Home / Fantasi / Legenda Sang Genius Immortal / 07. Menunggu Sambaran Petir

Share

07. Menunggu Sambaran Petir

Author: Bebby
last update Last Updated: 2025-04-14 04:45:02

Langit di atas kediaman Keluarga Shin menghitam, menggantung berat seperti pertanda kutukan yang hendak turun. Awan bergulung-gulung seperti naga kelabu, dan rintik hujan mulai menari di udara, menciptakan irama lembut yang menghantam genting tua menara tua keluarga. Udara terasa lembap dan bergetar oleh energi yang belum meledak—seperti napas yang ditahan semesta.

Di puncak menara itu, Shin Tian berdiri sendiri, tubuhnya kaku, jantungnya berdebar seolah ingin memberontak keluar dari dadanya. Nafasnya berat, mengembuskan uap tipis yang menyatu dengan hawa dingin. Di depannya, sebuah mesin aneh berbentuk silinder perunggu berdiri diam, kabel-kabel berserakan bagai akar tanaman yang mencari tanah. Ia mendongak, menatap langit dengan mata penuh harap.

"Hanya tinggal menunggu petir menyambar," gumamnya, nyaris seperti doa yang ditelan angin. Wajahnya basah—entah karena hujan atau keringat—namun matanya bersinar dengan tekad yang tak bisa dipadamkan.

Jika petir itu datang, jika rencananya berhasil, maka bukan hanya mesin waktunya yang akan hidup kembali. Harga dirinya, yang telah dihancurkan berkali-kali oleh hinaan dan pengabaian, akan menyala sekali lagi. Ia akan membuktikan pada dunia—dan terutama pada keluarganya—bahwa ia bukan sekadar "sampah" yang tak bisa berkultivasi. Ia adalah Shin Tian, si jenius yang berani menantang hukum waktu.

Namun, sebelum langit menyahut dengan kilatnya, suara langkah tergesa memecah keheningan malam. Suara itu menggema di tangga batu menara seperti pertanda buruk. Shin Tian menoleh cepat.

"Aku kira siapa yang nekat memasuki bangunan suci ini..." Suara kasar itu disertai langkah kaki yang makin dekat. Seorang pemuda bertubuh kekar muncul dari balik bayangan, senyum sinis mengoyak bibirnya. "Ternyata hanya kau, Shin Tian si pecundang."

Tawa mengejek menyusul dari belakangnya. Beberapa pemuda lain dari Keluarga Shin menyusul naik, mengepung Shin Tian seperti kawanan serigala mengendus mangsanya.

Ekspresi mereka jelas—mata merendahkan, senyum meremehkan. Mereka menatapnya seolah ia adalah noda di atas lukisan leluhur mereka, sesuatu yang seharusnya disembunyikan, atau lebih baik, dihapus.

"Apa yang kau lakukan di sini?" hardik salah satu dari mereka, matanya menajam melihat tombak logam yang menjulang dari puncak menara, terhubung langsung ke mesin. "Kau ingin membunuh kami semua dengan alat gila ini?"

Shin Tian menarik napas dalam. Ia ingin berteriak. Ingin menjelaskan. Tapi suaranya keluar pelan, nyaris tenggelam oleh guntur yang bergemuruh di kejauhan. "Kasih aku sedikit waktu, Kak... Aku hanya ingin membuktikan... kalau aku masih berguna bagi Keluarga Besar Shin."

Seketika, gelak tawa meledak. "Berguna? Kau?" Seorang pemuda melangkah maju dengan tatapan mengejek. Ia mengangkat kakinya—dan menendang mesin waktu itu.

BRANGG!

Mesin itu terguling, menghantam lantai batu dan memercikkan percikan api. Bunyi logam yang berderak seperti jeritan harapan yang hancur. Shin Tian terlonjak, matanya membelalak saat melihat satu tabung utama penyok.

"Jangan berkhayal terlalu tinggi, Tian," ujar pemuda itu dingin, menatapnya dari atas. "Ini zaman kultivasi, bukan zaman mainan teknologi murahan."

Shin Tian mengepalkan tangannya. Kuku-kukunya menancap di telapak tangan, tapi ia tidak peduli. Amarah mendidih di dadanya, panas seperti bara, tapi ia menahan. Ia tahu—kata-kata tidak cukup untuk menjawab mereka.

Ia hanya butuh satu hal.

Petir.

Rintik hujan mulai turun perlahan, membasahi tanah keras dan rumput liar yang tumbuh liar di pojokan halaman. Di bawah remang cahaya lentera yang temaram, seorang pemuda berdiri dengan tubuh gemetar. Rambutnya basah, menempel di wajahnya yang pucat. Bajunya lusuh, penuh bercak lumpur dan sobekan di sana-sini.

