Home / Rumah Tangga / Lelaki Plus-Plus / Bab 2 : Kerja Keras Bagai Kuda

Share

Bab 2 : Kerja Keras Bagai Kuda

Author: Ichageul
last update Last Updated: 2025-10-20 15:49:46

“Kamu tidak perlu tahu apa paketnya, yang penting bayarannya besar. Kalau sehari kamu bisa antar empat paket, kamu akan dapat dua juta. Gimana? Tertarik?”

Sejenak Kalandra berpikir. Hanya mengantar empat paket, dia mendapat bayaran besar. Tidak butuh otak pintar baginya untuk menebak apa isi paket tersebut.

“Kalau kamu bersedia, kamu bisa mengambil jatah ku hari ini. Besok aku akan mencoba mencari slot untuk mu. Gimana?”

Ada keraguan dalam benak Kalandra. Uang yang ditawarkan sepadan dengan resiko yang ditanggung. Namun saat ini dirinya juga dalam keadaan terdesak.

“Tapi aman kan?”

“Aman. Kita mengantarkan ke alamat pemesannya langsung. Bentuknya juga seperti paket biasa, jadi ngga akan ada yang curiga.”

“Oke, aku mau.”

Walau resikonya sangat besar, namun akhirnya Kalandra memutuskan untuk mengambil pekerjaan tersebut. Jumlah bayarannya yang menjadi bahan pertimbangan.

“Kirim paketnya mulai dari siang, satu-satu. Kamu narik aja dulu. Nanti aku kabarin kalau paketnya sudah siap.”

“Oke, thanks Bang.”

Kalandra menepuk pelan pundak temannya ini. Sambil membawa gelas kopi, keduanya kembali pada rekan-rekannya.

“Ndra, kita tahu kalau ini ngga seberapa. Tapi tolong diterima ya. Kita cuma bisa bantu segini. Lumayan bisa dipakai buat beli obat Nabil.”

Chandra menyerahkan amplop putih yang sudah lusuh pada KalanNdra. Saat pria itu membeli kopi, Chandra meminta sumbangan pada rekan-rekannya untuk pengobatan Nabila.

“Eh, apa ini, Kang? Ngga usah. In Syaa Allah buat obat Nabil masih ada.”

“Terima aja, Ndra. Lumayan buat tambah-tambah,” timpal Dedi.

“Eh aku belum nyumbang,” celetuk Heri. Pria itu mengambil selembar lima puluh ribuan dari dompetnya lalu memasukkan ke dalam amplop tersebut.

“Ambil, Ndra.”

Ragu-ragu Kalandra menerima amplop berisikan uang patungan rekan ojolnya. Keharuan menyentak batinnya. Kalandra tahu pendapatan mereka tidak seberapa, tapi mereka masih mau menyisihkan sebagian penghasilan untuk membantunya.

“Terima kasih, ya. Semoga rejeki kalian semua ditambah sama Allah.”

“Aamiin yang kencang,” jawab Chandra disertai yang lain.

“Aku pergi dulu ya, ada pesanan masuk.”

Kalandra segera menuju motornya ketika pesanan penumpang masuk ke aplikasinya. Setelah mengenakan helmnya, dia segera meluncur ke lokasi penjemputan.

***

Baru dua jam mengojek, tapi dia sudah mendapatkan empat orang penumpang. Bahkan semua penumpang yang diantarkan memberikan tips cukup besar untuknya.

Kalandra menghentikan motornya ketika ponsel yang tersimpan di bagian depan motornya bergetar. Mata KalanNdra melirik ke layar ponsel. Nampak nama suherman tertera di sana. Langsung saja pria itu menepikan kendaraannya.

“Halo.”

“Ndra, masih narik ngga?”

“Baru beres nurunin penumpang. Kenapa Kang?”

“Bisa bantuin aku pindahan? Ini ada customer pindahan.”

“Bisa, Kang. Kirim aja alamatnya.”

Tak berselang lama, alamat yang dikirimkan Suherman masuk. Lebih dulu Kalandra mematikan aplikasi di ponselnya, agar tidak ada pesanan yang masuk. Pria itu memacu kendaraannya lebih cepat menuju tujuan.

Sesampainya di tujuan, tanpa banyak bicara Kalandra langsung membantu Suherman yang tengah memindahkan barang-barang ke dalam truk dibantu dua orang lainnya. Dia memang sering dipanggil Suherman saat mendapat proyek pindah rumah.

