BAB 3
TALAK “Lisa Anindya Yudhistira, dengan ini aku jatuhkan talak padamu. Mulai hari ini, kamu bukan istriku lagi,” ujar Farhan. Tanpa sadar, setitik air mata menetes di pipinya. “Terima kasih, Mas. Semoga kalian bahagia!” Usai mengatakan hal itu, Lisa segera berbalik dan meninggalkan tempat tersebut. Sesampainya di mobil Dista, tangis yang sejak tadi berusaha dia tahan, kini kembali pecah. Tanpa berkata apa-apa, Dista membawa sahabatnya tersebut ke dalam pelukannya. Dia sadar, saat ini sahabatnya tidak butuh kata-kata manis untuk menenangkan dirinya. Yang dia butuhkan hanyalah bahu untuk bersandar. “Sudah agak enakan?” tanya Dista tiga puluh menit kemudian setelah Lisa melepaskan pelukannya. Dengan sisa-sisa isak tangisnya, Lisa pun menganggukkan kepalanya. “Apa rencanamu sekarang?” tanya Dista. “Aku akan pergi, Dis,” ujar Lisa lirih. “Kemana?” “Entahlah, yang jelas aku ingin menjauh dari tempat ini,” sahut Lisa seraya menerawang. “Oke, sebagai langkah pertama, aku akan nemenin kamu beresin barang-barangmu. Kita berangkat sekarang?” taya Dista. Lisa pun menganggukkan kepalanya. Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan apapun di antara mereka. Selang tak berapa lama kemudian, mereka pun sudah tiba di rumah yang ditempati oleh Farhan dan Lisa. “Lis!” “Tolong tinggalin aku sendiri, Dis!” pinta Lisa. “Tapi, Lis ….” “Aku sedang ingin sendiri,” ujar Lisa lagi. Usai mengatakan hal itu, dengan gontai Lisa turun dari mobil, lalu segera masuk ke dalam rumahnya. Sesampainya di dalam rumah, pertahanan Lisa kembali ambruk. Tangis yang sejak tadi telah kering, kini kembali mengalir dengan deras. Setelah puas meluapkan tangisnya, perlahan Lisa bangkit dari posisinya, lalu segera merapikan barangnya. “Sayang!” ujar Farhan lirih yang tiba-tiba sudah berada di belakangnya. “Jangan sentuh aku! Kita sudah bukan siapa-siapa lagi!” ujar Lisa memberi peringatan. Dengan kasar, dia mengusap sisa air matanya. Dia tidak ingin lagi terlihat lemah di hadapan mantan suaminya tersebut. “Kita masih bisa memperbaikinya, Sayang. Tolong, jangan pergi!” pinta Farhan. “Jangan cegah aku jika kamu masih pada keputusan yang sama,” sahut Lisa. “Aku mencintai kamu, Sayang. Hanya ada kamu dalam hatiku,” ujar Farhan lagi. “Jika kamu benar-benar mencintai aku, kamu tidak akan tega menyakiti aku,” sahut Lisa sarkas. Farhan mengalihkan pandangannya. Tanpa sengaja, tatapannya tertumpu pada perhiasan dna kartu ATM yang tergeletak di atas tempat tidur. “Aku kembalikan semuanya,” ujar Lisa saat menyadari arah tatapan mantan suaminya tersebut. “Bawalah perhiasaan dan ATM itu bersamamu, aku yakin kamu pasti akan membutuhkannya,” ujar Farhan. “Aku bisa memenuhi kebutuhanku sendiri.” “Setidaknya … kamu membutuhkan biaya sampai bisa mendapatkan pekerjaan. Lagipula, dalam masa iddah, kamu masih tanggungjawabku. Bawalah semuanya, anggap saja itu nafkah terahir dari aku,” ujar Farhan. Lisa menghela nafas panjang sejenak. Tak ingin berdebat lagi, dia segera meraih barang tersebut dan memasukkannya ke dalam tas. Tanpa menoleh lagi, dia segera menuruni tangga. Naasnya, di ujung tangga dia melihat calon istri mantan suaminya tersebut. “Akhirnya aku akan menjadi istri Mas Farhan satu-satunya,” ujar wanita tersebut seraya tersenyum licik. “Benar kamu akan menjadi istri satu-satunya, tapi aku yakin prnikahanmu tidak akan bahagia. Kamu tahu kenapa? Karena dalam hati Mas Farhan, hanya ada aku,” sahut Lisa tidak mau kalah. Dia benar-benar jengah menghadapi sikap sombong wanita di hadapannya tersebut. “Itu tidak akan terjadi. Lihat saja, dalam waktu singkat, aku pasti bisa mendapatkan hatinya,” sahut Sonya dengan penuh percaya diri. Lisa tersenyum sinis sejenak, lalu segera melangkahkan kakinya meninggalkan rumah tersebut. ***** LIMA TAHUN KEMUDIAN “Mas Farhan!” ujar Lisa lirih. Farhan yang merasa namanya disebut, menghentikan langkahnya seketika, lalu menoleh ke sumber suara. Untuk beberapa lama, mata mereka saling beradu seolah mata mereka saling terkunci satu sama lain.. Lisa tertegun di tempatnya. Dia tidak menyangka keputusannya untuk kembali ke kota ini akan membawanya kembali bertemu dengan sang mantan suami. ‘Ya Tuhan … apa yang dia lakukan disini?’ tanya Lisa dalam hati. Perlahan, Lisa mengamati penampilan mantan suaminya tersebut. Dia masih terlihat tampan seperti biasanya, penampilannya pun rapi menandakan dia terurus dengan baik. 'Sepertinya wanita itu mengurusmu dengan baik, Mas!' ujar Lisa dalam hati. Sementara itu, Farhan tertegun menatap penampilan mantan istrinya tersebut. Lisa yang dulu selalu rapi, mengenakan pakaian modis, dan riasan yang memukau, kini hanya mengenakan setelan kantor sederhana dengan riasan yang tidak kalah sederhana juga. 'Hidupnya pasti sulit setelah perceraian kami!' ujar Farhan dalam hati. "Mari, Pak Farhan!" Sebuah sapaan, mengembalikan Farhan ke dunia nyata. Dia menatap salah seorang manager perusahaan yang mendampinginya masih berdiri di sampingnya. Farhan pun menganggukkan kepalanya, lalu melangkah menuju ruangannya. Lisa mengalihkan pandangannya saat mantan suaminya melewatinya begitu saja seolah tidak mengenalnya. Tanpa sadar, air matanya mulai berdesakan ke luar. Tak ingin menjadi tontonan dan dilihat karyawan lain, Lisa segera melangkahkan kakinya ke toilet. Di sana, dia meluapkan tangis dan segala rasa sesak di dadanya. Lima tahun berpisah dengan sang suami, nyatanya rasa sakit itu masih ada. Bagi Lisa, Farhan adalah cinta pertamanya. Meskipun pernikahan mereka kandas karena sang suami mendua, tapi entah kenapa rasanya sulit sekali baginya untuk melupakannya. ‘Ingat, Lisa, dia sudah bahagia dengan wanita lain. Lalu, untuk apa kamu menangisi dia terus?’ ujar salah satu sudut hatinya. Dengan tegas, Lisa kembali menghapus air matanya. Setelah yakin penampilannya rapi, dia melangkahkan kakinya menuju ruang kerjanya. Beberapa rekan kerjanya sudah kembali usai makan siang di kantin. Lisa sendiri jarang makan di kantin. Dia lebih suka membawa bekal. Selain lebih sehat, juga lebih hemat.Bab 129Ting tong ....Tidur Najwa terusik dengan suara bel pintu apartemennya. Samar-samar, dia bisa mendengar suara langkah kaki dan pintu terbuka. Dengan malas, dia bangkit dari posisinya, lalu membersihkan diri. Setelah selesai, dia melangkah menuju dapur dan mendengar suara beberapa orang tengah berbincang."Ada tamu, Om?" tanya Najwa saat melihat Farhan masuk ke dapur."Iya. Bisa minta tolong buatkan minuman?""Tentu," sahut Najwa."Terima kasih. Kamu sudah baikan?" tanya Farhan khawatir. Dengan tegas, Najwa menganggukkan kepalanya.Tanpa banyak kata, Najwa segera berbalik menuju dapur dan menyiapkan minuman sesuai permintaan Farhan. Tangannya bergerak cekatan, tapi pikirannya masih melayang-layang. Rasa penasaran mulai mengusik batinnya sejak mendengar suara wanita asing itu dari ruang tamu.Begitu minuman selesai, dia meletakkannya di atas nampan. Dengan langkah hati-hati, dia berjalan menuju ruang tamu, namun langkahnya tiba-tiba terhenti di ambang pintu. Matanya terpaku pada
Bab 128Tubuh Najwa menegang, tetapi bukan karena ketakutan. Ada sesuatu yang asing menjalar di dalam dirinya. Sensasi yang membuatnya bingung.Tangan Farhan yang semula hanya mengusap pipinya, kini bergerak turun, meremas gundukan kenyal dengan lembut. Tanpa sadar, Najwa mendesis lirih.Merasa mendapat respon, Farhan semakin intens melancarkan serangannya. Sementara itu, Najwa semakin tak dapat mengendalikan diri merasakan sensasi baru yang terasa candu.Tiba-tiba, Farhan mengehentikan aksinya. Ditatapnya gadis di bawahnya dengan intens. Sementara itu, Najwa balik menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya."Wa, bolehkah?" tanya Farhan dengan suara berat. Untuk sesaat, Najwa meragu. Meskipun belum berpengalaman, namun dia paham arah pembicaraan pria di hadapannya tersebut.Beberapa saat kemudian, Najwa menganggukkan kepalanya. Akhirnya, Farhan kembali melancarkan aksinya dengan lembut dan hati-hati. Dia paham betul jika ini pengalaman pertama bagi wanita di hadapannya tersebut.Aksi