Mata itu... mata Shin Tian yang dulu bersinar penuh semangat kini tampak meredup, memancarkan lelah dan ketidakberdayaan.

"Aku mohon, Kak..." suaranya serak dan lirih, lebih mirip rintihan daripada permintaan. Tapi tak ada belas kasih di hadapan wajah-wajah itu.

Ia adalah putra dari pemimpin Keluarga Shin. Seharusnya, darah mulia mengalir di dalam dirinya. Tapi sejak dantiannya rusak, segalanya berubah. Statusnya menguap, harga dirinya diinjak-injak. Kini, ia tak lebih dari bayangan masa lalu—sampah yang tak layak disapa.

Tawa merendahkan menggema dari kerumunan pemuda yang mengelilinginya. Salah satunya, bertubuh tinggi besar dengan wajah bengis, maju dengan langkah penuh keyakinan.

"Sampah sepertimu... harus diajari batasan," katanya datar—dan tanpa aba-aba, tinju keras melesat ke arah perut Shin Tian.

BUGH!

Tubuh Shin Tian terhuyung ke belakang. Perih menyengat langsung menyebar dari perut ke seluruh tubuhnya. Lututnya hampir ambruk, dan rasa logam menyentuh lidahnya—ia hampir muntah. Tangan kirinya memegang perut, sementara tangan kanannya mencengkeram udara, seolah berusaha meraih sesuatu yang tak ada.

Namun ia tidak jatuh.

Di tengah rasa sakit, di balik hujan yang kini deras, Shin Tian menatap ke depan. Tatapan itu—meski lemah—masih menyimpan sisa-sisa api kecil yang belum padam.

Petir akan datang. Dan saat itu tiba...

Dunia akan tahu siapa dirinya sebenarnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Legenda Sang Genius Immortal   56. Pulang

    Udara dingin musim semi menyusup ke pori-pori Shin Tian ketika kesadarannya kembali perlahan. Helaan napas pertamanya terasa seperti menarik dunia baru—meski ia tahu, ini dunia lamanya. Aroma tanah basah bercampur serpihan wangi bambu dan sisa hujan menari memasuki hidungnya. Embun tipis menempel di rambut dan alisnya, seakan alam sendiri sedang memeriksa apakah ia benar-benar kembali, atau hanya bayang-bayang yang tersesat di antara lipatan waktu.Ia berbaring di atas lantai batu yang dinginnya membekukan tulang. Saat pandangannya mengarah ke atas, bentuk raksasa menjulang menutup langit... menara tua yang tubuhnya diselimuti lumut, dan di puncaknya tergantung sebuah lonceng perunggu raksasa, diam tetapi sekaligus mengancam.Sebelum kesadarannya benar-benar kembali, terdengar...DONG! DONG! DONG!Suara lonceng itu menggema di seluruh dadanya seperti palu yang memaku jiwanya kembali ke dunia nyata. Detak waktu meneguhkan keberadaannya.Mata Shin Tian terbelalak. Bibirnya bergetar.

  • Legenda Sang Genius Immortal   55. Kembali ke Zaman Kuno

    Dimensi Arkheion – Dunia Di Antara Waktu.Shin Tian membuka matanya. Ia berdiri di atas permukaan kristal yang memantulkan bintang-bintang di bawah kakinya. Di sekelilingnya, ribuan jam melayang di udara, berdetak dengan ritme berbeda. Setiap detak menciptakan gelombang waktu yang melengkung di sekitar tubuhnya.“Jadi ini… Arkheion,” bisiknya.Dari kejauhan, cahaya putih muncul—seorang wanita berjubah panjang hitam berjalan perlahan, rambutnya hitam, mata birunya jernih seperti cermin. Shin Tian terdiam. Ia mengenali wajah itu dari mimpi, dari kenangan samar yang tersisa di dalam darahnya.“Shin Ling…”Sosok itu tersenyum. “Kau akhirnya datang, Tian.” Suaranya lembut, namun bergema di setiap arah, seolah berbicara langsung ke masa lalu dan masa depan sekaligus. “Aku menunggumu selama delapan abad.”Shin Tian maju satu langkah. “Kau membuka eksperimen ini demi mencegah kehancuran. Tapi yang terjadi justru menciptakan Hydra Concord dan dunia bayangan.”Shin Lin menunduk. “Aku tahu. Kesa

