LOGINBab 3 Kenyataan Dua.
Ruh Lintang menitis pada seorang bayi laki-laki yang lahir di saat fenomena purnama biru.
Hal itu membuat rupa fisiknya berbeda dengan manusia biasa. Sehingga sekali lagi Lintang harus menelan kepahitan mengalami dikucilkan dan dicemooh orang-orang.
Tetapi kedua orang tua serta kakaknya begitu mengasihi Lintang, menganggap dia sebagai mutiara keluarga yang sangat berharga.
Lintang diberi nama Kusha Warta, dia memiliki seorang kakak laki-laki yang lahir 7 tahun lebih awal bernama Balada Warta.
Sedangkan ayahnya bernama Weda Warta dan ibunya merupakan seorang putri seorang adipati dari nagari sebrang bernama Ratna Kianti Dharma.
Saat pertama lahir, ingatan Lintang tersegel jauh di dalam tubuh Kusha membuat dia tumbuh layaknya anak biasa.
Kusha jarang sekali keluar rumah karena kerap dihina, dibuli, dan dicemooh anak-anak lain. Bahkan tidak sedikit para orang tua juga ikut menghina dirinya.
Tapi meski begitu, Kusha merupakan seorang anak yang tegar. Dia tidak pernah mengeluh atau merengek mengadu kepada ayah dan ibunya.
Kusha selalu menelan kepahitan itu sendiri, dia juga tidak pernah merasa dendam atau marah akan hinaan.
Dahulu saat Balada masih berada di rumah, Kusha begitu bahagia karena memiliki kakak yang sangat baik.
Balada selalu menemani Kusha bermain, mengajarinya berbicara, membaca, dan menulis. Bahkan Balada kerap melindungi Lintang dari berbagai hinaan orang-orang.
Tidak jarang Balada berkelahi dengan anak-anak sebaya-nya akibat menghina Kusha.
Namun ketika Balada berangkat menimba ilmu, hari-hari Kusha mulai suram. Tidak ada satu pun anak yang mau bermain dengannya.
Sementara kedua orang tua Kusha disibukan oleh urusan perdagangan.
Mereka kerap pergi berdagang keluar katumenggungan bahkan sampai berhari-hari membuat Kusha begitu kesepian dan hanya hidup ditemani oleh para pelayan.
Meski masih sangat kecil, Kusha terbilang sebagai anak yang mandiri. Dia tidak pernah merepotkan pelayan atau kedua orang tuanya.
Kusha juga merupakan anak yang cerdas di mana sejak usia tiga tahun dia sudah pandai membaca dan menulis.
Namun karena hinaan dan cemoohan itulah Kusha menjadi anak pendiam, hingga dia selalu manghabiskan waktu sendiri di kediamannya.
Kusha memiliki wajah cukup tampan, berhidung mancung dan bibir tipis layaknya perempuan.
Namun kulit diseluruh tubuhnya berwarna biru tua membuat dia sangat berbeda dengan manusia pada umumnya.
Bahkan rambut dan kedua bola matanya juga berwarna biru akibat terkena energi purnama langka.
Tapi saat usianya menginjak 4 tahun, rambut dan bola mata Kusha perlahan berubah warna menjadi hitam. Namun kulit di tubuhnya masih tetap sama berwarna biru tua.
Kedua orang tuanya sudah beberapa kali meminta bantuan kepada para resi sakti untuk menyembuhkan Kusha, berharap dia bisa memiliki tubuh layaknya manusia normal.
Tapi seberapa keras apa pun para resi berusaha, mereka tetap tidak bisa menyembuhkan Kusha karena warna dikulitnya sudah merupakan sebuah takdir.
Alhasil, kedua orang tuanya pasrah menerima kenyataan bahwa apa yang terjadi kepada Kusha adalah bagian dari kehidupan-nya.
Namun meski begitu, mereka tetap mencintai Kusha melebihi apa pun.
***
Selama 7 tahun ingatan Lintang tertidur di dalam tubuh seorang anak kecil berkulit biru tua.
Namun tidak disangka, sebuah kejadian membuat ingatannya terbangun.
