Aizar menyadari semua orang tengah membicarakan dirinya, tapi ia tak ambil peduli, yang ia butuhkan sekarang adalah makanan untuk mengisi perutnya yang sudah tidak bisa diajak kompromi lagi. Akhirnya, tiba giliran Aizar dilayani setelah cukup lama mengantre. Pelayan tampak mengerutkan kening melihat penampilan Aizar.
“Mau pesan apa, nih?” tanya pelayan wanita itu terlihat tidak ramah melayani Aizar.
“Aku ingin membeli sepotong ayam goreng, tapi uang yang aku punya hanya ini,” ucap Aizar sambil meletakan kepingan yang logam di atas meja di hadapan pelayan itu.
Pelayan itu menggeleng-geleng kepala, wajahnya makin kelihatan tidak bersahabat mengetahui uang yang dibayarkan Aizar tidak cukup.
“Kalau tidak punya uang, makan di pinggir jalan saja! Jangan sok makan di restoran, dasar gembel!” maki pelayan itu, lalu menyuruh Aizar pergi.
“Tolonglah... kalau nanti aku sudah bertemu ibuku aku akan bayar kekurangannya. Atau aku bersedia mengerjakan pekerjaan apa saja, agar bisa mendapatkan makanan yang aku inginkan,” ucap Aizar sambil mengatupkan kedua tangannya kepada pelayan itu. Tapi, wanita itu tetap tidak mau mengabulkan keinginan Aizar. Aizar berusaha membujuknya kembali.
Orang-orang yang mengantre di belakang Aizar, bukan merasa iba ingin menolong malah mulai kesal memarahi Aizar.
“Hey, gembel! Kamu ngerti bahasa nggak sih? Pelayan itu sudah bilang tidak bisa, kenapa kamu masih ngotot sih!”
“Hey anak muda, tempatmu bukan di sini, sana cari makan di pinggir jalan!”
“Pergilah cepat! Kamu sudah bikin aku lama mengantre!”
Ucap setiap orang tanpa punya rasa simpati sedikitpun pada Aizar, malah sebaliknya memandang Aizar sebelah mata dan merendahkannya.
Aizar pun dengan terpaksa pergi dari hadapan si pelayan, ia sudah kehabisan kata-kata lagi agar bisa mendapat pertolongan.
“Tunggu...!” tiba-tiba terdengar suara seorang wanita menghentikan langkah Aizar yang hendak keluar dari restoran itu.
Saat membalikan tubuh, tampak seorang wanita yang berkulit putih dengan wajahnya yang bermake up tebal dan warna gincu yang merah menyala.
“Ada apa, Bu?” tanya saat berhadapan dengan wanita itu.
“Aku pemilik restoran ini, kalau kamu ingin sekali menikmati makanan di restoranku ini aku bisa memberimu. Ayo, ikut aku ke belakang,” jelas wanita itu.
Aizar pun mengikuti langkah wanita yang menggunakan rok mini dan sepatu heel tinggi itu. Rupanya Aizar dibawa menuju ke ruang makan karyawan. Di sana, wanita itu mempersilakan Aizar duduk dan memberikan makanan dan minuman yang diinginkan Aizar.
“Siapa namamu?” tanya wanita itu memulai obrolan.
“Aizar Suryanata,” jawab Aizar sambil menikmati makan siangnya.
“Bagus namamu,” puji wanita itu. Aizar pun balas menanyakan nama pemilik restoran baik hati yang telah sudi memberikannya makanan.
“Panggil saja aku Lastri. Oh iya, kalau kamu memang ingin bekerja di sini, kebetulan aku sedang membutuhkan karyawan untuk bagian bersih-bersih restoran. Kalau kamu bersedia, mulai hari ini juga kamu bisa mulai bekerja. Bagaimana?”
Tentu saja Aizar langsung menerima tawaran Lastri, karena dengan cara bekerja di restoran itu Aizar bermaksud membalas kebaikannya yang telah sudi memberinya makan.
“Tapi, sepertinya rambutmu terlalu gondrong, jadi harus dicukur terlebih dahulu. Selesai makan ini, nanti aku antar kamu ke pangkas rambut, setelah itu barulah kamu mulai bekerja,” jelas Lastri, lalu ia pergi meninggalkan Aizar menuju ke depan restoran dan menunggu Aizar di sana.
Para karyawan yang melihat dan mendengar sendiri perlakuan atasannya yang begitu baik dan penuh perhatian pada Aizar merasa sangat heran, bagaimana mungkin semudah itu ia bisa menerima lelaki berpenampilan lusuh layaknya seorang pengemis bisa bekerja di restorannya hari itu juga? Dan yang lebih membuat mereka tak habis pikir, kenapa Lastri mau-maunya menawarkan diri untuk mengantar Aizar pergi ke pangkas rambut? Semua orang mulai tidak menyukai kehadiran Aizar di restoran itu.
Sementara Aizar yang sedang makan dengan begitu lahap, merasakan kalau Lastri memiliki ketertarikan padanya, ia menyadari beberapa kali wanita bergincu tebal itu telah curi-curi pandang ke arahnya.
