Home / Fantasi / Legenda Pendekar Biru / BAB 4 Ingatan Kusha

Share

BAB 4 Ingatan Kusha

Author: Pujangga
last update Huling Na-update: 2025-07-08 11:12:44

Setelah berhari-hari dilanda kebingungan, ingatan milik Kusha pun akhirnya kembali berdatangan membuat Lintang semakin mengerti akan siapa dan di mana dia sekarang.

Termasuk ingatan memilukan saat Kusha terperosok ke dalam sumur.

Lintang kini tahu bahwa kecelakan yang menimpa Kusha tempo hari ternyata bukanlah sebuah kebetulan di mana ada beberapa anak lain yang sengaja ingin membunuh Kusha atas perintah seseorang.

Hal itu tentu membuat Lintang sangat marah hingga gigi-giginya bergemertak sembari mengepalkan tangan.

“Mereka tidak bisa kubiarkan!” ucap Lintang dingin.

“Mereka? Apa maksudmu, Kusha?” tanya Balada mengerutkan kening.

Lintang sebelumnya tengah termenung sendiri di taman belakang, dia tidak sadar bahwa sedari awal Balada mengikutinya.

Sehingga saat mendengar suara Balada, Lintang langsung melompat kaget sembari memasang kuda-kuda bertarung.

“Hahahaha, apa yang kau lakukan, Kusha? Kau bukan seorang pendekar,” Balada tertawa tidak kuasa menyaksikan tingkah lucu adiknya.

“Kakak! Kau mengagetkan aku saja,” teriak Lintang kesal.

“Hahahahaha! Baiklah-baiklah maafkan aku. Tapi itu juga salahmu karena terus melamun di sini,” ujar Balada dengan masih tertawa.

Padahal jauh di dalam hatinya, Balada sangat merasa sedih mendapati adiknya menjadi pendiam seperti itu.

Balada merasa bersalah karena telah meninggalkan Kusha, di mana dahulu, adiknya merupakan anak yang periang, selalu tertawa dan tidak pernah mengeluh apalagi melamun sendiri di tempat sepi.

“Apa yang sedang kau pikirkan Kusha?” tanya Balada serius.

Sebagai kakak, dia bertanggung jawab menjaga sang adik apa pun yang terjadi.

Meski usianya masih 14 tahun, tapi Balada memiliki kedewasaan di atas anak-anak seusianya.

Dia tahu saat ini Kusha sedang memiliki masalah yang entah apa sehingga Balada terus mendekatinya berusaha menggali informasi untuk membantu adiknya tersebut.

“Tidak apa kak, aku hanya berpikir hari-hariku akan kembali sepi setelah kakak kembali kepadepokan nanti,” jawab Lintang berbohong.

“Hahahahahaha, dasar cengeng. Di sinikan ada ibu dan ayah. Mereka tidak akan lagi berdagang keluar wilayah katumenggungan karena ingin menjagamu, Kusha. Aku juga di padepokan tidak akan lama. Aku akan kembali setiap 6 bulan sekali untuk menjengukmu,” tutur Balada menjelaskan.

Lintang hanya menyeringai mendengar itu di mana sebetulnya bukan itu yang Lintang pikirkan.

“Kakak memang baik, hihihihihi,” Lintang berusaha tertawa.

“Sudahlah, besok lusa aku akan berangkat lagi ke padepokan. Sekarang bagaimana kalau kita bermain ke pasar?” ajak Balada menghibur.

“Ke pasar kak?” Lintang terlihat ragu.

“Benar! Kau tenanglah Kusha. Selama ada aku, tidak akan ada yang berani mengganggumu,” ujar Balada.

Dia mengucapkan itu dengan sunguh-sungguh karena sejatinya niat Balada menimba ilmu pun hanya untuk melindungi adik dan keluarganya.

Balada sadar, dunia tidak sedamai kelihatannya. Apalagi dunia persilatan, sehingga dia berpikir harus ada salah satu anggota keluarga yang menjadi pendekar untuk berjaga-jaga.

“Jika kakak memaksa, baiklah,” angguk Lintang.

“Hahahahaha, tentu saja,” Balada menepuk lembut pundak adiknya.

Setelah itu, kedua anak tersebut lantas berpamitan kepada orang tua mereka.

