"Aku bukan satu-satunya dokter di dunia ini. Bukankah selama ini Rumah Sakit kalian tetap bisa beroperasi walau tanpa aku?"Menyingkirlah! Kau mengacaukan agenda pentingku."Ramos berjuang untuk dapat menekuk pinggangnya. Keringatnya bercucuran menahan sakit saat ia memaksakan diri untuk bersujud di hadapan Karel."Tolong, Tuan ... hanya Anda yang dapat menyelamatkan hidup saya, dan juga Rumah Sakit kami. Jika Anda membatalkan kerja sama, reputasi Rumah Sakit kami akan makin terpuruk."Ramos merengek tanpa rasa malu. Urat malunya telah putus setelah ia tafakur merenungi perubahan perilaku ayahnya.Biasanya ayahnya hanya menegur secara halus setiap kali ia melakukan kesalahan. Lelaki paruh baya itu juga tak pernah keberatan untuk membereskan segala kekacauan yang ia timbulkan.Namun, reaksi yang berbeda ditunjukkan ayahnya saat ia menerima pengaduan tentang Karel.Lelaki penyabar itu murka, bahkan ia tidak berpikir dua kali untuk mencabut semua fasilitas untuk dirinya.Tangan Ramos ber
"T–Tuan, a–aku akan menuruti semua keinginan Anda!"Akhirnya rangkaian kata itu meluncur juga dari ujung lidah Ramos yang terasa kelu.Karel tersenyum tipis dari balik maskernya. Ia membuka dompet, lalu mengeluarkan sehelai kartu nama."Pergilah ke panti asuhan ini! Katakan bahwa kau datang atas perintah dariku!""B–baik, Tuan!" Ramos menerima kartu nama pemberian Karel dengan tangan gemetar. "Terima kasih!"Selanjutnya, ia menyingkir dari jalan. Membiarkan mobil yang akan membawa Karel pergi dengan damai.Kevin membelokkan mobil memasuki pintu gerbang sebuah Rumah Sakit, tempat di mana Allen dirawat.Ada begitu banyak tanya menggelayuti benaknya, tetapi ia tak berani mengemukakannya.Lebih baik ia mengikut saja ke mana ayunan langkah kaki Karel akan membawanya. Pasti nanti ia akan menemukan jawabannya.Tok! Tok!Karel mengetuk pintu kamar ruang perawatan Allen, lalu mendorong daunnya pelan tanpa menunggu sahutan dari dalam."Bagaimana kabar Anda malam ini, Pak?" sapa Karel, mendatangi
Uhuk!Allen terbatuk mendengar pertanyaan beruntun dari Karel. Ia memperbaiki posisi duduknya sembari memikirkan kata-kata yang tepat untuk memuaskan rasa ingin tahu Karel."Aku juga tidak tahu persis apakah orang-orang itu juga merupakan kaki tangan Tuan De Groot atau bukan."Yang aku tahu, mereka itu komplotan preman. Tukang palak para pedagang kecil, berkedok sebagai biaya jaminan keamanan, tapi justru mereka sendiri yang sering berbuat kekacauan.""Kenapa tidak dilaporkan ke polisi? Pertama kali aku menginjakkan kaki di sini, kulihat ada aparat polisi yang berpatroli.""Percuma saja. Para polisi berpangkat rendah itu tidak akan dapat berbuat apa-apa. Mungkin mereka akan digiring ke kantor polisi, tapi satu jam kemudian mereka bebas lagi."Tak perlu penjelasan panjang lebar. Karel mafhum dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa orang-orang yang berkecimpung di dunia bawah sering kali memiliki dukungan yang kuat di belakang mereka."Oh ya, aku sempat me
"Akan kukatakan kalau kau berjanji untuk menyanggupinya."Elina berkeringat dingin. Jemarinya refleks saling remas.Karel mengamati bahasa tubuh Elina dengan teliti, dan ia semakin yakin bahwa gadis itu sedikit bermasalah dengan kepribadiannya.Jika hal seperti itu terus berlanjut, ia akan menjadi korban perundungan dengan sangat mudah. Lebih parahnya lagi, perkembangan kariernya bisa terhambat."Pak Allen, berapa usia putrimu? Kenapa dia tidak berani mengemukakan pendapat? Apa Anda sering menindasnya?""T–tidak! A–Ayah saya s–sangat baik," sanggah Elina, tak rela ayahnya merasa terpojok oleh pertanyaan Karel.Allen sangat mengenal putrinya. Ia juga memiliki kekhawatiran yang sama dengan Karel."Elina memang agak pemalu, tapi dia belum pernah terlihat segugup ini," timpal Allen, menatap prihatin pada sang putri.Karel mengangguk ringan. "Jadi, bagaimana? Kau bersedia menyanggupi persyaratan yang akan kuajukan, Elina?"Elina menarik napas panjang seraya mengerling pada ayahnya sesaat,