“Sepertinya batu giok yang kupakai ini mulai menunjukan keampuhannya,” batin Aizar sambil menyunggingkan sebaris senyum di bibirnya yang tipis.
Selesai makan siang, Lastri mengantar Aizar ke kedai pangkas rambut yang berada di dalam pusat perbelanjaan. Sepanjang perjalanan, wanita berpakaian ketat itu bertanya banyak hal mengenai Aizar, termasuk tujuannya datang ke kota.
“Aku sudah lama berpisah dengan ibuku, jadi aku datang ke kota ini ingin menemuinya, sayangnya alamat tempat tinggal ibuku hilang, jadi aku bingung harus mencari ke mana?” jelas Aizar menceritakan masalah yang tengah dihadapinya pada Lastri yang berjalan beriringan dengannya.
“Memang dulu kamu tinggal di mana?” tanya Lastri sambil melirik ke arah Aizar di sampingnya.
“Aku tinggal di kabupaten bersama orangtua angkatku sejak usiaku 5 tahun,” jawab Aizar.
Saat tiba di depan kedai pangkas rambut, Lastri mengantar Aizar sampai dalam kedai, bahkan ia memilihkan model rambut yang cocok untuk Aizar saat pencukur rambut menanyakan model rambut yang diinginkan dan Aizar tidak tahu harus memilih yang mana.
Aizar mengucapkan terima kasih atas kebaikan Lastri. Detik itu, dari sorot mata Lastri, Aizar semakin bisa melihat kalau wanita itu sudah terpikat padanya.
Hari itu juga Aizar mulai bekerja di restoran siap saji milik Lastri. Saat melihat penampilan Aizar dengan rambut barunya, para staf wanita di restoran itu berubah jadi tertarik dan menyukai Aizar. Demikian pula, pelayan yang tadi memarahinya ia merasa menyesal atas tindakannya pada Aizar.
“Apa-apaan sih Bu Lastri, orang baru kok malah dibelikan segala macam, kita yang sudah bekerja bertahun-tahun tidak pernah diperlakukan seperti itu!” ujar Devril merasa iri saat tahu majikannya mengistimewakan Aizar.
“Iya, Dev, aku juga tidak bisa terima kehadiran lelaki dusun itu ada di sini. Kita harus mencari cara untuk menyingkirkannya sebelum banyak karyawan yang sakit hati padanya,” timpal Pongky, manager restoran itu yang sudah lama menyukai Lastri, namun sampai saat ini ia hanya bertepuk sebelah tangan.
“Betul Pak Pongky, kalau dia terus di sini, bisa-bisa posisi Bapak sebagai manager bisa terancam,” ucap Devril memanasi managernya.
Otak Pongky mulai berputar, mencari cara agar bisa menyingkirkan Aizar...
Bagi Adirah, pria bertubuh tegap dan gagah seperti Aizar adalah pria idamannya. Saat pertama kali bertemu, ia langsung jatuh hati. Namun, saat ini semua keinginan itu hanya dalam angan-angannya. Ia tak bisa berharap banyak pada Aizar, karena dia adalah seorang boss yang harus dilayani dan dihormati. “Yang penting Pak Boss senang, itu saja sudah cukup bagiku,” batin Adirah yang selalu curi-curi pandang untuk menikmati wajah Aizar setiap berdekatan dengannya.“Kenapa, Dirah?” tanya Aizar tiba-tiba menengok ke arah Adirah di depan meja kerjanya.“T-tidak apa-apa, Pak…” jawab Dirah gugup, lalu mengalihkan pandangannya ke layar komputer.“Sudah disusun semua laporannya?” tanya Aizar memastikan.“Sedikit lagi, Pa,” jawab Adirah.“Kalau sudah selesai langsung print saja ya. Aku mau ke balkon sebentar, menikmati udara pagi yang segar agar pikiranku lebih tenang saat rapat nanti,” jelas Aizar lalu berjalan keluar ruangan menuju taman di samping ruang kerjanya.“Duh, gagahnya Pak Boss-ku…” guma
Sambil memejamkan mata, tubuh Aizar mulai bergerak maju mundur di depan wajah Selina. Dalam situasi seperti itu, ia sudah tak memikirkan apa-apa, selain menuruti hasrat manusiawi yang haus dalam mereguk kenikmatan. Selina pun melakukannya dengan sepenuh hati semata-mata ingin membuat lelaki di depannya itu bahagia, sebagai balasan dan tanda terima kasih atas kebaikan hatinya.“Biar aku saja yang bersihkan,” ucap Selina saat Aizar telah mengeluarkan sari pati tubuhnya. “Terima kasih, Sel…” balas Aizar membiarkan Selina mengelap bagian bawahnya dengan tisu. Ia berdiri memperhatikan sambil mengelap keringat di dahinya.“Apa kamu mau duduk dulu atau…” ucap Selina setelah berdiri berhadapan Aizar.“Lebih baik aku pulang sekarang, Sel, besok pagi aku ada meeting,” jawab Aizar sambil menutup resleting celananya. “Terima kasih ya, Sel…” ucapnya sebelum keluar dari kamar Selina. Saat keluar dari dalam gang tempat tinggal Selina, tanpa Aizar sadari seseorang dari dalam mobil berwarna hitam be
