Home / Fantasi / Legenda Dewa Racun / Bab 3 - Tiba di Kota Danau Hitam

Share

Bab 3 - Tiba di Kota Danau Hitam

Author: Murlox
last update Last Updated: 2025-01-11 15:34:28

Langit semakin kelabu, awan hitam menggantung rendah di atas Kota Danau Hitam. Angin dingin yang menusuk tulang berhembus kencang, membawa aroma lembab dari danau yang menjadi pusat kota itu.

Suasana hiruk pikuk masih terasa di dalamnya, meski beberapa penduduk tampak bergegas menutup kios-kios mereka sebelum hujan deras turun.

Setelah perjalanan yang melelahkan, Du Shen akhirnya tiba di gerbang kota yang megah. Pintu gerbang besar dari kayu ek yang kokoh menjulang tinggi, dihiasi ukiran naga dan singa yang melambangkan kejayaan tiga klan aristokrat yang menguasai kota tersebut. Namun, alih-alih terkesan, Du Shen hanya meliriknya dengan acuh.

“Berhenti di situ!” seru seorang penjaga gerbang, menghentikan langkahnya. Pria itu bertubuh besar dengan wajah kasar yang dihiasi janggut tebal.

Du Shen mendongak sedikit, mengangkat caping bambu yang menutupi sebagian wajahnya. “Ada apa?” tanyanya singkat, suaranya datar tanpa emosi.

“Dari mana asalmu?” tanya penjaga itu dengan nada yang tak bersahabat.

“Dari desa kecil di timur,” jawab Du Shen, suaranya tetap tenang meskipun tatapannya mulai tajam.

Penjaga itu tersenyum miring. “Orang asing harus membayar satu koin emas untuk masuk ke Kota Danau Hitam. Ini aturan baru,” ujarnya, nada suaranya penuh kelicikan.

Du Shen memiringkan kepalanya sedikit. “Satu koin emas? Bukankah sebelumnya hanya satu koin perak?” tanyanya dingin.

Penjaga itu terkekeh, matanya menyipit penuh tipu muslihat. “Kau pikir aku bercanda? Jika kau tak punya satu koin emas, enyahlah dari sini!” katanya sambil melambaikan tangan, menyuruh Du Shen pergi seperti mengusir anjing liar.

Du Shen tetap tenang, meskipun dalam hatinya ia sudah muak dengan ulah para penjaga semacam ini. Senyum tipis tersungging di bibirnya. “Baiklah, aku akan bayar...” ucapnya, seolah menyerah. Ia merogoh saku jubahnya perlahan, menarik perhatian si penjaga yang kini menunggu dengan penuh harap.

Namun, yang terjadi selanjutnya membuat penjaga itu berteriak marah. Du Shen bersin dengan keras, air liurnya tak sengaja—atau sengaja—terciprat mengenai wajah penjaga tersebut.

“Sialan kau! Apa-apaan ini?!” teriak si penjaga sambil mengusap wajahnya yang basah oleh air liur Du Shen.

“M-maaf,” ucap Du Shen dengan nada polos yang hampir terdengar mengejek. “Cuacanya dingin, aku tak bisa menahannya.”

Penjaga itu menatap Du Shen dengan wajah kesal. “Dasar bocah kurang ajar! Kau pikir ini lucu? Cepat bayar satu koin emas,”

Du Shen buru-buru berkata, penuh kepura-puraan. "Tapi aku baru ingat kalau aku tak punya uang." ujar Du Shen dengan tampang polis yang dibuat-buatnya.

Si penjaga mendengus lagi, tangannya terkepal erat, "Kalau begitu bermimpilah untuk masuk kota." ucapnya dengan wajah mencemooh. "Pergi sana, atau aku akan men—" Kata-katanya terhenti.

Penjaga itu dengan sengaja menyentuh wajahnya yang tiba-tiba terasa panas dan gatal luar biasa. Ia menggaruk-garuk wajahnya dengan panik, tapi semakin digaruk, rasa gatalnya semakin parah. Tak butuh waktu lama, wajahnya mulai membengkak.

“Apa ini?! Apa yang terjadi dengan wajahku?!” teriaknya histeris, menarik perhatian penjaga lain yang berdiri tak jauh darinya.

“Eh, apa yang kau lakukan? Kenapa wajahmu jadi seperti itu?” tanya penjaga kedua, mendekat dengan ekspresi khawatir.

