Beranda / Fantasi / Legenda Dewa Racun / Bab 4 - Tak Mudah Disentuh

Share

Bab 4 - Tak Mudah Disentuh

Penulis: Murlox
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-11 20:32:02

Du Shen duduk tenang di bangkunya, hanya sesekali meneguk gelas minuman yang tersaji di depannya.

Matanya tidak menunjukkan emosi apapun saat ia melirik ke arah Murong Chen. Sikapnya yang santai itu justru mempertegas aura dingin yang mengelilinginya.

"Aku di sini hanya untuk makan," ujarnya singkat. Suaranya tenang, hampir tak beremosi, namun setiap kata mengandung ketegasan. "Aku tak punya urusan dengan kalian."

Hao Yexin yang duduk di depannya segera menangkap nada netral itu. Dia mendengus, mencoba mengalihkan perhatian Murong Chen. "Apa kalian dengar itu, Murong Chen? Kami tidak ada urusan dengan kalian. Jadi lebih baik kau pergi saja!" katanya, suaranya sedikit bergetar meski ia mencoba terdengar percaya diri.

Murong Chen tertawa pelan, tawa yang penuh ejekan. Matanya menyipit, memandang Hao Yexin dan Du Shen seperti dua semut kecil di hadapannya. "Kalian dengar itu?" tanyanya kepada anak buahnya, suaranya meninggi. "Dua orang rendahan ini berani mengusirku, Tuan Muda Murong Chen? Bahkan jika ayah gadis itu seorang pedagang kaya, dia tak akan sanggup melindungi mereka dari keluargaku!"

Hao Yexin berdiri, menatap Murong Chen dengan marah. "Jaga mulutmu, Murong Chen!" teriaknya. "Jika bukan karena keluargaku bekerja sama dengan keluargamu, aku tak akan pernah sudi memandang wajah menjijikkanmu!"

Ucapan itu seperti bara yang dilemparkan ke dalam api. Murong Chen melangkah maju dengan mata membara. Ia mengangkat tangannya, bersiap menampar Hao Yexin. Tapi gerakan itu terhenti seketika.

Tangan Murong Chen tertahan di udara. Sebuah tangan kokoh menggenggam pergelangan tangannya dengan erat. Itu adalah tangan Du Shen. Wajah pemuda berpakaian lusuh itu tetap datar, tetapi matanya memancarkan ketajaman seperti pedang yang siap menebas kapan saja.

"Jangan ganggu orang lain, apalagi berani memukul wanita," kata Du Shen, suaranya rendah namun tegas.

Murong Chen menarik tangannya, mencoba melepaskan diri, tetapi genggaman Du Shen terasa seperti jerat baja yang tak bisa digoyahkan. "Apa kau tahu siapa aku?" gertak Murong Chen. "Berani menyentuhku, kau pasti ingin mati!"

Du Shen mendekatkan wajahnya, tatapannya dingin menusuk. "Yang aku tahu, kau terlalu banyak bicara," balasnya. "Orang-orang mungkin akan lari terbirit-birit, bukan karena takut padamu, tapi karena tak tahan melihat wajah jelekmu."

Ucapan itu membuat seluruh toko hening. Para pengunjung memandang dengan tak percaya. Tak ada yang pernah berani menghina Murong Chen seperti itu, apalagi seorang pemuda lusuh yang tampaknya berasal dari kalangan rendah.

Hao Yexin menatap Du Shen dengan campuran rasa kaget dan kekaguman. Ia tak pernah menduga seseorang yang baru ditemuinya akan berani menantang Murong Chen secara terang-terangan.

Murong Chen menggeram. Wajahnya memerah karena amarah. "Kau benar-benar mencari mati!" bentaknya. Ia melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada tiga anak buahnya.

"Tangkap dia! Buat dia menyesal karena telah menghinaku, Tuan Muda dari Keluarga Murong!"

Ketiga pria bertubuh kekar yang membawa pedang di pinggangnya segera maju. Salah satu dari mereka, pria berbadan paling besar, mendekati Du Shen dengan tinju terangkat.

"Hmp, beraninya kau menghina Tuan Muda kami! Kau akan menyesal telah dilahikan ke dunia ini!" katanya.