“Begitu rupanya, baiklah! Ayah akan memita paman Bakung dan Ki Jara untuk menjaga kalian,” ungkap Weda Warta.

Dia berniat memanggil dua pelayan kekar untuk menjaga Kusha dan Balada karena di pasar kerap terdapat banyak preman.

Sebagai seorang saudagar kaya, Weda tentu memiliki beberapa pelayan kuat yang merupakan seorang pendekar.

Mereka bertugas mengawal perjalanan saat berdagang dan sebagian menjaga kediaman agar tidak disatroni perampok.

Sehingga ketika mendengar Balada ingin jalan-jalan ke pasar, Weda pun tidak mungkin membiarkan kedua putra kecilnya berkeliaran sendiri.

“Tidak ayah, Balada juga sekarang sudah bisa melindungi diri. Balada berjanji akan selalu melindungi Kusha,” tolak Balada sopan.

Mendengar itu, Weda langsung terdiam berpikir entah harus menjawab apa.

Dia tahu Balada sekarang memang sudah menjadi pendekar, dan usianya telah memasuki pase remaja.

Tapi keadaan pasar tetaplah berbahaya. Namun ketika melihat Ratna Kianti mengangguk, Weda pun terpaksa mengizinkan mereka.

“Baiklah! Tapi kalian harus berjanji akan segera pulang jika sudah selesai,” ucap Weda.

“Tentu ayah, kami berjanji,” angguk Balada dan Lintang secara bersamaan.

“Jaga adikmu dengan baik, Nak. Dan jangan buat masalah,” pesan Kianti kepada Balada.

“Baik ibu,” angguk Balada.

“Hati-hati ya, Nak,” Kianti memeluk Kusha.

“Mmmm,” Lintang mengangguk senang kerena dia sendiri sangat penasaran ingin tahu bagaimana kehidupan masyarakat katumenggungan Surapala.

Akhirnya, Lintang dan Balada pun berangkat menuju pasar. Keduanya menunggangi seekor keledai jantan milik Balada.

Sebetunya Balada memiliki seekor kuda yang sangat bagus. Tapi dia sedang ingin membawa keledainya karena sudah lama tidak pernah bermain bersama.

Lintang duduk tenang di belakang Balada, mereka berjalan menuju selatan melewati beberapa perkampungan warga.

Banyak mata yang menatap jijik kepada Lintang, tapi dia tidak peduli kerena bagi Lintang, hinaan adalah sikap kagum dengan cara pandang yang berbeda.

Lintang tidak menilai wujud Kusha buruk, tapi malah menganggapnya sebagai berkah karena dengan memiliki perbedaan, dia akan menjadi pusat perhatian dan mudah dikenali orang.

Sedangkan Balada sendiri terlihat sangat kesal dengan sikap para penduduk, dia ingin sekali turun dari keledai untuk menghajar mereka. Namun Lintang segera mencegahnya.

Setelah melewati perjalanan selama 3 jam, kedua bocah itu pun akhirnya tibak di gerbang pasar.

Balada dan Lintang dapat masuk dengan mudah karena memiliki lencana perak sebagai simbol keluarga Warta.

Bahkan para penjaga gerbang pasar besikap sangat baik di mana mereka menghormati Weda sebagai saudagar terpandang di wilayah katumenggungan.

Balada menitipkan keledainya di gerbang pasar. Setelah itu, dia mengajak Lintang berjalan kaki menyusuri jalan besar yang saat itu penuh dengan hiruk-pikuk penduduk.

Berbagai dagangan dijajakan pada kios-kios sederhana dipinggir jalan. Ada juga penjual yang menjajakan dagangannya di lantai tanah dengan hanya menggunakan alas meja bambu.

Senjata, buah-buahan,sayuran, ikan, pakaian, makanan, gerabah dan berbagai dagangan lain bertengger lengkap di pasar itu.

Tetapi Lintang tidak peduli, dari pada memperhatikan barang-barang, dia lebih tertarik dengan kehidupan dan kebudayaan penduduk.

Namun kesukaannya di masa lalu terhadap makanan lezat serta berbagai tumbuhan obat masih melekat di diri Lintang, membuat pandangannya terus bergilir ke sana kemari memperhatikan dagangan tersebut.