Lintang sangat senang ketika menyadari bahwa dirinya hidup kembali. Dia bertekad akan kembali pulang ke Madyapada (Alam tempat Lintang berasal).
Tapi saat mendapati tubuhnya menjadi kecil, Lintang sungguh terpuruk.
Namun dia terpuruk bukan karena rupa atau bentuk tubuhnya, melainkan karena seluruh kekuatan Lintang lenyap tidak tersisa.
Waktu itu sesaat sebelum Balada mendobrak pintu kamar, Lintang sempat mengukur kekuatan tulang, kualitas tubuh, dan inti energi yang dia miliki.
Tapi sungguh mengejutkan di mana kualitas tulangnya ternyata hanya tulang biasa, tulang seorang anak kecil berusia 7 tahun.
Inti energi Lintang juga begitu sangat lemah, bahkan lebih kecil dari kebanyakan pendekar.
Lintang tertegun tidak percaya mendapati semua pencapaiannya hilang.
Tapi sebagai seorang bijak, dia segera bisa kembali menenangkan hatinya. Menerima kenyataan bahwa apa pun yang terjadi tidak lebih buruk dari kematian.
Semua kanuragannya memang hilang, tapi Lintang tidak berkecil hati karena dia bisa memulainya kembali dari awal.
Walau prosesnya akan memakan waktu, tapi setidaknya Lintang akan bisa kembali pulang.
Dia tidak peduli dengan waktu, yang terpenting sekarang adalah dirinya sudah kembali memiliki kehidupan.
“Balada! Apa yang kau lakukan kepada adikmu? Cepat lepaskan!” teriak sang ayah panik mendapati Kusha sedang dijewer oleh kakaknya.
“Hehehe, maaf ayah. Kusha sekarang telah menjadi anak nakal. Jadi aku menghukumnya sedikit,” Balada terkekeh.
Dia segera melepaskan tangannya, membuat Lintang bisa kembali menarik napas lega.
Ratna Kianti yang melihat putra bungsunya sedang kesakitan langsung berlari menghampiri Lintang.
“Apa Kusha tidak apa-apa, nak?” Ratna Kianti berlutut memeriksa telinga Lintang, sementara Balada masih menyeringai bodoh tanpa merasa bersalah.
“Ti-ti—tidak biung,” jawab Lintang ragu-ragu.
Meski sadar bahwa wanita tersebut adalah ibu yang melahirkannya, tapi Lintang tetap merasa asing karena baru saja mengenalnya.
Dia bingung entah harus bersikap apa karena sejatinya usia Lintang lebih tua dari kedua orang tuanya.
Tempo hari Lintang mungkin masih anak kecil, tapi sekarang ingatannya telah kembali membuat dia menjadi sosok dewasa.
“Syukurlah!” Ratna Kianti memeluk Lintang penuh kasih sayang.
Setelah itu dia lantas mengomeli Balada karena telah bersikap kasar kepada adiknya.
Terlebih Kusha baru saja pulih dari luka, membuat Ratna Kianti benar-benar marah.
“Maaf ibu,” ucap Balada lemas.
Dia menundukan wajah tidak berani membantah sang ibu.
“Sudahlah! Ibu mengerti kau rindu terhadap adikmu, ayo kita makan,” Ratna Kianti mengelus rambut Balada membuat anak lelaki tersebut kembali tersenyum senang.
Sementara Lintang masih terdiam memikirkan entah mengapa dia tiba-tiba memanggil biung kepada ibunya sementara Balada memanggil Ibu.
“Apa mungkin itu dari ingatan Kusha?” gumam Lintang dalam hati.
Tapi lamunan tersebut tidak berlangsung lama karena Ratna Kianti segera menggendong Lintang membawa dia duduk di meja makan.
Waktu itu Lintang ingin meronta, tapi apalah daya. Dia tidak mungkin menunjukan sikap janggal kepada ibunya.
Bagi Lintang mungkin dia telah dewasa. Namun di mata keluarganya, Kusha tetaplah anak kecil yang mereka cintai. Sehingga mau tidak mau Lintang harus menghargai mereka.
Di meja makan, ayah Kusha kembali bertanya tentang keadaannya membuat Lintang harus kembali berpura-pura menjadi anak kecil.
