Share

Kondangan

Caca mematut di depan cermin mengenakan gaun yang akan dipakai ke pernikahan Chessy. Sejak kemarin Malika serta Bagus heboh mengajak ke mal mencari gaun baru. Caca menolak dengan alasan koleksi yang jarang dipakai masih memenuhi isi lemari.

Setelah dipikir-pikir jodoh tidak bisa ditebak. Sahabatnya yang memiliki sederet list kelakuan minus dan gagal move on sejak dilepehkan sadis oleh sang mantan. Tiba-tiba menyebar undangan akan dinikahi pria ganteng sekaligus kaya.

Lamunan terjeda oleh ponsel yang bergetar bergetar sebentar, memunculkan pesan masuk dari Bagus. Tangannya terulur menggeser posisi smartphone yang ada di meja.

Bagus : Sepuluh menit lagi aku tunggu di pintu.

Caca : Oke.

Dia meraih tas clutch untuk menjejalkan ponsel ke dalamnya. Lalu kembali menatap cermin lanjut merias tipis-tipis wajahnya agar tidak malu-maluin dibawa ke kondangan.  

Kelar merias wajah, mengenakan jam tangan guess, lalu meraih heels yang sudah disediakan. Bertepatan dengan itu ponsel terus bergetar memaksa Caca merogoh di tas clutch. Lalu menjepit benda pipih tersebut di antara bahu kiri serta telinga selagi tangannya sibuk mengenakan heels setinggi tujuh senti pada kaki jenjangnya.

"Iya kenapa, Mas?" Caca sempat melirik nama yang berpendar di layar. 

"Kamu jadi ke Bogor enggak, Ca? Mas besok bisa kosongkan jadwal buat antar kamu." 

Caca selesai memasang heels, ia memegang ponsel dengan pikiran berkelana.    Adelia selingkuh benar tidak, apa matanya salah lihat, sebaiknya jujur ke Mas Abian atau menunggu dapat bukti. 

"Are you okey?" 

Caca mengangguk sekalipun paham Abian tidak akan melihat. "Iya, aku enggak apa-apa. Besok ke Bogor sendiri saja, Mas. Udah, ya, aku mau datang ke pernikahan Chessy."

"Wait? Chessy teman kamu?" Ada nada terkejut dari seberang. 

Siapa lagi?

Caca menghela napas. "Iya, dia mau nikah hari ini."

"Wah, mendadak sekali. Kenapa tidak ada undangan buat Mas dan keluarga?"

Caca menggaruk kepala. Dia dipesan datang bersama Abian tapi lupa mengatakan. Otaknya penuh oleh prasangka Adelia selingkuh. "Maaf aku lupa, nggak apa-apa, ya."

"Mas jadi enggak enak, ya udah salam saja buat temanmu."

"Oke." Caca mengangguk sebelum memutuskan sambungan telepon. 

Satu jam kemudian tiba di lokasi bersama Bagus, setelah berjibaku dengan padat kendaraan di sepanjang jalan. Sementara Malika berangkat dari rumah menggandeng suami yang mengenakan jas senada dengan warna gaunnya, gold.

Dari kejauhan Caca menemukan sahabatnya terlihat anggun dibalut gaun brokat putih dengan payet silver sedang mengapit lengan sang kakak. Ia terlihat gelisah menoleh ke kanan kiri selagi jalan menuju kursi yang sudah ditata apik untuk melangsungkan akad nikah. 

Tamu-tamu undangan berdatangan dari dua keluarga. Para petugas catering sibuk merefil makanan dan mondar-mandir mengeceknya. Acara berlangsung mewah dengan jumlah undangan fantastis. Rata-rata didominasi oleh rekan kerja dua keluarga besar.

"Ananda Arsa Yogaswara, saya nikahkan engkau dengan putri kandung saya Chessy Mabella dengan mas kawin emas dua ratus gram dibayar tunai." Yohan menjabat tangan calon menantunya.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Chessy Mabella bin Yohan Wijaksana dengan mas kawin emas seberat dua ratus gram dibayar tunai," ucapnya lantang tanpa tersendat-sendat.

Chessy memejamkan mata sebentar. Sekarang dia resmi menjadi istri. Status yang tidak terbayangkan akan secepat ini. 

"Sah?" tanya penghulu pada saksi. 

Ketika teriakan sah kompak terdengar. Orang-orang terlihat bahagia. Tamu-tamu mengatakan pasangan serasi, tampan dan cantik. Sebagian belum tahu kelakuan minus Chessy yang bisa menyebabkan darah tinggi kumat.

Caca sudah mengisi salah satu meja selagi menunggu giliran mengucapkan selamat pada sahabatnya. Malika bergabung menarik saat Edgar sibuk mengobrol dengan rekan-rekan kerja yang kebetulan diundang.

"Akhirnya menikah juga dia, baguslah daripada sama Angga," komentar Malika memandang ke Bagus dan Caca bergantian.

Caca mengenakan dress pastel dengan heels setinggi tujuh senti. Tidak perlu make up berlebihan untuk membuatnya menjadi pusat perhatian laki-laki.

"Semoga mereka saling mencintai." Caca meneguk minuman di gelas berkaki.

Bagus menatap sepasang pengantin, lalu mengela napas panjang. "Apa kalian yakin mereka akan baik-baik saja."

Malika dan Caca saling berpandangan. Sebagai sahabat mereka tahu tatapan cemburu Chessy melihat Angga bersama istrinya. Belum ada cinta di mata Chessy untuk suaminya sekarang.

