Dengan satu gerakan, Du Shen mendorong Murong Chen ke belakang. Pemuda itu terhuyung dan jatuh terduduk di lantai, wajahnya memerah karena malu dan marah.
Hao Yexin tersenyum tipis melihat kekalahan Murong Chen. "Sepertinya kau harus berpikir dua kali sebelum mengganggu orang lain, Murong Chen," katanya dengan nada mengejek. Murong Chen menatapnya dengan penuh kebencian. "Ini belum selesai, Hao Yexin! Kau pikir kau bisa sembunyi selamanya?! Aku akan memastikan kau menyesal telah mempermalukanku hari ini!" Setelah melontarkan ancaman itu, Murong Chen berdiri dan meninggalkan toko bersama anak buahnya yang masih mengerang kesakitan. Hening kembali menyelimuti toko setelah Murong Chen pergi. Walau begitu para pengunjung toko yang sebelumnya terdiam kini mulai berbisik-bisik. Mereka takjub melihat bagaimana seorang pemuda sederhana dan terlihat lusuh itu bisa mengalahkan tiga orang tanpa banyak usaha. Terlebih mereka adalah bagian dari Keluarga Murong di kota Danau Hitam ini. Menurut mereka, Keluarga Murong tak akan melepaskan masalah ini, apalagi dengan kepribadian Murong Chen yang buruk. Hao Yexin akhirnya membuka mulut. "Terima kasih... atas bantuannya tadi," katanya pelan, menundukkan kepala sedikit sebagai tanda penghormatan. Du Shen hanya diam acuh tak acuh, lalu mengambil tasnya dan beranjak pergi tanpa berkata apa-apa. "Tunggu!" Hao Yexin memanggilnya dengan nada mendesak. "Setidaknya biarkan aku mentraktirmu makan sebagai ucapan terima kasih." Du Shen berhenti sejenak, lalu menoleh sedikit. "Aku tidak butuh balas budi. Jangan pikirkan itu," jawabnya dengan nada datar. "Tapi... kau telah menyelamatkanku," ujar Hao Yexin lagi, nada suaranya terdengar tulus. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika kau tidak ada di sini." Du Shen menghela napas. Ia sebenarnya tidak suka terlibat terlalu dalam dengan urusan orang lain, tetapi melihat ekspresi penuh harapan di wajah gadis itu, ia akhirnya mengangguk. "Baiklah, tapi jangan terlalu banyak bicara." Hao Yexin tersenyum lega. Ia memanggil pelayan untuk membawa makanan, dan beberapa saat kemudian, meja mereka dipenuhi dengan hidangan lezat yang menggugah selera. Saat mereka mulai makan, Hao Yexin akhirnya memberanikan diri bertanya, "Siapa kau sebenarnya? Dan bagaimana kau bisa begitu kuat?" Du Shen tidak langsung menjawab. Ia memakan potongan daging di piringnya dengan tenang sebelum akhirnya berkata, "Aku hanya seorang pengembara. Tak lebih, tak kurang." "Tapi... kau tidak seperti pengembara biasa," desak Hao Yexin. "Gerakanmu tadi... Itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan oleh sembarang orang." Du Shen menatapnya sejenak, lalu berkata dengan suara rendah, "Kadang, semakin banyak yang kau tahu, semakin besar bahaya yang menghampirimu. Jadi lebih baik kau tidak bertanya terlalu banyak." Hao Yexin terdiam, tetapi ia tidak menyerah. Ia tahu bahwa pria di depannya bukan orang biasa, dan ia merasa ada alasan mengapa mereka dipertemukan dalam situasi ini. "Hmm, paling tidak beritahu aku siapa namamu." ucap Hao Yexin lagi, mata bulatnya mengerjap beberapa kali. Hao Yexin sebebarnya adalah gadis berparas cantik, kulitnya putih bersih seolah tak memiliki noda sedikitpun. Hal yang paling menggoda adalah senyumnya yang manis, menambah kesan cantik pada