Du Shen hanya mengamati dengan tenang, senyum tipisnya diam-diam makin lebar. Melihat kelengahan penjaga itu, ia melangkah perlahan melewati gerbang tanpa seorang pun menyadarinya.

Penjaga yang masih sibuk menggaruk wajah dan temannya yang panik tak menyadari bahwa pemuda misterius itu telah menghilang di antara kerumunan penduduk kota.

***

Kota Danau Hitam berdiri megah dengan hiruk-pikuk aktivitas yang tak pernah padam walaupun cuaca terlihat mendung.

Jalan-jalan kota itu dipenuhi kios-kios yang menjual berbagai barang: kain sutra lembut dengan pola-pola eksotis, rempah-rempah yang harum menguar, hingga deretan senjata berkilauan yang memikat mata para pakar bela diri.

Di tengah keramaian itulah seorang pria bernama Du Shen melangkah pelan. Sosoknya tak terlalu mencolok di antara lautan manusia, dengan pakaian hijau gelap sederhana dan tas selempang lusuh yang menggantung di bahunya. Ia tak berbicara dengan siapa pun, hanya berjalan menuju sebuah kios kecil di sudut jalan.

Kios itu sederhana, tapi dipenuhi aroma kuat alkohol bercampur masakan pedas. Tanpa bicara, Du Shen masuk, mencari tempat duduk di sudut ruangan yang sepi.

Ia meletakkan tasnya di atas meja kayu usang, baru saja hendak mengendurkan otot-otot tubuhnya setelah perjalanan panjang.

Namun, sesuatu yang tak biasa terjadi. Seorang gadis muncul entah dari mana, duduk di hadapannya tanpa izin. Rambutnya hitam legam dengan untaian perhiasan kecil di sela-sela ikatannya.

Pakaiannya elegan, seperti seorang bangsawan. Meski penampilannya memikat, wajahnya menyiratkan kegelisahan yang dalam.

"Diamlah. Anggap saja aku tak ada," bisik gadis itu, suaranya penuh desakan. Ia menunduk, menutupi sebagian wajahnya dengan lengan baju panjang yang dihiasi bordir keemasan.

Du Shen menatapnya sebentar, lalu mengalihkan pandangan. Ia tak mengatakan apa pun, memilih mengikuti ucapan gadis itu.

Pemahamannya tentang lagak hidup membuatnya peka terhadap situasi seperti ini—seseorang yang mencoba melarikan diri dari sesuatu.

Hening sejenak, hingga suasana pecah oleh suara pintu toko yang berderit keras. Sekelompok pria bersenjata ringan masuk dengan langkah penuh percaya diri. Mata mereka tajam menyapu setiap sudut ruangan, seperti serigala yang mencium bau mangsa.

Du Shen melirik tanpa menggerakkan kepala, menyadari gadis itu semakin meringkuk di tempat duduknya. Ia bisa merasakan ketegangan yang memancar dari tubuh gadis itu.

Salah satu pria dalam kelompok itu berbicara kepada seorang pemuda yang tampaknya pemimpin mereka. "Tuan Muda, bukankah itu Putri Keluarga Hao, Hao Yexin?" ujarnya seraya menunjuk ke arah meja Du Shen.

Pemuda yang dipanggil "Tuan Muda" menoleh. Senyumnya terbit—samar, angkuh, dan penuh maksud yang tak menyenangkan. Matanya menyipit saat memandangi gadis itu.

"Pergilah. Pergilah. Jangan ke sini," gumam gadis itu dengan suara nyaris tak terdengar. Meski lirih, Du Shen mendengarnya dengan jelas.

Du Shen diam. Tangannya yang semula santai di atas meja kini bergerak pelan, menggenggam gagang benda tajam kecil yang tersembunyi di balik jubahnya.

Ia tak suka terlibat urusan orang lain, tapi untuk berjaga-jaga jika sesuatu terjadi padanya. Namun, Gadis itu jelas dalam bahaya, dan kelompok yang baru masuk tak tampak seperti orang yang tahu kapan harus berhenti.

Pemuda sombong itu melangkah maju, mengabaikan tatapan penuh waspada dari para pelanggan lain di toko. "Hao Yexin, apa kau benar-benar berpikir bisa bersembunyi dariku lagi? Sudah kubilang, kau milikku," ucapnya sambil menyeringai.