"Ya, semoga Arsa bisa merebut hati Chessy. Kita berharap itu, kan?" tanya Malika ragu-ragu.

"Doakan saja Arsa tidak kabur melihat kelakuan minus Chessy, seperti Angga dulu," ujar Bagus khawatir. 

Sepasang pengantin dihujani ucapan selamat. Dari kerabat dekat, teman-teman, sampai rekan bisnis. Ketiga sahabatnya tidak mau ketinggalan diantrean belakang, buru-buru meninggalkan meja untuk memberi pelukan selamat.

"Buruan lah kalian nyusul, enak menikah ada yang diajak manja-manja tiap malam." Malika sempat-sempatnya memprovokasi selagi kakinya pegal menunggu antrean yang mengular untuk mengucap selamat. Padahal baru saja akad, gimana pas resepsi nanti dengan undangan fantasis dua keluarga besar?

Bagus mengedip genit ke Caca. "Gimana, Honey. Habis ini mau menyusul ke KUA?"

Caca langsung memasang ekspresi muak, pura-pura muntah membuat Malika serta Bagus kompak terkekeh. 

"Duh, selamat sayangnya aku, akhirnya kawin juga," ucap Malika dengan pelukan singkat. Ia mengedip-ngedipkan mata ke arah Arsa. "Nitip temanku yang kadang rasa lemot ini, ya."

Chessy manyun. Lalu Caca hampir menangis melihat manusia yang hobi menyusahkan dirinya serta suka menghabiskan isi kulkas di apartemen sudah resmi menikah. Dengan laki-laki normal yang masih waras, menerima segala kekurangan Chessy yang bisa membuat orang memupuk pahala karena seringnya mengucap istigfar. 

***

Caca sedang menunggu Malika yang berpamitan dengan Edgar. Dia mau menumpang ke mobil bagus untuk bergosip. Mata Caca menyipit mengintip perempuan bar-bar yang harus diakui sahabat tanpa malu-malu mengecup pipi suaminya. 

"Cara merengek ke suami gampang, kita tinggal kecup saja pipi, cium-cium dikit. Dia sih pasti luluh nurutin mau kita." Begitu teori Malika yang melekat di kepala Caca. Terbukti Edgar memang sejak dulu bucin langsung mengiyakan apa saja kemauan Malika.

Caca hanya menghela napas panjang. Kemudian pintu mobil terbuka, Malika masuk serta mengambil posisi duduk di jok belakang. "Ayo, kita bebas bergosip seharian."

Bagus langsung menoleh ke arah Malika yang sedang merapikan rambut dengan jari. "Numpang cuma nggak mau ketinggalan gosip. Kadang aku kasihan sama Edgar punya bini model begini," komentar Bagus langsung mendapat bonus lemparan gumpalan tisu dari belakang.

Tiba-tiba Caca teringat dengan dugaan perselingkuhan Adelia. Ia menoleh ke belakang, biasanya Malika punya ide-ide tidak tertebak. Ya, sekalipun sering menyesatkan.

"Menurut kamu kalo Adelia selingkuh, Mas Abian akan membatalkan rencana pernikahan enggak?"

Bagus meliriknya dengan ekspresi tak suka, harus banget topik seputar Abian?

"Serius kamu perempuan ular itu selingkuh?" Malika menjetikkan jari ke dagu, ia sudah mencondongkan  ke depan. "Ya pastilah, buat apa menikah sama perempuan celamitan sana sini nempel. Tapi kamu ada bukti?"

Caca menggeleng. "Aku belum yakin, sih. Waktu lihat dari kafe samar-samar."

"Udah sih, Ca. Biarkan saja mereka menikah, kamu sama aku, Honey," celetuk Bagus yang sejak tadi memasang wajah masam gara-gara dilanda cemburu. 

Tentu Caca langsung melotot lebar, mendadak lupa kebaikan Bagus yang stand by 24 jam untuknya.

"Susah dong bikin Mas Abian percaya, secara dia kayak tergila-gila sama Adelia." Malika menatap iba dengan ekspresi totalitas. 

Caca merengut mendengar komentar Malika yang memang tepat. Abian terlihat diperbudak cinta sejak bersama Adelia.

Malika menjetikkan jari. "Gimana kalau kita pantau aktivitas Adelia. Enggak apa-apa lah jadi penguntit demi Mas Abian gitu, atau kamu sewa detektif saja."

Caca berdecak. Berlebihan sekali harus membayar mahal detektif, dan apa katanya penguntit? Seakan-akan Caca tidak ada kesibukan lain. Padahal naskah sudah meronta-ronta minta dikelarin segera. Tapi ia tetap memikirkan ide Malika. 

Bagus berdecak lagi. "Kenapa sih enggak terima saja cowok ganteng di sampingmu ini."

Sekalipun dilepehkan puluhan atau ratusan kali, semangat Bagus patut dicontoh. Dia tidak akan mundur satu langkah pun mendapatkan hati Caca. 

"Emang aku se-desperate itu sampai sembarang nerima cowok." Caca mendelik.

Bagus memasang ekspresi memelas. "Ya ampun, Ca. Aku ini bibit unggul, lho."

Malika tertawa puas di belakang melihat Bagus lagi-lagi ditolak. Memang Bagus harus sabar memiliki sahabat-sahabat yang hobi memanfaatkan, tapi selalu terdepan menertawakan kesialannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status