“Apa kau ingin membeli makanan, Kusha?” tanya Balada.

“Tidak kak, aku hanya ingin berjalan-jalan saja bersama kakak,” jawab Lintang sembari tersenyum lebar.

“Bagaimana dengan tumbuhan obat? Aku melihat dirimu terus memperhatikan kios obat yang di sana. Apakah kau tertarik?” Balada kembali bertanya sembari menunjuk ke arah toko besar di sebrang jalan.

“Hihihi, aku mau kak, aku mau,” angguk Lintang seraya terkekeh senang.

**

Hai teman-teman, Novel Lintang pertama juga sudah rilis, silahkan dibaca dengan judul Legenda Tongkat Semesta.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Legenda Pendekar Biru   Bab 1002

    Sang raja petapa Naga hanya mampu menggertakan taring-taringnya mendengar itu.Dia tidak bisa menyangkal pemahaman Lintang karena hal tersebut memang benar adanya.“Apa yang kau inginkan dariku?” sang raja petapa Naga mulai bertanya serius.“Satya-Gama,” ungkap Lintang, membuat sang raja petapa Naga tertawa terbahak bahak.“Manusia? Dengan inti energi tingkat Satya-Gama? Tidak mungkin! Hahahaha,” sang raja petapa Naga kembali tertawa menertawakan Lintang.“Tertawalah sepuas anda karena bagaimana pun, aku tidak akan pernah mundur dari niatku,” ungkap Lintang.“Hahaha, tidak ada yang lebih menggelitik dari pada apa yang kau inginkan manusia. Tapi baiklah, akan kuajarkan kau cara mencapai ranah tersebut. Namun berhasil atau tidak, itu tergantung kemampuanmu,” ujar sang raja Petapa Naga.“Terimakasih, guru!” Lintang langsung bersujud tiga kali memberi hormat, membuat sang raja petapa Naga langsung bangkit melebarkan mata.Dia tercengang tidak menduga, tidak percaya Lintang akan melakukan

  • Legenda Pendekar Biru   Bab 1001

    “Ti-tiga?” Lintang benar-benar tidak mengerti karena disana, dia hanya berhadapan dengan satu penguasa naga.“Hmmm, salah satunya adalah aku. Dan dua yang lain telah tiada, namun yang paling penting dari mereka ada padamu,” ungkap sang raja petapa Naga.“A-aku sungguh tidak mengerti Panatua.”“Hahaha, sudah kuduga. Manusia memang mahluk terbodoh yang lambat untuk belajar,” sang raja petapa Naga tertawa.“A-anda tidak perlu menghina bangsaku, Panatua” ujar Lintang tidak setuju.“Selain bodoh, kalian juga ceroboh karena tidak menyadari dengan siapa kau berbicara,” ucap sang raja petapa Naga tidak peduli, membuat Lintang sedikit menggerutu kesal.“Inti energi yang ada pada tubuhmu merupakan inti energi milik kakakku. Sedangkan sifat welas asih yang ada pada hatimu berasal dari adikku. Kau adalah manusia terpilih yang mampu menampung dua kekuatan naga sekaligus. Karena beberapa orang sebelum dirimu, mereka selalu langsung tewas saat masih di dalam kandungan,” ungkap sang raja petapa Naga.

  • Legenda Pendekar Biru   Bab 1000

    “Begitu rupanya, kami tidak masalah ayah,” pangeran Arundia mengerti.Namun raja Mulu tiba-tiba maju meminta Lintang agar menanyakan ke 8 raja alam Salaka yang dulu sempat terhempas bersamanya kesana.Mendengar itu, Lintang langsung mengangguk dan mulai bertanya.Akan tetapi jawaban para naga membuat raut wajah Lintang berubah muram dimana ke 8 raja tersebut ternyata telah tewas dimangsa.Lintang menggeleng sedih ke arah raja Mulu, membuat mata raja Mulu berkaca-kaca merasa tidak berguna.Namun bagaimana pun, dia tidak bisa menyalahkan para naga dimana sudah menjadi tabiat mereka memangsa siapa pun yang memasuki wilayahnya.Raja Mulu begitu amat dendam kepada musuh yang sudah melemparkannya ke sana. Dia masih ingat bagaimana rombongan raja dicampakan dan dibuang ke semesta luar melalui kekuatan sebuah pusaka.“Kipas Wasetu, kau akan menerima balasannya,” raja Mulu mengepalkan tangan.Sedangkan yang lain tidak berani ikut campur mengingat para naga begitu waspada.Naga adalah mahluk te