Selepas itu, mereka pun lantas menyantap hidangan bersama sebagai satu keluarga.
Meski awalnya risih, tapi lama-kelamaan Lintang menjadi terbiasa. Bahkan entah mengapa hatinya menjadi terasa hangat.
Lintang merasa kedamaian di sana, dia begitu bahagia memiliki seorang kakak, ibu, dan ayah yang begitu mencintainya.
“Puluhan tahun aku bertarung, beradu nyawa, perperang melawan keangkara murkaan untuk mencari kedamaian. Namun tidak disangka kedamaian itu ternyata kutemukan disebuah keluarga sederhana seperti ini,” gumam Lintang dengan mata berkaca-kaca.
“Aku sendiri tidak yakin, tapi aku percaya Kang Wala mengetahui sesuatu tentang jurus perenggut jiwa,” jawab Galuh berterus terang.“Di-dimana paman Wala sekarang?” tanya Lintang.“Dia sedang dipulihkan oleh Bawana,” ungkap Galuh.Mendengar itu, Lintang langsung melesat mengikuti hawa kehidupan Bawana yang tengah berada di salah satu ruangan kediamannya.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Lintang tiba, dalam sekejap, Lintang sudah berada di ruangan yang Bawana tempati.Benar saja, di sana Bawana sedang berusaha memulihkan Batara Dewala. Tetapi kala itu kondisi sang Batara sudah berangsur membaik berkat ramuan ciptaannya.“Senior?” Bawana berbinar mendapati Lintang sudah pulih.“Aku baik Wana, terimakasih,” ungkap Lintang memeluk tubuh sahabatnya tersebut.“Syukurlah,” Bawana amat senang.“Tubuh pamanku sudah membaik ternyata, kau pasti bekerja sangat keras Wana,” ungkap Lintang sembari memeriksa keadaan Batara Dewala.“Untukmu, apa pun akan aku lakukan senior,” angguk Bawana.“Kau mema
“Me-mengapa?” Arga menatap lekat wajah putri Widuri.“Kakak Lintang pernah berkata, sesama keluarga tidak boleh berlutut,” putri Widuri menggeleng sembari menangis lirih.“Kakak,” kini Arga tidak bisa menahan air matanya.“Adik,” Putri Widuri memeluk tubuh Arga layaknya kepada adik sendiri.Arga sangat terharu karena ternyata, tidak hanya parasnya saja. Tetapi sikap putri Widuri juga sangat mirip dengan Kelenting Sari.Hal itu membuat Arga semakin yakin bahwa gadis muda di hadapannya tersebut memang merupakan reinkarnasi dari kakak iparnya.“Ma-maafkan aku kak, aku dulu tidak bisa menjagamu dengan baik. Aku terlalu egois,” ungkap Arga sembari menangis.“Ti-tidak adik prabu, dirimu tidak memiliki salah apa-apa. Semua yang terjadi padaku murni atas keputusanku sendiri,” tutur Putri Widuri mewakili Kelenting Sari.Deg!Jantung putri Arum yang tadi membeku pun langsung berdebar tidak karuan saat mendengar itu.“Ka-ka-kak Sa-sari?” gumam putri Arum membuat Arga dan Putri Widuri langsung me
Selanjutnya Galuh juga pergi meninggalkan Bawana. Dia menghilang dari pandangan entah akan ke mana, yang jelas Galuh sepertinya ingin mencari tempat untuk menyendiri.Sementara di sisi Arga, dia ternyata menemui putri Widuri. Sejak awal Arga sangat penasaran terhadap gadis itu di mana paras sang putri sangat mirip sekali dengan Kelenting Sari.Namun Arga tahu putri Widuri bukan Kelenting Sari karena mampu mencium bau darah dan hawa kehidupannya.Begitu pula dengan Putri Arum, dia juga mampu menyadari Putri Widuri bukanlah kakak iparnya. Karena baik Arga mau pun Putri Arum, mereka memiliki hidung yang amat sensitif terhadap hawa kehidupan seseorang.Itu jugalah alasan mengapa Arga sempat tidak menyadari Lintang, di mana selain tubuh, bau darah serta hawa kehidupan kakaknya tersebut sudah bukan lagi Lintang yang dulu.“A-anda,” putri Widuri menundukan kepala memberi hormat.“Salam Ratu,” Arga membalas penghormatan tersebut. Sedangkan pandangan Putri Arum masih kosong seperti tadi.Menda