  • Legenda Sang Genius Immortal   54. Pusaran Waktu

    Hujan turun deras di atas Shanghai, menampar kaca-kaca gedung ShinCorp dengan ritme kacau seperti detak jantung dunia yang panik. Di tengah gemuruh petir dan kilatan lampu kota yang tak pernah tidur, dua sosok melangkah keluar dari pintu rahasia di bawah tanah—Abigail dan Shin Tian.Helikopter taktis dengan rotor siluman menunggu di puncak menara sebelah. Mereka bergerak cepat, menembus badai, menyembunyikan diri di bawah frekuensi radar Hydra Concord. Abigail duduk di kursi belakang, jari-jarinya menekan earpiece kecil di telinga.“Semua sistem pelacak di ShinCorp telah dibersihkan. Tapi mereka akan menemukan jejak elektromagnetik Mesin Tempus dalam waktu kurang dari dua jam.”“Cukup waktu untuk kabur dari Shanghai,” sahut Shin Tian datar, menatap keluar jendela ke arah samudra yang gelap.Ia diam sejenak, lalu berbisik rendah, “Arkheion… kau tahu di mana tepatnya?”Abigail menatapnya dengan mata tajam. “Bukan sekadar tahu. Aku pernah melihat peta fragmennya dalam mimpi—atau mungkin…

  • Legenda Sang Genius Immortal   53. Resonansi Roh Darah

    Suara alarm masih meraung, memenuhi ruang bawah tanah ShinCorp dengan cahaya merah berdenyut. Mesin Tempus di tengah ruangan berputar semakin cepat, seolah merespons ancaman yang bahkan belum terlihat oleh mata telanjang.Abigail berdiri tegang di samping panel kendali, jemarinya bergerak cepat di atas permukaan holo, mencoba menstabilkan medan waktu. Shin Tian, dengan tatapan tajam, berjalan perlahan mengitari silinder energi itu, merasakan arus qi yang saling bertabrakan seperti dua sungai liar.“Apa yang kau lakukan?” Shin Tian menatap Abigail dengan nada waspada.“Mesin ini… bereaksi padamu,” jawab Abigail tanpa mengalihkan pandangan dari layar. “Saat kau mendekat, frekuensinya melonjak dan memicu temporal breach—celah waktu. Itu artinya darah kita memiliki keterkaitan.”Shin Tian menatap kristal ungu Chrono Essence yang berputar di pusat mesin, lalu kembali pada Abigail. “Bukan hanya keterkaitan. Darahmu… beresonansi dengan garis keturunan Shin Lin. Itu berarti—”“Aku adalah rein

  • Legenda Sang Genius Immortal   52. Mesin Waktu ShinCorp

    Langit di atas Kota Shanghai saat itu berwarna kelabu—awan-awan menggantung berat seakan menekan puncak-puncak gedung pencakar langit yang diselimuti kabut elektronik. Di dalam ruang rapat eksklusif lantai 99 gedung pusat ShinCorp, sebuah pertemuan rahasia tengah berlangsung.Lantai kaca transparan memantulkan siluet lima orang berpakaian formal, duduk melingkar di depan layar melayang. Di tengah layar, wajah Shin Tian membeku dalam potret digital yang baru saja diambil dari kamera keamanan apartemen Abigail. Data biometrik dan sinyal qi anomali tertulis di sampingnya.Seorang pria tua dengan rambut putih keperakan menyipitkan mata. “Energinya… bukan dari dunia ini. Resonansi spiritualnya identik dengan pola-pola kuno dalam Kitab Darah Shin.”“Dan ia mengklaim sebagai sahabat Shin Lin,” ujar seorang wanita dengan suara dingin, mengenakan seragam militer bertuliskan ‘Divisi X : Dimensional Time Warfare’.“Ini bukan sekadar klaim,” jawab yang lain, “data DNA-nya cocok dengan garis darah

  • Legenda Sang Genius Immortal   51. Bersama Abigail

    Mobil Porsche berwarna silver itu meluncur pelan menembus malam kota yang basah oleh gerimis. Lampu-lampu jalan memantul di kaca jendela, menciptakan garis-garis cahaya yang seperti menggores waktu. Di dalam mobil, suasana terasa hening namun tegang.Abigail sesekali melirik ke pria aneh yang duduk di sampingnya. Jubah koyaknya kini dibalut mantel tebal yang ia berikan, tapi tatapan matanya… tatapan itu seperti milik orang yang telah melihat dunia terbakar dan bangkit dari abu.“Kau yakin tak perlu ke rumah sakit?” tanya Abigail dengan nada ragu.“Aku tidak terluka. Hanya… terguncang,” jawab Shin Tian pelan, suaranya dalam dan tenang. “Dunia ini… berbeda dari yang aku kenal. Tapi kau… dan nama yang kau bawa… itu menarik perhatianku.”Abigail mengernyit. “Kau masih belum menjelaskan apa maksudmu dengan ‘datang dari masa Shin Lin’. Kau bicara seolah itu bukan sejarah.”Shin Tian menoleh ke jendela, menatap gedung-gedung tinggi yang seolah menusuk langit.“Karena bagiku… itu bukan sejara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status