Saat melewati kawasan pabrik Aiwa, Aizar teringat Selina. Keberhasilannya mengungkap penyelewengan prototype yang dilakukan Purnama, tidak lepas dari bantuan gadis itu. Detik itu, Aizar bermaksud untuk menemuinya. Amplop berisi uang pun sudah disiapkannya sebagai bentuk terima kasih atas pertolongannya. Namun, ia sedikit ragu karena tegangan dalam dirinya masih tinggi gara-gara digoda oleh wanita berdada besar di cafe. “Gimana, yah?” pikir Aizar gusar. “Masak aku tidak bisa menahan diri?” Aizar menyayangi Selina sebagai teman baik yang pernah menolongnya saat ia kesusahan, kini saatnya ia membalas kebaikannya itu, dan ia tak ingin dianggap mengambil kesempatan pada gadis itu. Aizar pun memutuskan untuk menemui Selina, ia memberhentikan mobilnya, lalu memarkir mobil sedannya itu di depan gang, lalu berjalan kaki menuju rumah sewa Selina yang dulu pernah dijadikan tempatnya menumpang sebelum ia bertemu keluarganya.Di rumah kontrakan itu ada tiga kamar terpisah. Suasana di sana sud
“Sekarang tinggal memastikan, apakah Anastasia pemilik CV Sinar Sentosa itu adalah istri Purnama,” ucap Aizar masih di dalam ruang kerja Purnama bersama Adirah.“Coba saja telepon nomor telepon di kartu namanya itu,” saran Adirah.Aizar pun mengiyakan, lalu meminta Adirah untuk menghubungi nomor telepon CV Sinar Sentosa.Kring…. Kring… kring…! tiga kali telepon berdering, namun tidak ada orang yang menjawab.“Mungkin kantornya sudah tutup, Pak,” ucap Adirah menutup gagang telepon di tangannya.“Coba sekali lagi, Adirah,” pinta Aizar.Adirah pun memutar kembali nomor telepon pada kartu nama di tangannya.Kring! Suara telepon kembali berdering.“Halo,” akhirnya seorang lelaki menjawab di sana. Adirah pun membuat pelantang suara agar Aizar dapat mendengar pembicaraannya. “Selamat malam, apa benar ini CV Sinar Sentosa?” tanya Adirah dengan sedikit berdebar.“Maaf, ini dari mana ya Bu? Dan ada keperluan apa?”“Saya dari PT Permata ingin bicara dengan Bu Anastasia pemilik CV Sinar Sentosa,
Aizar masuk ke dalam ruang kerja Purnama untuk mencari berkas-berkas berhubungan dengan CV Sinar Sentosa. Sedangkan Adirah menyalakan komputer untuk mencari data-data penting yang tersimpan di sana. Berkas-berkas di atas meja sudah Aizar periksa satu per satu, namun belum ada petunjuk yang ia dapati. Kemudian ia membuka laci meja kerja Purnama, ada banyak barang-barang di dalamnya, mulai dari alat tulis, notes, dan folder berisi kartu nama. Aizar mengeluarkan folder persegi panjang itu, lalu meletakkannya di atas meja. Satu per satu ia membaca kartu nama di dalamnya. Ada beberapa kartu nama staf Shine Group, termasuk kartu nama Sony ada di dalamnya, juga kartu nama dari staf beberapa perusahaan ternama. Pada lembar terakhir folder itu mata Aizar tertuju pada sebuah kartu nama berwarna silver, ada nama seorang wanita di sana, Anastasia Putri, chief CV Sinar Sentosa. “Dapat!” ujar Aizar membuat Adira terkejut.Aizar pun menunjukkan kartu nama itu pada Adirah. Di dalamnya ada nomor te
Di lorong rumah sakit yang sunyi, Aizar duduk menunggu bersama Kek Pram. Kesempatan itu dimanfaatkannya untuk menceritakan hasil penyelidikannya di kantor Aiwa…“Aku sudah mendapatkan dokumen penting itu, Kek,” ucap Aizar dengan memelankan suaranya. “Relasi Aiwa dalam penyediaan prototype barang elektroniknya berasal dari CV. Sinar Sentosa. Apakah sama dengan perusahaan yang memasok prototype untuk perusahaan kita, Kek?” tambahnya memastikan.“Sinar Sentosa? Beda, Nak. Tapi, saran Kakek selidiki lagi perusahaan tersebut. Siapa tahu ada hubungannya dengan perusahaan yang memasok prototype ke perusahaan kita. Kalau itu sampai terbukti kita bisa menuntutnya,” jelas Kek Pram.Aizar menyadari misinya belum selesai, masih ada kemungkinan keterlibatan Sony dalam pengadaan prototype di Aiwa.“Besok pagi akan ada rapat direksi di kantor, kamu harus hadir, jangan sampai kesiangan. Modal utama seorang pimpinan yang baik adalah selalu tepat waktu, agar menjadi contoh pada bawahanmu,” ucap Kek Pra