  • Legenda Pendekar Biru   Bab 999

    Alam petapa naga adalah alam yang amat panas, mahluk biasa akan langsung menjadi debu kala memasukinya.Di sana terdapat lautan lahar dan batuan-batuan hitam yang mengepulkan asap.Sungai magma mengalir di mana-mana, sedangkan cahaya mentari tak mampu menjangkaunya.Pertama kali menginjakan kaki di dunia para naga, pangeran Arundia dan yang lain langsung di sambut oleh banyak raungan yang mengerikan.Sementara hawa panas dari dasar daratan membuat tubuh mereka lemah.Bahkan energi api konta milik putri Shalya sekali pun tidak mampu menahan panasnya.Hanya mereka yang telah mencapai kanuragan tingkat Alam Petapa saja yang tidak terpengaruh.Sedangkan yang lain begitu kepayahan sampai-sampai mereka mengalami halusinasi seakan tengah dibakar.Beruntung energi es abadi milik Lintang dan energi perungu Raja Mulu mampu membendung rasa panas alam naga, membuat pangeran Arundia dan rombongan bisa bernapas lega.Setelah berhasil melindungi putra, putri, dan semua sahabatnya menggunakan energi

  • Legenda Pendekar Biru   Bab 998

    “Ka-kau ...?” raja Mulu mengerutkan keningnya.“A-ayah?” Pangeran Arundia, Jinggo dan Anjeli berteriak secara bersamaan.“Ka-ka—kanda?” putri Shalya menunduk bahagia.“Kwii, kwii!” Limo menggeleng mengumpati Lintang.“Ma-maha raja!”“Gu-guru!”“Tuan!”Samhu, Garu, dan Mayang menganga tidak mengerti.“Krrrrrr!” Raja Kancradaka menggaruk kepalanya.“Hahahaha, bedebah! Kau menipu kami sialan!” Maki Asgar dengan tawa gembira.“A-apa yang sebenarnya terjadi ayah?” pangeran Arundia berdiri tidak mampu membendung rasa penasarannya.“Setelah dari semesta naga, ayah berniat pergi menuju Alam Surgawi. Hanya mereka yang telah mencapai Jiwa Kesatria Fana-lah yang bisa memasukinya. Dan berkat bantuan dari mahluk Qon, jiwa kalian akhirnya berhasil mendapatkan peningkatan,” ungkap Lintang.“Ma-mahluk Qon, ja-jadi ayah sudah me-mengenal mereka?” pangeran Arundia benar-benar terkejut karena tidak mampu menebak arah pikiran Lintang.“Hahaha, benar!” Lintang tertawa terbahak-bahak.Sebetulnya jika saja

  • Legenda Pendekar Biru   Bab 997

    Wush! BUMMMMM!Ledakan maha dahsyat menggema memekakan telinga, membuat salah satu mahluk Qon mundur mendapat luka yang cukup parah.“Ayo kita juga!” seru pangeran Arundia.Mendengar itu, Anjeli, Limo, Mayang dan yang lain serentak maju secara bersamaan.Sedangkan raja Mulu sudah bertarung jauh sebelum Samhu. Dia menghadapi ribuan mahluk Qon seorang diri.Wush! Trang! Trang! Sring! BUMMM!Pertempuran berlangsung semakin sengit.Putri Shalya dengan wujud tengkorak api mampu memojokan beberapa mahluk Qon.Sehingga dalam sesaat, rombongan pangeran Arundia mampu bertarung imbang.Namun setelah beberapa waktu berlalu, energi mereka mulai terkikis, dan wujud tiwikramanya perlahan habis.Dari sana mulailah terjadi pemandangan yang sangat menyedihkan.Asgar terkapar dengan tubuh terpotong menjadi beberapa bagian.Limo terus-terusan muntah darah dan di dadanya terdapat lubang lebar bekas patukan paruh mahluk Qon.Putri Shalya tergeletak mengambang di kegelapan, dia terpotong menjadi dua. Namun

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status