BAB 127PERASAAN YANG TAK TERDUGASesampainya di apartemen, Najwa segera masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit lebih keras dari biasanya. Ia berjalan menuju ranjangnya, lalu duduk di tepinya dengan wajah kesal. Pikirannya masih dipenuhi dengan kejadian di kafe tadi.Bayangan Farhan bersama wanita lain terus mengusik benaknya. Tatapan mata wanita itu, senyum genitnya, cara dia menyentuh lengan Farhan, semua itu membuat dadanya terasa sesak.Najwa menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Namun, perasaan aneh yang menggelayuti hatinya tak kunjung pergi.Tak lama kemudian, suara ketukan pelan terdengar dari balik pintu.Tok tok tok...."Najwa?"Najwa mendongak sejenak, mengenali suara itu. Namun, alih-alih menjawab, ia malah memalingkan wajahnya.Farhan, yang tak mendapat respons, akhirnya memutuskan untuk masuk. Dengan langkah perlahan, ia menghampiri gadis itu hingga hanya berjarak dua jengkal."Kamu kenapa?" tanyanya tenang.Najwa tetap tak melihat ke arahny
Bab 126Rahasia yang TerpendamFarhan menyesap kopinya perlahan, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang tiba-tiba merayapi benaknya. Ia menatap David yang duduk di hadapannya, pria itu terlihat tenang, tetapi jelas sedang mengamati setiap gerak-geriknya."Jadi?" David mengangkat alisnya. "Aku hanya ingin memastikan sesuatu, Farhan. Apa hubunganmu dengan Najwa?"Farhan menaruh cangkir kopinya dengan gerakan yang terkendali. "Maaf, tapi itu bukan urusan Anda."David tersenyum tipis. "Sebenarnya, itu urusanku. Najwa adalah anak tiriku sekarang dan aku ingin memastikan dia berada di tangan yang tepat."Farhan tertawa kecil, tetapi tidak ada humor di sana. "Anda tidak perlu khawatir soal itu. Najwa baik-baik saja."David mencondongkan tubuhnya, tatapannya semakin tajam. "Dengar, aku tidak bodoh, Farhan. Fara sudah memberitahuku bahwa mantan suaminya tidak memiliki kerabat. Jadi bagaimana mungkin kau bisa menjadi 'om' bagi Najwa?"Farhan tetap tenang, tetapi jari-jarinya mengepal di bawa
Bab 125Kini, setelah bertahun-tahun berlalu, Fara masih dihantui rasa bersalah.Ia bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju lemari. Dari dalam laci, ia mengeluarkan sebuah kotak kayu kecil yang sudah lama ia simpan. Perlahan, ia membuka tutupnya, memperlihatkan sebuah foto usang, foto dirinya bersama Najwa dan Suratman.Air matanya langsung mengalir. Ia menyusuri wajah kecil Najwa dalam foto itu dengan jemarinya yang bergetar."Najwa, sedikit saja, apakah tidak ada perasaan rindu untuk ibu?"Pertanyaan itu terus mengganggunya sejak pertama kali dia bertemu kembali dengan putrinya. Putri kecilnya yang kini telah beranjak dewasa.***Farhan masih sibuk memeriksa laporan keuangan ketika suara pintu ruang kerjanya terbuka tanpa izin."Farhan!" suara Arum terdengar tajam. Wanita paruh baya itu berjalan masuk dengan wajah kesal.Farhan menutup map di hadapannya dan mengusap wajah dengan lelah. "Ada apa, Ma?""Apa maksudmu bertanya ada apa?" Arum melipat tangan di depan dada. "Uang yan
Bab 124SURAT CERAITangannya bergetar saat menatap lembaran itu. Nama Fara tertera jelas di sana. Ia nyaris tidak bisa percaya dengan apa yang ia baca."Ini tidak mungkin. Fara tidak mungkin melakukan ini," gumam Suratman dengan suara bergetar."Sudah cukup. Jangan cari dia lagi. Kalian sudah bukan siapa-siapa."Suratman menatap pria tua itu dengan mata membelalak. "Kenapa? Apa yang terjadi? Apa yang kalian lakukan pada Fara?"Pak Karim tidak menjawab. Ia hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan sebelum akhirnya menutup pintu tanpa sepatah kata lagi.Suratman berdiri di sana, masih memegang surat cerai itu dengan tangan gemetar.Dengan langkah gontai, ia kembali ke rumahnya. Sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan yang tak terjawab. Bagaimana mungkin Fara meninggalkannya begitu saja? Kenapa tanpa penjelasan?Ketika ia tiba di rumah, Najwa berlari menghampirinya. "Ayah! Ibu sudah pulang?"Suratman menatap wajah polos putrinya dan seketika dadanya sesak. I