Mag-log inBrak! Blarrr!
Pintu kamar terlempar sejauh 2 meter dan berakhir tergeletak di dekat pembaringan.
Setelah itu, seorang anak lelaki berusia 14 tahun berlari cepat menghampiri Lintang.
Raut wajahnya pucat karena panik, dia mengenakan pakaian berwarna abu dengan celana panjang sebetis yang juga berwarna abu.
Namun ikat pinggang anak tersebut berwarna hitam, melingkar mengencangkan pakaian serta menjadi penyangga sebilah pedang.
Tubuhnya cukup kekar, berkulit putih mulus dengan wajah tampan berambut panjang.
Dia mengenakan ikat kepala berupa kain berwarna merah tua sebagai ciri seorang murid dari sebuah perguruan.
“Kusha! Ada apa? Di mana? Siapa yang menyakitimu?” teriak anak lelaki itu kepada Lintang.
Dia terlihat mengedarkan pandangan menyusuri setiap sudut kamar, mencari seseorang yang telah membuat adiknya menjerit.
Tetapi di sana tidak ada apa-apa selain seorang bocah berusia tujuh tahun berkulit biru yang sedang duduk termangu sembari memeluk kedua lututnya seperti anak yang tengah ketakutan.
Merasa kesal mengira sudah dipermainkan, anak lelaki tadi lantas menggetok kepala Lintang menggunakan gagang pedang membuat bocah berkulit biru langsung mengerang berteriak kesakitan.
“Apa yang kau lakukan bocah? Sakit tahu, dasar anak tidak tahu sopan santun!” maki Lintang sembari menggosok kepala berusaha mengurangi rasa sakit.
Peletak! Aaaaaaaw!
Lintang lagi-lagi menjerit terkena getokan kedua, di mana anak lelaki tadi ternyata menggetoknya kembali dengan wajah merah menahan amarah.
“Dirimu yang bocah, dasar tengik! Beraninya kau memaki kakakmu sendiri,” umpat sang anak lelaki sembari menyilangkan tangan di depan dada.
“Apa! Aku? Kau yang bocah, dasar anak nakal!” maki Lintang masih kesakitan, sementara sang anak lelaki tadi hanya terkekeh menyeringai ke arahnya.
“Siapa kau bocah? Mengapa menggangguku?” teriak Lintang.
Dia berdiri di atas pembaringan seraya menatap marah kepada sang anak lelaki.
“Hahahahahahaha! Lama kutinggalkan ternyata dirimu sudah melupakan aku, dasar adik nakal! Kau lupa atau pura-pura lupa, Kusha? Tentu saja aku adalah kakakmu, Balada yang tampan dan pemberani,” sang anak lelaki tertawa membuat Lintang semakin bingung tidak mengerti.
“Ka-ka—kakak? Sejak kapan aku memiliki kakak?” gumam Lintang di dalam hati.
Namun tidak lama setelah itu, Lintang kembali menjerit akibat kupingnya dijewer oleh Balada.
Dia ditarik keluar kamar, dibawa melalui lorong panjang menghadap sepasang suami istri yang tengah duduk di atas meja makan.
“Aww, sakit sialan! Lepaskan aku, tolong! Lepaskan dasar anak naka!” Lintang meracau, meronta berusaha melepaskan diri.
Tapi Balada tidak peduli, anak lelaki itu terus saja menarik Lintang tanpa ampun bahkan sembari tertawa terbahak bahak.
“Hahahahahaha, aku tidak akan melepaskanmu sebelum kau mengakuiku sebagai kakak,” ujar Balada.
Sudah 4 tahun Balada meninggalkan rumah, dia berguru di sebuah padepokan kanuragan terbesar di kerajaan Suralaksa.
Sementara Lintang tumbuh menjadi seorang anak pendiam, dia jarang sekali keluar rumah akibat selalu dibuli dan dicemooh oleh anak-anak lain hanya karena berbeda warna.
Lintang yang sekarang bernama Kusha, dia lahir dari sepasang suami istri yang kaya raya.
Hal itu karena ayahnya merupakan seorang saudagar ternama di katumenggungan Surapala.
Lintang hidup damai penuh kemewahan di sebuah kediaman besar. Dia tumbuh dengan kasih sayang orang tua.
Bahkan para pelayan di rumahnya juga begitu menyayangi Lintang karena sosok Kusha memiliki kerendahan hati, sopan santun, tidak sombong dan selalu baik kepada semua pelayan.
Namun 15 hari yang lalu, Lintang mengalami insiden yang cukup mengerikan.
Kusha secara tidak sengaja terperosok ke dalam sumur kering sedalam 10 meter hingga membuatnya terkapar dan harus dirawat oleh tabib katumenggungan.
Lintang terbaring tidak sadarkan diri selama 15 hari dan kabar tentang kecelakaan yang dialaminya tersebar secara cepat.
Bahkan kabar tersebut sampai terdengar ke tempat Balada membuat anak lelaki itu langsung bergegas pulang untuk memastikan keselamatan adiknya.
Balada tiba di rumah di malam sebelum Lintang terbangun, dia menjaga Kusha semalaman sampai pagi menjelang.