"A–Ayah ... aku ... a–aku—""Sudahlah, Elina!" potong Allen. "Aku ayahmu. Aku sangat mengenal dirimu. Sebelum perasaanmu tumbuh subur dan semakin liar, lupakan dia!"Nasib baik dia mau membantu mencarikan pekerjaan untukmu. Jangan pernah mengharapkan sesuatu, lebih dari apa yang pantas untuk kau dapatkan! Hal itu hanya akan membuat hatimu kecewa dan terluka."Mata Elina merngerjap cepat. Ia tak percaya ayahnya akan menelanjangi isi hatinya secara terbuka.Dia bahkan belum sempat berjuang untuk mengejar cintanya, tapi ayahnya telah memasang tembok tinggi dan menolak untuk merestui dirinya.Hatsyim!Berjalan menyusuri koridor Rumah Sakit sepi, Karel menggosok hidungnya yang disapu bersin. Perasaannya mendadak tidak enak. Ia menoleh ke segala arah.'Kok aku merasa ada orang yang mengawasiku? Atau seseorang sedang membicarakan aku?'Ia membatin seraya mengusap tengkuknya yang terasa dingin. Diam-diam ia menyelinap ke balik tembok di persimpangan koridor.Sebelah tangannya menjulurkan kame
"Apa istimewanya nama Red Scorpion, hingga aku harus tunduk? Itu hanya sejenis kalajengking beracun, yang bahkan di tanah ini pun seharusnya tidak pernah ada."Kalaupun ada, pastilah hasil selundupan dari kawasan seputar India sana. Tidak ada yang patut dibanggakan dari barang ilegal."Cemooh bernada datar, yang mengudara dari bibir Karel, terdengar lebih menusuk hati daripada kemarahan yang meluap-luap.Lelaki berewok itu mengeritkan gigi. Bertahun-tahun malang melintang menjelajahi dunia bawah yang berkedok tim keamanan, tidak ada seorang pun yang berani merendahkan nama besarnya."Bedebah! Kau terlalu angkuh! Apa kau lupa? Masih ada langit di atas langit. Bersiaplah untuk menerima keruntuhanmu! Hiyaaa!"Si berewok tidak mengerahkan anak buahnya untuk menyerang Karel. Dia sendiri yang memberi contoh, dan anak buahnya melakukan hal yang sama, tanpa perlu diperintah.Begitulah seharusnya seorang pemimpin sejati. Selalu berada di garda depan untuk memberi teladan. Bukan hanya mengacung
"Berhentilah memungut biaya retribusi ilegal dari para pedagang kecil!" tegas Karel dengan nada penuh penekanan."Apa?! I–itu ... uang jaminan keamanan.""Benarkah? Bukankah selama ini justru kalian sendiri yang membuat kekacauan? Lalu, jaminan keamanan seperti apa yang kalian janjikan?"Glek!Pimpinan komplotan Red Scorpion meneguk ludah. Ia tak berkutik. Komplotannya memang menjanjikan jaminan keamanan bagi para pedagang kecil yang taat membayar iuran wajib kepada mereka.Masalahnya, dia juga tak membatasi anggota organisasinya untuk melakukan tindak kekerasan bila ada orang yang menyewa jasa mereka.Mereka hanya melindungi para pedagang itu dari gangguan orang luar yang ingin menginvansi wilayah mereka."K–kami tidak bisa hanya menggantungkan hidup dari uang yang disetorkan oleh para pedagang," ujar lelaki itu membela diri."Oooh, jadi kalian rela menindas mereka demi menuruti manusia-manusia serakah? Manusia yang tidak memikirkan bagaimana masyarakat kelas bawah dapat melanjutkan
"Akhirnya ... thanks, God!" Kevin mengembuskan napas lega kala melihat kemunculan Karel dari gedung tua. "Semua aman terkendali, kan?""Aku tidak akan mati sebelum misiku selesai," sahut Karel, langsung membuka pintu mobil. "Ayo! Mau menemani mereka?""Aish! Sembarangan!" Cepat-cepat Kevin berjalan mengitari bagian depan mobil begitu melihat sekumpulan bayangan hitam bergerak keluar dari gedung yang terbengkalai itu."Ada apa?" tanya Kevin dengan kening berkerut saat dilihatnya Karel tak kunjung masuk ke mobil.Sahabatnya itu justru sibuk tolah-toleh ke segala arah, padahal sebelumnya, Karel-lah yang ingin bergegas pergi dari tempat itu.Mata tajam Karel mendarat di beberapa titik, tetapi yang ditemukannya hanya kegelapan.Karel mengedikkan bahu. "Bukan apa-apa! Mungkin hanya perasaanku saja."Karel masuk ke mobil setelah sekali lagi melempar pandang, menembus kegelapan lengang."Informasi darimu sangat berguna," ujar Karel, melirik Kevin melalui kaca spion."Hooo ... jelas! Keviin ..