“Pindahnya kemana, Kang?”

“Dekat kok, cuma beda RW aja.”

Sebuah lemari kecil dinaikan ke atas truk dan itu adalah barang terakhir. Suherman menepuk bodi truk, dan tak lama kemudian kendaraan besar itu mulai bergerak maju. Suherman menumpang di motor Kalandra , mengikuti dari belakang.

Hanya sepuluh menit saja, mereka sudah sampai ke tujuan. Kembali keempat orang itu menurunkan barang dan menatanya ke dalam rumah. Hampir dua jam lamanya mereka berjibaku memindahkan barang. Dan sekarang mereka tengah menikmati minuman dingin yang disuguhkan sang empu rumah.

Suherman menghitung jumlah uang yang didapatnya. Diambilnya dua lembar seratus ribuan, kemudian memberikan pada KalanNdra.

“Makasih, Kang.”

“Ngga banyak, Ndra. Soalnya yang pindah tetangga. Jadi tarifnya harga tetangga.”

“Ngga apa-apa, Kang. Segini juga udah Alhamdulillah.”

“Aku salut sama kamu, Ndra. Usia kamu masih muda, kamu juga sarjana, tapi kamu ngga gengsi kerja apa aja buat anak istri kamu.”

“Kalau gengsi, anak sama istri ngga akan makan, Bang. Apalagi Nabil butuh biaya pengobatan. Aku ngga bisa pilih-pilih pekerjaan.”

“Tapi kamu tetap harus istirahat cukup. Kalau kamu sakit, malah repot jadinya.”

“Iya, Kang.”

Perbincangan keduanya terinterupsi ketika mendengar dentingan ponselnya. Nampak nama Heri yang mengirimkan pesan. Pria itu mengiirmkan alamat kemana Kalandra harus pergi.

“Kang, aku pergi dulu.”

“Oke. Makasih ya, Ndra.”

Kalandra membunyikan klakson seraya menjalankan kendaraannya. Jarak yang harus ditempuh oleh pria itu untuk sampai ke tempat tujuan cukup jauh. Empat puluh menit kemudian akhirnya Kalandra sampai di tujuan. Nampak Heri sedang menunggunya.

“Sorry lama. Tadi habis bantu yang pindahan dulu.”

“Santai aja. Nih dua paket dulu.”

Heri memberikan dua buah paket berukuran kecil. Kalandra segera memasukkan dua dus kecil tersebut ke saku jaketnya. Kalandra sudah mengganti jaket hijaunya dengan jaket hitam.

“Antar yang mana dulu?”

“Bebas, asal jangan terlalu lama.”

“Oke.”

Kalandra langsung menjalankan kendaraannya. Dia tidak boleh terlambat mengirimkan paket. Pria itu tidak mau Heri terkena teguran karena dirinya.

Kalandra menurunkan kecepatannya ketika melihat banyak kendaraan roda dua menepi. Jantungnya langsung berdegup kencang ketika melihat beberapa petugas Polisi tengah melakukan razia.

Walau Heri tidak mengatakannya, namun Kalandra tahu paket apa yang tengah dibawanya. Kalau dirinya sampai terkena razia dan barang itu diketahui Polisi, maka dirinya akan berada dalam bahaya.

Sambil terus berdoa dalam hati, Kalandra terus melajukan kendaraan roda duanya. Seorang Polisi menggerakkan tangannya, meminta Kalandra untuk terus maju. Pria itu menghembuskan nafas lega berhasil lolos dari razia. Dia menambah kecepatan motor agar cepat sampai di tujuan.

Tempat pertama yang dikunjunginya adalah sebuah gedung apartemen. Pemesan barang haram tersebut rupanya tinggal di sebuah apartemen mewah. Setelah memarkirkan motornya, Kalandra segera menuju resepsionis. Dia perlu kartu akses untuk sampai ke lantai 15.

Dibantu sang resepsionis, pria itu memasuki sebuah lift. Perlahan kotak besi tersebut bergerak naik. Sesampainya di lantai lima belas, Kalandra bergegas keluar. Keadaan di koridor lantai 15 nampak sepi. Dengan langkah panjang pria itu segera menuju unit 1512.

Tak lama setelah dirinya memijit bel, pintu terbuka. Dari dalamnya muncul seorang pria dengan rambut sedikit acak-acakkan, wajahnya sayu dan matanya kemerahan. Melihat orang yang menyambutnya, Kalandra semakin yakin kalau barang yang dikirimkan olehnya adalah nark*ba.