wajahnya. Du Shen yang tak biasa dengan tingkah laku gadis tersebut merasa linglung dan kaku sejenak. Setelah beberapa tahun tinggal di kedalaman hutan, ia hampir tak pernah bertemu sapa dengan gadis manapun, hingga ia tak mengerti bagaimana cara menghadapi perempuan seperti itu. Namun, ia buru-buru kembali ke sikap netralnya. "Namaku Du Shen... Tolong berhenti berbicara saat aku makan." balasnya kemudian, sembari memakan hidangan di atas meja. "Baiklah, Du Shen." ucap Hao Yexin dengan senyum manis, "aku harus berterimakasih banyak karena kau menolongku tadi, dan aku minta maaf karena melibatkanmu dalam masalahku." lanjutnya sembari menundukkan kepalanya sedikit sebagai tanda hormat dan permintaan maaf. Du Shen meletakkan sumpitnya kembali, meneguk minuman di dalam gelasnya, baru kemudian berkata: "Tak masalah. Aku melakukannya untuk diriku sendiri, dan pemuda yang disebut Murong Chen itu tak akan melepaskan masalah ini begitu saja. Dia akan kembali, mengincarmu dan aku." ucapnya. Hao Yexin merenungkan kata-kata itu dengan tatapan mata yang agak meredup. Ia tahu jelas kepribadian Murong Chen, Tuan Muda sombong dan suka bertindak seenaknya terhadap orang lain. 'Seandainya keluargaku jauh lebih kuat, ayah mungkin tak akan mengabaikan tindakan tak senonoh orang-orang seperti itu.' batin Hao Yexin dengan wajah murung. Du Shen di seberang meja makan menyaksikan dengan jelas perubahan suasana hati gadis itu. Ia berpikir sesaat, memahami apa yang sedang gadis itu pikirkan. "Du Shen," panggil Hao Yexin akhirnya setelah hening beberapa saat, panggilan suaranya yang lembut membuyarkan pikiran Du Shen. Wajah gadis itu tampak sedikit merah karena malu-malu mengungkapkan kata-katanya. Ia pun melirik gadis itu dari sudut matanya dengan penuh tanda tanya, "ada apa?" tanya Du Shen. "Apa kau..." ucap Hao Yexin sedikit ragu untuk melantunkan kata-katanya. Du Shen mengangkat sebelah alisnya, bertanya-tanya apa yang gadis itu coba katakan. Tanpa menunggu Hao Yexin melanjutkan kata-katanya, Du Shen sudah selesai memakan hidangan di atas meja dan hendak berpamitan sebelum pergi. "Bolehkah aku menyewamu sebagai prajurit bayaran?" ucap Hao Yexin akhirnya, ekspresinya teguh penuh harap, namun juga sedikit gugup dan ragu. Du Shen terdiam sesaat, 'Apa maksudnya itu? Apa dia pikir aku pengembara yang dapat ditaklukkan dengan uang?' batinnya sedikit tak terima, tapi memakluminya. "Maaf, aku bukan prajurit bayaran... Kau bisa mencari orang lain untuk masalah seperti ini." jawab Du Shen yang membuat ekspresi kecewa terpampang di wajah cantik gadis itu. 'Tak ada alasan bagiku untuk melakukan hal seperti itu? Terlebih, tujuanku saat ini hanya untuk menemukan para bandit itu dan membalas dendam.' batin Du Shen, kali ini wajahnya menatap serius ke arah pintu keluar toko. Sementara Hao Yexin merasa agak malu dan sepertinya ia telah berlebihan dalam ucapannya. "Kau benar. Aku tak seharusnya mengajukan hal seperti itu pada orang yang tak kukenal." Tiba-tiba butiran air menetes dari sudut matanya, dan isak tangis yang di tahan namun sedikit terlepas membuat Du Shen merasa sedikit tegang. 