Setelah mentari terbit, Balada baru keluar dari kamar adiknya karena ingin membersihkan diri setelah melalui perjalanan jauh.
Tapi tanpa sengaja, pintu kamar Kusha terkunci dari dalam karena Balada menutupnya terlalu keras. Namun anak lelaki itu tidak menyadarinya.
Selepas mandi, Balada dipanggil oleh sang ibu untuk makan bersama. Dia juga diberi tugas untuk kembali memeriksa Lintang karena menurut keterangan tabib, Lintang akan bangun setelah 15 hari perawatan.
Dan benar saja, saat Balada tiba di depan pintu kamar, sayup-sayup terdengar suara tangisan Lintang pertanda bahwa adiknya memang sudah bangun.
Tapi ketika Balada akan masuk, dia mendapati pintu kamar terkunci mengira Lintang sengaja sedang menjahilinya.
Sehingga saat mendengar tangisan Kusha, Balada malah menggoda sang adik dengan memanggilnya bocah cengeng.
Dan benar saja, sesaat setelah Balada berteriak, dia mendengar Kusha tertawa membuat Balada semakin yakin bahwa Kusha sedang mengerjainya.
Namun yang membuat Balada heran adalah ketika mendapati Kusha berani memanggilnya bocah dan berpura-pura tidak mengenalinya.
Hal itu jelas sangat jauh dengan sikap adiknya dahulu. Tapi Balada tidak berpikir jauh.
Dia hanya mengira mungkin Kusha telah tumbuh dewasa dan sedang ingin bermain dengannya. Atau bisa saja Kusha marah karena Balada terlalu lama meninggalkan rumah.
Balada terus menjewer telinga Kusha, membawa anak kecil tersebut ke tempat ayah dan ibunya.
“Awww, ampun kak. Baiklah-baiklah aku minta maaf, tadi aku hanya bercanda,” lirih Lintang berpura-pura.
Dia sungguh tidak mampu melawan Balada karena tenaga fisik anak lelaki itu jauh lebih kuat dari pada dirinya.
Dahulu Lintang memang seorang pendekar maha sakti yang telah mencapai kanuragan tingkat alam rasa. Satu tingkat jauh di atas para dewa.
Namun pada kehidupan ini, Lintang hanyalah seorang anak kecil yang tidak berdaya.
Jangankan kanuragan, kemampuan fisik saja Lintang begitu sangat lemah, bahkan lebih lemah dari anak-anak seusianya.
Sehingga mau tidak mau Lintang terpaksa harus menuruti keinginan Balada dengan memanggilnya kakak.
""
Hai teman-teman, Novel Lintang pertama juga sudah rilis, silahkan dibaca dengan judul Legenda Tongkat Semesta.
Sang raja petapa Naga hanya mampu menggertakan taring-taringnya mendengar itu.Dia tidak bisa menyangkal pemahaman Lintang karena hal tersebut memang benar adanya.“Apa yang kau inginkan dariku?” sang raja petapa Naga mulai bertanya serius.“Satya-Gama,” ungkap Lintang, membuat sang raja petapa Naga tertawa terbahak bahak.“Manusia? Dengan inti energi tingkat Satya-Gama? Tidak mungkin! Hahahaha,” sang raja petapa Naga kembali tertawa menertawakan Lintang.“Tertawalah sepuas anda karena bagaimana pun, aku tidak akan pernah mundur dari niatku,” ungkap Lintang.“Hahaha, tidak ada yang lebih menggelitik dari pada apa yang kau inginkan manusia. Tapi baiklah, akan kuajarkan kau cara mencapai ranah tersebut. Namun berhasil atau tidak, itu tergantung kemampuanmu,” ujar sang raja Petapa Naga.“Terimakasih, guru!” Lintang langsung bersujud tiga kali memberi hormat, membuat sang raja petapa Naga langsung bangkit melebarkan mata.Dia tercengang tidak menduga, tidak percaya Lintang akan melakukan
“Ti-tiga?” Lintang benar-benar tidak mengerti karena disana, dia hanya berhadapan dengan satu penguasa naga.“Hmmm, salah satunya adalah aku. Dan dua yang lain telah tiada, namun yang paling penting dari mereka ada padamu,” ungkap sang raja petapa Naga.“A-aku sungguh tidak mengerti Panatua.”“Hahaha, sudah kuduga. Manusia memang mahluk terbodoh yang lambat untuk belajar,” sang raja petapa Naga tertawa.“A-anda tidak perlu menghina bangsaku, Panatua” ujar Lintang tidak setuju.“Selain bodoh, kalian juga ceroboh karena tidak menyadari dengan siapa kau berbicara,” ucap sang raja petapa Naga tidak peduli, membuat Lintang sedikit menggerutu kesal.“Inti energi yang ada pada tubuhmu merupakan inti energi milik kakakku. Sedangkan sifat welas asih yang ada pada hatimu berasal dari adikku. Kau adalah manusia terpilih yang mampu menampung dua kekuatan naga sekaligus. Karena beberapa orang sebelum dirimu, mereka selalu langsung tewas saat masih di dalam kandungan,” ungkap sang raja petapa Naga.