“Paket untuk Regi.”

“Ya.”

Kalandra memberikan salah satu paket pada Regi. Selesai mengantarkan paket pertama, Kalandra melanjutkan perjalanan menuju lokasi kedua. Kali ini dia akan mengantarkan paket ke sebuah hotel.

Kini Kalandra sudah berada di kamar 0809. Dipijitnya bel yang ada di samping pintu. Cukup lama Kalandra menunggu, namun pintu tak kunjung terbuka. Lagi dia memijit bel, memanggil penghuni kamar untuk cepat membuka pintu.

Ketika Kalandra hendak memijit bel untuk ketiga kalinya, akhirnya pintu terbuka. Dari dalam kamar muncul seorang wanita mengenakan lingeri tipis yang sedikit mengekspos bagian dadanya. Sontak Kalandra langsung memalingkan wajahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Lelaki Plus-Plus   Bab 6 : Ketahuan

    “Papa.” Suara si kecil Nabila langsung terdengar ketika Kalandra memasuki ruang rawat inap di mana anaknya berada. Ruang kelas dua ini dihuni oleh empat pasien dan semua bed sudah terisi. Kalandra mendekati ranjang putrinya kemudian mendudukkan diri di samping ranjang. Sebelumnya dia mencium dulu kening anaknya. “Mama mana, sayang?” Hanya gelengan kepala yang diberikan Nabila. Kalandra meraih tangan kecil putrinya. Hatinya miris melihat jarum suntik yang menancap di kedua lengan anaknya. Satu jarum infusan dan satu lag jarum trasfusi darah. Diraihnya tangan Nabila kemudian mengecup punggung tangannya. “Pa, kapan Nabil pulang?” “Nanti kalau Nabil sudah sembuh. Nabil yang sabar ya.” “Nabil kangen sama Puput.” Puput adalah teman main Nabila. Rumahnya hanya berjarak tiga rumah saja dari kediaman Kalandra. Hampir setiap hari Puput juga menanyakan tentang Nabila. “Puput juga kangen sama Nabil. Kalau keadaan Nabil sudah sehat, Nabil bisa pulang dan bermain dengan Puput lagi.” Sebuah

  • Lelaki Plus-Plus   Bab 5 : Menuntaskan Hasrat

    Di halaman belakang rumah mewah dan megah ini, nampak beberapa orang berkumpul bersama. Rupanya Chiko tengah mengadakan pesta di kediamannya. Kembali Kalandra dibuat tak nyaman melihat orang-orang yang hanya mengenakan pakaian minim. Para wanita mengenakan bikini, sementara para pria mengenakan segitiga pengaman saja. Untuk sesaat Kalandra hanya bertahan di tempatnya. Dia tidak tauhu bagaimana rupa Chiko. Orang-orang yang ada di halaman belakang sibuk dengan urusannya masing-masing. Mata Kalandra mencari orang yang bisa ditanya olehnya. Pria itu segera menyingkir ketika dua orang yang tak jauh darinya tengah asik beradu bibir. Bunyi decapan mereka bahkan sampai terdengar ke telinganya. Beruntung ada seorang pelayan melintas di depannya. “Maaf, kalau Pak Chiko di mana?” Pelayan pria itu mengedarkan pandangannya sejenak. Kemudian tangannya menunjuk sebuah kursi santai di mana terdapat sepasang pria dan wanita tengah bercumbu. Kalandra menarik nafas panjang sebelum mendekati kur

  • Lelaki Plus-Plus   Bab 4 : Panas Dingin

    GUK! GUK! GUK! Kalandra meloncat ke belakang ketika seekor anjing yang menyambut kedatangannya. Tak lama kemudian seorang pria mengenakan pakaian security bergegas mendekat. “Cari siapa, Mas?” tanyanya dari balik pagar. “Mau antar paket buat Bu Dini, Pak.” “Masuk aja, Mas.” Pria itu segera membukakan pintu gerbang. “Motor saya aman di taruh di sana, Pak?” “Aman. Cepat masuk.” Kalandra berjalan cepat melintasi pekarangan rumah yang lumayan luas. Anjing yang tadi menyambutnya sudah dibawa kembali ke kandangnya. Sesampainya di depan pintu rumah, seorang asisten rumah tangga membukakan pintu untuknya. “Silakan masuk, Mas.” “Bu Dini nya mana?” “Mbak Dini di kamarnya. Mas disuruh langsung ke kamarnya aja.” “Hah? Ngga enak, Bi. Mbak Dini nya suruh keluar aja.” “Ngga apa-apa, Mas. Ngga ada siapa-siapa di rumah ini. Mas langsung naik aja ke lantai dua. Kamarnya yang dekat tangga.” Dengan perasaan kikuk, Kalandra menaiki anak tangga. Langkahnya terasa begitu berat