Tinju itu melesat cepat, membidik wajah Du Shen. Tapi Du Shen bergerak lebih cepat. Dengan satu langkah ringan ke samping, ia menghindari serangan itu. Sebelum pria itu sempat bereaksi, Du Shen mengayunkan tangannya, menghantam wajah pria itu dengan keras.

Benturan itu cukup kuat untuk membuat pria besar itu terjungkal ke belakang, menghantam deretan meja berderet rapi di belakangnya hingga menjadi berantakan.

Dua anak buah Murong Chen lainnya maju bersamaan, wajah mereka dipenuhi amarah. Salah satu dari mereka mencabut pedangnya, mengayunkannya ke arah Du Shen.

Namun, Du Shen seperti bayangan yang tak bisa disentuh. Setiap serangan mereka meleset, bahkan sebelum pedang itu mendekat, Du Shen sudah berada di posisi lain. Gerakannya begitu cepat dan gesit, membuat dua pria itu terlihat seperti badut yang sedang berusaha mengejar bayangan.

Dalam beberapa detik, salah satu pria itu terpukul mundur dengan satu serangan ke dada, membuatnya terhempas ke lantai. Pria terakhir mencoba menusuk Du Shen dengan pedangnya, tetapi Du Shen hanya menangkap bilah pedang itu dengan dua jarinya.

Mata pria itu membelalak. "Mus...mustahil!" serunya.

Du Shen tersenyum tipis. Dengan satu gerakan, ia memutar pedang itu, membuat pria itu terlempar ke belakang, menabrak meja hingga pingsan.

Du Shen masih berdiri dengan tenang, seperti gunung yang tak tergoyahkan. Tiga anak buah Murong Chen yang sebelumnya tampak penuh percaya diri kini terkapar di lantai, mengerang kesakitan.

Hao Yexin menatap pemandangan itu dengan mata membulat, sulit percaya bahwa pria yang tampak seperti pengembara lusuh mampu melumpuhkan tiga orang bertubuh kekar hanya dalam hitungan detik. "Kau..." gumamnya pelan, tetapi ia tidak melanjutkan kata-katanya.

Sementara itu, Murong Chen berdiri terpaku di tempatnya. Matanya melebar, tidak percaya pada apa yang baru saja terjadi di depan matanya.

"Apa-apaan ini?! Kalian bahkan tidak bisa mengalahkan satu pengemis sialan?!" bentaknya dengan suara penuh kemarahan. Ia menendang salah satu anak buahnya yang terkapar, melampiaskan rasa frustrasinya.

Du Shen mendesah pelan, tampak bosan dengan situasi ini. Ia menatap Murong Chen dengan dingin, matanya seperti belati yang menusuk langsung ke jantung lawan. "Kalau kau punya nyali, hadapi aku sendiri. Jangan hanya berkoar dan menyuruh orang lain berkelahi untukmu."

Perkataan itu menusuk harga diri Murong Chen. Rahangnya mengeras, dan wajahnya memerah karena marah. "Kau berani meremehkanku?! Kau tidak tahu dengan siapa kau berurusan, bocah!"

Murong Chen menghunus pedangnya, sebuah senjata bermata dua yang tampak berkilau di bawah cahaya redup. Ia melangkah maju dengan senyum licik, tetapi senyum itu tidak mampu menyembunyikan ketidakpastian yang mulai menggerogoti hatinya.

Du Shen tidak bergerak, hanya berdiri di tempatnya dengan tangan tetap tergulung di depan dada. Tatapannya tetap tenang, tetapi ada aura dingin yang menyelimuti tubuhnya, membuat suasana di dalam toko semakin mencekam.

Murong Chen menyerang dengan gerakan cepat, mengayunkan pedangnya ke arah kepala Du Shen. "Rasakan ini, dasar pengemis tak tahu diri!"

Namun, sebelum pedang itu sempat mendekati Du Shen, gerakan Murong Chen terhenti tiba-tiba. Sebuah tangan mencengkeram pergelangan tangannya dengan kekuatan luar biasa, menghentikan serangan itu di udara.