'A-apa? Kenapa dia menangis?' pikir Du Shen. Dan di saat yang sama, ucapan gurunya tiba-tiba terlintas dalam benaknya. "Du Shen! Kau tahu apa yang paling memalukan dari seorang pria sejati?" tanya sosok tua berjanggut putih di hadapan Du Shen. Du Shen yang duduk di hadapan gurunya merenung sejenak, "Tentu saja kalah dalam pertarungan. Apalagi ditonton oleh banyak orang. Menurutku itu sangat memalukan." seru Du Shen penuh percaya diri. Namun, dari jawabannya yang penuh semangat, ia tak menyadari tatapan muram sang guru. Tongkat kayu langsung menggetok kepalanya yang membuat Du Shen meringis kesakitan. "Kenapa kau memukulku, guru!" ucapnya sembari memegang kepala yang tampak benjol. "Bodoh! Jawabanmu sungguh tak mencerminkan pria sejati." ujar sang kakek agak kesal. Du Shen yang bingung lantas bertanya dengan wajah cembrut "Lalu apakah jawaban dari pertanyaan itu?" "Dengar... Hal paling memalukan dari pria sejati adalah ketika dia membuat perempuan lemah meneteskan air mata!" jawab sang guru, "Pria sejati lebih baik kalah dalam pertarungan dari pada membuat seorang perempuan menangis..." Kata-kata itu menggema dalam benak Du Shen. Wajahnya yang acuh tak acuh dan dingin, tiba-tiba menatap sedikit lebih lembut sebelum ia berbalik dan melihat Hao Yexin kembali. "Kau tak seharusnya menagis," ucap Du Shen santai, "sebaliknya, kau harus kuat untuk mampu menopang beban di balik punggungmu... Jika tidak, hal yang mungkin kau coba hindari akan terjadi."Kemudian, cahaya yang semula bersinar lembut dari pola-pola inskripsi di atas altar, tiba-tiba meledak ke langit dalam wujud pilar energi yang menjulang menembus cakrawala. Sinar itu begitu terang, hingga memaksa Hu Jiu untuk menyipitkan mata dan mundur beberapa langkah dengan bulu meremang. Du Shen berdiri di tengah-tengah ledakan cahaya itu, tubuhnya tersapu angin liar yang berasal dari aliran energi spiritual luar biasa kuat. Jubahnya berkibar keras, rambut putih panjangnya terangkat ke udara seolah hendak tercabut dari kepalanya. Ia menggertakkan gigi kuat-kuat, mencoba menahan tekanan yang semakin menghimpit tubuhnya dari segala arah. "A-apa yang terjadi...?" gumamnya, nyaris tak terdengar di tengah deru badai energi yang menyeruak dari altar. Langit yang tadinya bersih perlahan berubah menjadi kelam. Awan hitam menggumpal dari berbagai arah, berputar-putar mengelilingi pilar cahaya seperti pusaran maut. Angin dingin dan aroma sengit logam memenuhi udara. Seolah-olah seluruh d
Setelah menyerahkan benda yang menurutnya paling cocok dan bernilai kepada Lu Yan—Du Shen pun akhirnya melakukan perjalanan ke Hutan Kabut Ilusi. Tempat dimana susunan teleportasi kuno yang tersembunyi di balik lapisan kabut pekat dan ilusi mematikan tersembunyi.Du Shen tidak membawa siapa pun bersamanya. Lu Yan sempat menawarkan diri, bahkan tetua Zhao Lao, yang sudah mengenalnya cukup lama, bersikeras untuk turut serta. Tapi Du Shen menolak mereka dengan tenang namun tegas. Bukan karena ia meremehkan niat baik mereka, melainkan karena ia sadar sepenuhnya: perjalanan ini adalah perjalanan yang bersifat pribadi, dan ia lebih suka melakukan apapun sendiri.Perjalanan menuju Hutan Kabut Ilusi tidak sepwnuhnya mudah. Bahkan bagi seseorang sekuat Du Shen, hutan itu seakan-akan hidup, bergerak dan mengubah arah dengan kehendaknya sendiri. Terkadang ia merasa berjalan dalam lingkaran seperti tak tahu arah. Namun tekadnya terlalu kuat untuk dikalahkan oleh tipu daya ilusi dalam hutan itu.