“Begitu rupanya, kami tidak masalah ayah,” pangeran Arundia mengerti.Namun raja Mulu tiba-tiba maju meminta Lintang agar menanyakan ke 8 raja alam Salaka yang dulu sempat terhempas bersamanya kesana.Mendengar itu, Lintang langsung mengangguk dan mulai bertanya.Akan tetapi jawaban para naga membuat raut wajah Lintang berubah muram dimana ke 8 raja tersebut ternyata telah tewas dimangsa.Lintang menggeleng sedih ke arah raja Mulu, membuat mata raja Mulu berkaca-kaca merasa tidak berguna.Namun bagaimana pun, dia tidak bisa menyalahkan para naga dimana sudah menjadi tabiat mereka memangsa siapa pun yang memasuki wilayahnya.Raja Mulu begitu amat dendam kepada musuh yang sudah melemparkannya ke sana. Dia masih ingat bagaimana rombongan raja dicampakan dan dibuang ke semesta luar melalui kekuatan sebuah pusaka.“Kipas Wasetu, kau akan menerima balasannya,” raja Mulu mengepalkan tangan.Sedangkan yang lain tidak berani ikut campur mengingat para naga begitu waspada.Naga adalah mahluk te
Alam petapa naga adalah alam yang amat panas, mahluk biasa akan langsung menjadi debu kala memasukinya.Di sana terdapat lautan lahar dan batuan-batuan hitam yang mengepulkan asap.Sungai magma mengalir di mana-mana, sedangkan cahaya mentari tak mampu menjangkaunya.Pertama kali menginjakan kaki di dunia para naga, pangeran Arundia dan yang lain langsung di sambut oleh banyak raungan yang mengerikan.Sementara hawa panas dari dasar daratan membuat tubuh mereka lemah.Bahkan energi api konta milik putri Shalya sekali pun tidak mampu menahan panasnya.Hanya mereka yang telah mencapai kanuragan tingkat Alam Petapa saja yang tidak terpengaruh.Sedangkan yang lain begitu kepayahan sampai-sampai mereka mengalami halusinasi seakan tengah dibakar.Beruntung energi es abadi milik Lintang dan energi perungu Raja Mulu mampu membendung rasa panas alam naga, membuat pangeran Arundia dan rombongan bisa bernapas lega.Setelah berhasil melindungi putra, putri, dan semua sahabatnya menggunakan energi
“Ka-kau ...?” raja Mulu mengerutkan keningnya.“A-ayah?” Pangeran Arundia, Jinggo dan Anjeli berteriak secara bersamaan.“Ka-ka—kanda?” putri Shalya menunduk bahagia.“Kwii, kwii!” Limo menggeleng mengumpati Lintang.“Ma-maha raja!”“Gu-guru!”“Tuan!”Samhu, Garu, dan Mayang menganga tidak mengerti.“Krrrrrr!” Raja Kancradaka menggaruk kepalanya.“Hahahaha, bedebah! Kau menipu kami sialan!” Maki Asgar dengan tawa gembira.“A-apa yang sebenarnya terjadi ayah?” pangeran Arundia berdiri tidak mampu membendung rasa penasarannya.“Setelah dari semesta naga, ayah berniat pergi menuju Alam Surgawi. Hanya mereka yang telah mencapai Jiwa Kesatria Fana-lah yang bisa memasukinya. Dan berkat bantuan dari mahluk Qon, jiwa kalian akhirnya berhasil mendapatkan peningkatan,” ungkap Lintang.“Ma-mahluk Qon, ja-jadi ayah sudah me-mengenal mereka?” pangeran Arundia benar-benar terkejut karena tidak mampu menebak arah pikiran Lintang.“Hahaha, benar!” Lintang tertawa terbahak-bahak.Sebetulnya jika saja
Wush! BUMMMMM!Ledakan maha dahsyat menggema memekakan telinga, membuat salah satu mahluk Qon mundur mendapat luka yang cukup parah.“Ayo kita juga!” seru pangeran Arundia.Mendengar itu, Anjeli, Limo, Mayang dan yang lain serentak maju secara bersamaan.Sedangkan raja Mulu sudah bertarung jauh sebelum Samhu. Dia menghadapi ribuan mahluk Qon seorang diri.Wush! Trang! Trang! Sring! BUMMM!Pertempuran berlangsung semakin sengit.Putri Shalya dengan wujud tengkorak api mampu memojokan beberapa mahluk Qon.Sehingga dalam sesaat, rombongan pangeran Arundia mampu bertarung imbang.Namun setelah beberapa waktu berlalu, energi mereka mulai terkikis, dan wujud tiwikramanya perlahan habis.Dari sana mulailah terjadi pemandangan yang sangat menyedihkan.Asgar terkapar dengan tubuh terpotong menjadi beberapa bagian.Limo terus-terusan muntah darah dan di dadanya terdapat lubang lebar bekas patukan paruh mahluk Qon.Putri Shalya tergeletak mengambang di kegelapan, dia terpotong menjadi dua. Namun