Du Shen tidak hanya menahan pedang itu, tetapi juga memelintir lengan Murong Chen dengan gerakan cepat. Pedang di tangan Murong Chen terlepas, jatuh ke lantai dengan bunyi nyaring.

"Aaaargh! Lepaskan aku, kau bajingan!" Murong Chen berteriak kesakitan, tetapi tidak mampu melawan kekuatan Du Shen.

Du Shen menatapnya dengan tatapan penuh penghinaan. "Kau terlalu lemah untuk bermain-main dengan senjata. Pergilah sebelum kupatahkan kedua kakimu."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Legenda Dewa Racun   Bab 144 - Epilog

    Kemudian, cahaya yang semula bersinar lembut dari pola-pola inskripsi di atas altar, tiba-tiba meledak ke langit dalam wujud pilar energi yang menjulang menembus cakrawala. Sinar itu begitu terang, hingga memaksa Hu Jiu untuk menyipitkan mata dan mundur beberapa langkah dengan bulu meremang. Du Shen berdiri di tengah-tengah ledakan cahaya itu, tubuhnya tersapu angin liar yang berasal dari aliran energi spiritual luar biasa kuat. Jubahnya berkibar keras, rambut putih panjangnya terangkat ke udara seolah hendak tercabut dari kepalanya. Ia menggertakkan gigi kuat-kuat, mencoba menahan tekanan yang semakin menghimpit tubuhnya dari segala arah. "A-apa yang terjadi...?" gumamnya, nyaris tak terdengar di tengah deru badai energi yang menyeruak dari altar. Langit yang tadinya bersih perlahan berubah menjadi kelam. Awan hitam menggumpal dari berbagai arah, berputar-putar mengelilingi pilar cahaya seperti pusaran maut. Angin dingin dan aroma sengit logam memenuhi udara. Seolah-olah seluruh d

  • Legenda Dewa Racun   Bab 143 - Susunan Teleportasi

    Setelah menyerahkan benda yang menurutnya paling cocok dan bernilai kepada Lu Yan—Du Shen pun akhirnya melakukan perjalanan ke Hutan Kabut Ilusi. Tempat dimana susunan teleportasi kuno yang tersembunyi di balik lapisan kabut pekat dan ilusi mematikan tersembunyi.Du Shen tidak membawa siapa pun bersamanya. Lu Yan sempat menawarkan diri, bahkan tetua Zhao Lao, yang sudah mengenalnya cukup lama, bersikeras untuk turut serta. Tapi Du Shen menolak mereka dengan tenang namun tegas. Bukan karena ia meremehkan niat baik mereka, melainkan karena ia sadar sepenuhnya: perjalanan ini adalah perjalanan yang bersifat pribadi, dan ia lebih suka melakukan apapun sendiri.Perjalanan menuju Hutan Kabut Ilusi tidak sepwnuhnya mudah. Bahkan bagi seseorang sekuat Du Shen, hutan itu seakan-akan hidup, bergerak dan mengubah arah dengan kehendaknya sendiri. Terkadang ia merasa berjalan dalam lingkaran seperti tak tahu arah. Namun tekadnya terlalu kuat untuk dikalahkan oleh tipu daya ilusi dalam hutan itu.

  • Legenda Dewa Racun   Bab 142 - Peringatan Zhin Guyun

    Kabar kehancuran Sekte Kobaran Langit menyebar ke seluruh penjuru Benua Yin seperti badai tak kasat mata. Tak ada satu kota, klan besar, atau perkumpulan kultivator yang luput dari gemuruh berita ini. Dalam hitungan jam, berita itu menjalar seperti api yang melalap ladang jerami, menyusup ke setiap celah sekte, kota-kota besar.Orang-orang menyebutnya sebagai Hari Padamnya Langit, hari di mana salah satu sekte kuat dan berpengaruh di dunia kultivasi lenyap nyaris tanpa jejak.Di puncak gunung hijau yang menjulang di barat, sekte Pedang Bulan juga tampaknya dihebohkan dengan berita ini. Di aula paviliun utama sekte, para tetua dan murid utama berkumpul dalam keheningan yang berat.Di atas singgasananya yang menyerupai pedang hitam nan kokoh, Zhin Guyun, ketua sekte Pedang Bulan, duduk dengan mata tertutup. Ia baru saja menerima laporan langsung dari departemen intelijen sektenya. Setelah mendengarkan semua kronologi kehancuran sekte Kobaran Langit, ia menghela napas lega setelah mend