Kabar kehancuran Sekte Kobaran Langit menyebar ke seluruh penjuru Benua Yin seperti badai tak kasat mata. Tak ada satu kota, klan besar, atau perkumpulan kultivator yang luput dari gemuruh berita ini. Dalam hitungan jam, berita itu menjalar seperti api yang melalap ladang jerami, menyusup ke setiap celah sekte, kota-kota besar.Orang-orang menyebutnya sebagai Hari Padamnya Langit, hari di mana salah satu sekte kuat dan berpengaruh di dunia kultivasi lenyap nyaris tanpa jejak.Di puncak gunung hijau yang menjulang di barat, sekte Pedang Bulan juga tampaknya dihebohkan dengan berita ini. Di aula paviliun utama sekte, para tetua dan murid utama berkumpul dalam keheningan yang berat.Di atas singgasananya yang menyerupai pedang hitam nan kokoh, Zhin Guyun, ketua sekte Pedang Bulan, duduk dengan mata tertutup. Ia baru saja menerima laporan langsung dari departemen intelijen sektenya. Setelah mendengarkan semua kronologi kehancuran sekte Kobaran Langit, ia menghela napas lega setelah mend
"Cih! Kau dan gurumu itu tak ada bedanya dengan iblis! Kalian adalah bencana berjalan, kutukan bagi dunia ini!" Xian Qinyun memuntahkan kata-katanya dengan amarah yang hampir menyatu dengan darah yang masih menetes dari bibirnya. "Jika kau tidak dibunuh hari ini... aku takut Benua Yin akan berakhir seperti neraka!" lanjutnya dengan nada serak dan tubuh bergetar.Namun ucapannya tak membuat pemuda di depannya itu goyah.Du Shen, berdiri di atas tanah yang retak dan hangus oleh gelombang energi Qi yang keluar dari tubuhnya, menatap pria tua itu dengan mata dingin bagai danau beku. Tatapan yang tak lagi menunjukkan belas kasihan—hanya penghakiman dingin dari seseorang yang sudah menapaki jalan yang tak dapat diputar kembali."Terserah... apa pun yang kau pikirkan," ucap Du Shen dengan suara tenang, namun mengguncang jiwa yang mendengarnya. "Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan. Dan kau… kau sudah tak berguna lagi. Tapi sebelum ini selesai, ada harga yang harus kamu bayar karena tel
Beberapa hari kemudian, sebuah kejadian besar akan mengguncang seluruh penjuru daratan Benua Yin—kejadian yang sulit untuk dipahami dengan akal sehat. Atau lebih tepatnya, seorang pemuda dengan rambut putih bagai salju yang melangkah seperti badai dan menghancurkan segalanya di jalur yang ia lalui.Di wilayah pegunungan utara yang sunyi, tempat di mana langit selalu tampak berwarna merah oranye karena panas yang memancar dari gunung berapi yang menjulang tinggi, berdiri salah satu sekte paling tertutup di dunia kultivasi: ialah sekte Kobaran Langit. Selama berabad-abad, mereka menjaga jarak dari hiruk-pikuk dunia luar, kabarnya mereka hanya keluar dari persembunyian ketika perang besar antara manusia dan ras iblis beberapaa ratus tahun lalu. Sejak saat itu, mereka tak lagi terlihat muncul di dunia luar, menjadi legenda hidup yang diselimuti misteri.Namun pagi itu, langit di atas pegunungan tidak memancarkan sinar mentari yang agung, melainkan dihiasi awan kelam dan suara gemuruh pet
Namun rasa getir itu tak mampu meredam kegelisahan yang perlahan menyelinap dalam hati Lu Yan. Ia menyembunyikannya di balik senyum anggunnya, namun matanya tak bisa membohongi batinnya yang penuh tanya. Seseorang yang mampu menekan sekte Pedang Bulan, dan bahkan membuat Zhin Guyun menyerahkan pusaka leluhur mereka... seberapa besar kekuatan pemuda ini? Pertanyaan itu berkecamuk tanpa jawaban dalam benak Lu Yan. Walaupun ia penasaran, namun Lu Yan tak berniat bertanya karena menurutnya itu tak sopan. Du Shen duduk bersandar pada kursi kayu tua di samping meja, tangannya memainkan cawan teh tanpa benar-benar meminumnya. Ketika cahaya pagi menyinari wajahnya dari balik awan, warna rambut putihnya yang kontras dengan wajah tampannya tampak semakin mencolok, menambah kesan dingin dan misterius yang sudah begitu melekat pada sosoknya. Keheningan sempat berlangsung selama beberapa detik sebelum Du Shen angkat bicara. "Dan kau pasti tahu alasan sebenarnya aku datang ke sini lagi, bukan?"