Perang besar semesta Rayapurba akhirnya selesai, semua musuh berhasil dikalahkan.Seluruh alam yang sebelumnya sempat terkekang oleh segel kesunyian Sang Taka telah kembali terbebas seperti sedia kala.Namun semua pasukan yang berjuang dalam perang tersebut belum dibubarkan. Lebih tepatnya mereka belum ingin membubarkan diri.Sudah dua hari, para pejuang itu berkumpul dikerajaan Suralaksa, baik para iblis, dewa, siluman, maupun kesatria alam Cukay berikut semua hewan hutan terlarang masih setia menunggu Lintang di depan kediaman saudagar Weda.Bahkan Ratu Betari Shaki, Dewi Sundari, para raja, termasuk Raja Laksa Sharma sekali pun bersama semua Kaisar Iblis juga ikut berdiri mematung menunggu Lintang di depan kediamannya.Sementara Galuh, Arga, Putri Arum, Madu Lanang, Zufu, Dewi Rembulan, Jinggo, Mayang, Asgar, Limo, Samhu, Si Bodas, dan Si Hawuk berada di dalam kediaman.Sedangkan Linguy, Yunla, Cantika Ayu bersama para sahabat Lintang menunggu di halaman rumah dengan wajah pilu dil
“Baiklah! Dasatirta! Matilah kau petaka!” seru Lintang melemparkan Cakra Sudarsana.Dia menggabungkan jurus Tirtamarta dengan kekuatan Cakra milik Maha Dewa Narayan, membuat esensi energi cahaya serangan tersebut menjadi jauh lebih mengerikan.“Celaka!” Arga segera membentuk segel pertahanan agar tidak terkena dampak serangannya. Begitu juga dengan putri Arum.Wush! Sieng!Cakra Sudarsana menderu menjadi badai cahaya melesat membawa energi kebinasaan.“Sial! lagi-lagi aku gagal!” umpat Sang Taka lemas. Sementara Santara Baka sudah berteriak sedari tadi meminta pengampunan.Namun sia-sia karena dia berada di dalam tubuh Sang Taka sehingga Lintang tidak mampu mendengarnya.Brak! Aaaaaaaaaaaa! BUMMMMM!Badai cahaya Cakra Sudarsana menghantam telak tubuh Sang Taka, membuat sosok mahluk itu seketika terkikis menjadi debu.Namun tepat sebelum kematiannya, mantera pembelah jiwa yang dia rapalkan ternyata sudah selesai dibacakan.Sehingga tanpa terduga, tombak sakti milik Sang Taka seketika b
“Hahahaha, rasakan itu mahluk sialan! Hah! Dia putraku, kau harus ingat itu!” teriak Galuh meracau seperti orang gila.“Keak!” Ciung berbinar karena kini dia menemukan guru baru yang harus dikejar.“Koooak!” sedangkan Nimu menggeleng menyaksikan Ciung.Dia tahu, burung mungkal api itu memang maniak kekuatan, siapa saja yang terlihat kuat akan dikejar sampai mereka mau mengajarinya.“A-ayah Jinggo memang hebat,” mata Jinggo berkaca-kaca kegirangan.“Dari dulu tuan Lintang memang sangat hebat,” tutur Mayang.“Kakak Mayang harus menceritakan kisah ayah nanti kepada Jinggo ya,” pinta Jinggo memohon.“Hihihi, tentu saja,” angguk Mayang.“Aku juga mau mendengarnya,” ungkap Putri Widuri.“Bibi juga boleh,” Mayang tersenyum.Sementara di kejauhan Lintang terus menghajar Sang Taka tanpa ampun.Darah sudah bercucuran dari bibir, hidung, dan matanya. Tetapi seberapa kuat pun Lintang menghajar mahluk itu, Sang Taka tetap tidak mau mati seakan memiliki segel keabadian yang tidak bisa dipatahkan.“