Hao Yexin mengangkat wajahnya sedikit, memperlihatkan sorot mata tajam yang tak lagi menyiratkan ketakutan. "Jaga ucapanmu Murong Chen. Jangan senaknya mendekatiku," ucapnya tegas, meski suaranya gemetar.

Pemuda itu tertawa kecil, tetapi langkahnya terhenti. Tatapannya tertuju pada Du Shen yang kini duduk dengan tenang, menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Siapa pria ini? Hao Yexin, jangan bilang kau tengah berkencan dengan pria lusuh ini?" tanya Murong Chen dengan tatapan mencurigakan, matanya menyipit penuh penghinaan.

Ia jelas meremehkan penampilan Du Shen yang tampak sederhana, hampir seperti pengembara biasa.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
mulai menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Legenda Dewa Racun   Bab 144 - Epilog

    Kemudian, cahaya yang semula bersinar lembut dari pola-pola inskripsi di atas altar, tiba-tiba meledak ke langit dalam wujud pilar energi yang menjulang menembus cakrawala. Sinar itu begitu terang, hingga memaksa Hu Jiu untuk menyipitkan mata dan mundur beberapa langkah dengan bulu meremang. Du Shen berdiri di tengah-tengah ledakan cahaya itu, tubuhnya tersapu angin liar yang berasal dari aliran energi spiritual luar biasa kuat. Jubahnya berkibar keras, rambut putih panjangnya terangkat ke udara seolah hendak tercabut dari kepalanya. Ia menggertakkan gigi kuat-kuat, mencoba menahan tekanan yang semakin menghimpit tubuhnya dari segala arah. "A-apa yang terjadi...?" gumamnya, nyaris tak terdengar di tengah deru badai energi yang menyeruak dari altar. Langit yang tadinya bersih perlahan berubah menjadi kelam. Awan hitam menggumpal dari berbagai arah, berputar-putar mengelilingi pilar cahaya seperti pusaran maut. Angin dingin dan aroma sengit logam memenuhi udara. Seolah-olah seluruh d

  • Legenda Dewa Racun   Bab 143 - Susunan Teleportasi

    Setelah menyerahkan benda yang menurutnya paling cocok dan bernilai kepada Lu Yan—Du Shen pun akhirnya melakukan perjalanan ke Hutan Kabut Ilusi. Tempat dimana susunan teleportasi kuno yang tersembunyi di balik lapisan kabut pekat dan ilusi mematikan tersembunyi.Du Shen tidak membawa siapa pun bersamanya. Lu Yan sempat menawarkan diri, bahkan tetua Zhao Lao, yang sudah mengenalnya cukup lama, bersikeras untuk turut serta. Tapi Du Shen menolak mereka dengan tenang namun tegas. Bukan karena ia meremehkan niat baik mereka, melainkan karena ia sadar sepenuhnya: perjalanan ini adalah perjalanan yang bersifat pribadi, dan ia lebih suka melakukan apapun sendiri.Perjalanan menuju Hutan Kabut Ilusi tidak sepwnuhnya mudah. Bahkan bagi seseorang sekuat Du Shen, hutan itu seakan-akan hidup, bergerak dan mengubah arah dengan kehendaknya sendiri. Terkadang ia merasa berjalan dalam lingkaran seperti tak tahu arah. Namun tekadnya terlalu kuat untuk dikalahkan oleh tipu daya ilusi dalam hutan itu.

  • Legenda Dewa Racun   Bab 142 - Peringatan Zhin Guyun

    Kabar kehancuran Sekte Kobaran Langit menyebar ke seluruh penjuru Benua Yin seperti badai tak kasat mata. Tak ada satu kota, klan besar, atau perkumpulan kultivator yang luput dari gemuruh berita ini. Dalam hitungan jam, berita itu menjalar seperti api yang melalap ladang jerami, menyusup ke setiap celah sekte, kota-kota besar.Orang-orang menyebutnya sebagai Hari Padamnya Langit, hari di mana salah satu sekte kuat dan berpengaruh di dunia kultivasi lenyap nyaris tanpa jejak.Di puncak gunung hijau yang menjulang di barat, sekte Pedang Bulan juga tampaknya dihebohkan dengan berita ini. Di aula paviliun utama sekte, para tetua dan murid utama berkumpul dalam keheningan yang berat.Di atas singgasananya yang menyerupai pedang hitam nan kokoh, Zhin Guyun, ketua sekte Pedang Bulan, duduk dengan mata tertutup. Ia baru saja menerima laporan langsung dari departemen intelijen sektenya. Setelah mendengarkan semua kronologi kehancuran sekte Kobaran Langit, ia menghela napas lega setelah mend

