia hanya diam saja, ia malas, dan tidak ada waktu untuk memperdulikan atau membahas hal yang tidak perlu seperti itu. Lalu tiba-tiba Shawn mendekati anak-anak itu dan berkata sambil menahan marah. Laurene dapat melihat itu terbersit di wajahnya.

"Urusin saja dirimu sendiri. Jangan urusin orang lain!  Apa kalau kita senang itu mengganggu kamu?"

"Maaf cowok ganteng, kita ga punya urusan sama kamu ya."

"Saya kasih tau kamu ya, mulai sekarang kalau kamu mengganggu dia itu berarti kamu berurusan dengan aku, mengerti?"

"Mengerti kamu?" Shawn melanjutkan.

"Dia teman aku jadi jangan sekali-sekali mengganggu dia! Jika ada yang berani ganggu dia berarti berurusan dengan aku."

"Aku akan lapor ke guru kalian ya kalau masih berani ganggu dia."

Laurene melihat mereka semua terdiam mendengar ucapan Shawn. Dalam hati, ia merasa beruntung bertemu dengan teman seperti Shawn. Tadi pagi ia tidak jadi dihukum oleh Pak Dito karena Shawn telah menyelamatkannya, dan sekarang lagi-lagi Shawn membelanya seperti itu. Seketika ia teringat pada Tony, biasanya Tony juga sering menolong dia dan membelanya seperti itu.

"Shawn sudahlah. Terima kasih ya tadi kamu sudah membela aku."

"It's ok Laurene. Aku tidak bisa melihat orang bersikap seperti itu apalagi ke kamu, Laurene. Lagian juga kamu kan tidak mengganggu mereka, kenapa mereka bersikap seperti itu ke kamu?"

"Udah, biarin aja Shawn." Laurene hanya bisa tersenyum, jauh di dalam lubuk hatinya ia berterima kasih kepada Tuhan karena telah dipertemukan dengan teman yang baik seperti Shawn.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status