  • Legenda Dewa Racun   Bab 141 - Kehancuran Sekte Kobaran Langit II

    "Cih! Kau dan gurumu itu tak ada bedanya dengan iblis! Kalian adalah bencana berjalan, kutukan bagi dunia ini!" Xian Qinyun memuntahkan kata-katanya dengan amarah yang hampir menyatu dengan darah yang masih menetes dari bibirnya. "Jika kau tidak dibunuh hari ini... aku takut Benua Yin akan berakhir seperti neraka!" lanjutnya dengan nada serak dan tubuh bergetar.Namun ucapannya tak membuat pemuda di depannya itu goyah.Du Shen, berdiri di atas tanah yang retak dan hangus oleh gelombang energi Qi yang keluar dari tubuhnya, menatap pria tua itu dengan mata dingin bagai danau beku. Tatapan yang tak lagi menunjukkan belas kasihan—hanya penghakiman dingin dari seseorang yang sudah menapaki jalan yang tak dapat diputar kembali."Terserah... apa pun yang kau pikirkan," ucap Du Shen dengan suara tenang, namun mengguncang jiwa yang mendengarnya. "Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan. Dan kau… kau sudah tak berguna lagi. Tapi sebelum ini selesai, ada harga yang harus kamu bayar karena tel

  • Legenda Dewa Racun   Bab 140 - Kehancuran Sekte Kobaran Langit

    Beberapa hari kemudian, sebuah kejadian besar akan mengguncang seluruh penjuru daratan Benua Yin—kejadian yang sulit untuk dipahami dengan akal sehat. Atau lebih tepatnya, seorang pemuda dengan rambut putih bagai salju yang melangkah seperti badai dan menghancurkan segalanya di jalur yang ia lalui.Di wilayah pegunungan utara yang sunyi, tempat di mana langit selalu tampak berwarna merah oranye karena panas yang memancar dari gunung berapi yang menjulang tinggi, berdiri salah satu sekte paling tertutup di dunia kultivasi: ialah sekte Kobaran Langit. Selama berabad-abad, mereka menjaga jarak dari hiruk-pikuk dunia luar, kabarnya mereka hanya keluar dari persembunyian ketika perang besar antara manusia dan ras iblis beberapaa ratus tahun lalu. Sejak saat itu, mereka tak lagi terlihat muncul di dunia luar, menjadi legenda hidup yang diselimuti misteri.Namun pagi itu, langit di atas pegunungan tidak memancarkan sinar mentari yang agung, melainkan dihiasi awan kelam dan suara gemuruh pet

  • Legenda Dewa Racun   Bab 139 - Alasan Kedatangan Kembali

    Namun rasa getir itu tak mampu meredam kegelisahan yang perlahan menyelinap dalam hati Lu Yan. Ia menyembunyikannya di balik senyum anggunnya, namun matanya tak bisa membohongi batinnya yang penuh tanya. Seseorang yang mampu menekan sekte Pedang Bulan, dan bahkan membuat Zhin Guyun menyerahkan pusaka leluhur mereka... seberapa besar kekuatan pemuda ini? Pertanyaan itu berkecamuk tanpa jawaban dalam benak Lu Yan. Walaupun ia penasaran, namun Lu Yan tak berniat bertanya karena menurutnya itu tak sopan. Du Shen duduk bersandar pada kursi kayu tua di samping meja, tangannya memainkan cawan teh tanpa benar-benar meminumnya. Ketika cahaya pagi menyinari wajahnya dari balik awan, warna rambut putihnya yang kontras dengan wajah tampannya tampak semakin mencolok, menambah kesan dingin dan misterius yang sudah begitu melekat pada sosoknya. Keheningan sempat berlangsung selama beberapa detik sebelum Du Shen angkat bicara. "Dan kau pasti tahu alasan sebenarnya aku datang ke sini lagi, bukan?"

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status