  • Legenda Dewa Racun   Bab 141 - Kehancuran Sekte Kobaran Langit II

    "Cih! Kau dan gurumu itu tak ada bedanya dengan iblis! Kalian adalah bencana berjalan, kutukan bagi dunia ini!" Xian Qinyun memuntahkan kata-katanya dengan amarah yang hampir menyatu dengan darah yang masih menetes dari bibirnya. "Jika kau tidak dibunuh hari ini... aku takut Benua Yin akan berakhir seperti neraka!" lanjutnya dengan nada serak dan tubuh bergetar.Namun ucapannya tak membuat pemuda di depannya itu goyah.Du Shen, berdiri di atas tanah yang retak dan hangus oleh gelombang energi Qi yang keluar dari tubuhnya, menatap pria tua itu dengan mata dingin bagai danau beku. Tatapan yang tak lagi menunjukkan belas kasihan—hanya penghakiman dingin dari seseorang yang sudah menapaki jalan yang tak dapat diputar kembali."Terserah... apa pun yang kau pikirkan," ucap Du Shen dengan suara tenang, namun mengguncang jiwa yang mendengarnya. "Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan. Dan kau… kau sudah tak berguna lagi. Tapi sebelum ini selesai, ada harga yang harus kamu bayar karena tel

  • Legenda Dewa Racun   Bab 140 - Kehancuran Sekte Kobaran Langit

    Beberapa hari kemudian, sebuah kejadian besar akan mengguncang seluruh penjuru daratan Benua Yin—kejadian yang sulit untuk dipahami dengan akal sehat. Atau lebih tepatnya, seorang pemuda dengan rambut putih bagai salju yang melangkah seperti badai dan menghancurkan segalanya di jalur yang ia lalui.Di wilayah pegunungan utara yang sunyi, tempat di mana langit selalu tampak berwarna merah oranye karena panas yang memancar dari gunung berapi yang menjulang tinggi, berdiri salah satu sekte paling tertutup di dunia kultivasi: ialah sekte Kobaran Langit. Selama berabad-abad, mereka menjaga jarak dari hiruk-pikuk dunia luar, kabarnya mereka hanya keluar dari persembunyian ketika perang besar antara manusia dan ras iblis beberapaa ratus tahun lalu. Sejak saat itu, mereka tak lagi terlihat muncul di dunia luar, menjadi legenda hidup yang diselimuti misteri.Namun pagi itu, langit di atas pegunungan tidak memancarkan sinar mentari yang agung, melainkan dihiasi awan kelam dan suara gemuruh pet

  • Legenda Dewa Racun   Bab 139 - Alasan Kedatangan Kembali

    Namun rasa getir itu tak mampu meredam kegelisahan yang perlahan menyelinap dalam hati Lu Yan. Ia menyembunyikannya di balik senyum anggunnya, namun matanya tak bisa membohongi batinnya yang penuh tanya. Seseorang yang mampu menekan sekte Pedang Bulan, dan bahkan membuat Zhin Guyun menyerahkan pusaka leluhur mereka... seberapa besar kekuatan pemuda ini? Pertanyaan itu berkecamuk tanpa jawaban dalam benak Lu Yan. Walaupun ia penasaran, namun Lu Yan tak berniat bertanya karena menurutnya itu tak sopan. Du Shen duduk bersandar pada kursi kayu tua di samping meja, tangannya memainkan cawan teh tanpa benar-benar meminumnya. Ketika cahaya pagi menyinari wajahnya dari balik awan, warna rambut putihnya yang kontras dengan wajah tampannya tampak semakin mencolok, menambah kesan dingin dan misterius yang sudah begitu melekat pada sosoknya. Keheningan sempat berlangsung selama beberapa detik sebelum Du Shen angkat bicara. "Dan kau pasti tahu alasan sebenarnya aku datang ke sini lagi, bukan?"

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status