  • Lelaki Plus-Plus   Bab 3 : Kurir Paket

    “Kamu siapa?” Sebuah suara lembut menyapa indra pendengaran Kalandra. Pria itu memberanikan diri melihat pada wanita di depannya. “Paket untuk Vicko.” “Sayang.. ada paket untuk mu!” teriak wanita itu sambil melihat ke arah dalam. “Ambil aja, sayang!” terdengar jawaban dari dalam. “Sudah dibayar, Mas?” “Sudah.” Kalandra menyerahkan dus kecil di tangannya. Sepertinya wanita itu tidak tahu kalau paket yang dipesan kekasihnya berisi barang haram. “Terima kasih,” ucap wanita itu seraya melemparkan senyum manis. “Sama-sama.” Kalandra bergegas meninggalkan kamar tersebut. Dia tidak nyaman melihat wanita yang menyambut kedatangannya. Sebagai pria normal, melihat penampilan wanita tadi sunggguh menggoda iman. Usai mengantarkan paket kedua, Kalandra bermaksud kembali dulu ke rumahnya. Dia ingin beristirahat sejenak. Membantu Herlambang tadi cukup menguras tenaganya. Kendaraan roda dua milik Kalandra berbelok memasuki sebuah gang kecil yang tepat berada di samping rumah sakit tempat

  • Lelaki Plus-Plus   Bab 2 : Kerja Keras Bagai Kuda

    “Kamu tidak perlu tahu apa paketnya, yang penting bayarannya besar. Kalau sehari kamu bisa antar empat paket, kamu akan dapat dua juta. Gimana? Tertarik?” Sejenak Kalandra berpikir. Hanya mengantar empat paket, dia mendapat bayaran besar. Tidak butuh otak pintar baginya untuk menebak apa isi paket tersebut. “Kalau kamu bersedia, kamu bisa mengambil jatah ku hari ini. Besok aku akan mencoba mencari slot untuk mu. Gimana?” Ada keraguan dalam benak Kalandra. Uang yang ditawarkan sepadan dengan resiko yang ditanggung. Namun saat ini dirinya juga dalam keadaan terdesak. “Tapi aman kan?” “Aman. Kita mengantarkan ke alamat pemesannya langsung. Bentuknya juga seperti paket biasa, jadi ngga akan ada yang curiga.” “Oke, aku mau.” Walau resikonya sangat besar, namun akhirnya Kalandra memutuskan untuk mengambil pekerjaan tersebut. Jumlah bayarannya yang menjadi bahan pertimbangan. “Kirim paketnya mulai dari siang, satu-satu. Kamu narik aja dulu. Nanti aku kabarin kalau paketnya sudah si

  • Lelaki Plus-Plus   Bab 1 : Sindrom Dada Akut

    Kalandra berlari mengikuti brankar yang membawa tubuh putrinya. Sang anak segera dilarikan ke IGD rumah sakit ketika mengalami kesulitan bernafas. Alya, sang istri terus saja menangis melihat kondisi anaknya. Mereka dilarang masuk lebih jauh ketika brankar memasuki ruang tindakan. Dari balik kaca pintu, keduanya memandangi dokter yang tengah menangani Nabila. “Mas.. Bila akan baik-baik aja kan?” tanya Alya di tengah isaknya. “Sabar, sayang. Kita berdoa aja.” Sambil terus memeluk bahu istrinya, mata KalanNdra menatap ke ruang tindakan. Nampak dokter tengah memasangkan alat bantu pernafasan pada Nabila. Hatinya merasa tercabik-cabik melihat kondisi putrinya yang baru berusia empat tahun harus berjibaku dengan alat medis. Kalandra, pria berusia 29 tahun itu menikah dengan Alya yang berbeda dua tahun darinya, lima tahun yang lalu. Merasa sudah mapan setelah mendapatkan pekerjaan usai lulus kuliah, Kalandra yang waktu itu berusia 24 tahun menikahi Alya yang baru menyelesaikan kuliah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status