Share

Bab 11 - Uang jajanku besar!

Apa? Liburan di kapal pesiar? Serius?

“Itu ide yang bagus, Mas. Apa kita perlu ikut bersama mereka?” Suara Mama terdengar lagi.

“Tidak, biarkan mereka menikmati waktu mereka sendiri,” sahut Papa.

“Tapi, bagaimana kalau mereka berkelahi di sana?” Mama.

“Tidak akan, karena aku akan memberikan suatu ancaman pada mereka.”

Perlahan, aku mendengar langkah kaki berjalan keluar dari kamar Mama dan Papa. Tidak, itu pasti Papa! Sontak aku langsung berbalik arah dan berpura-pura menaiki tangga.

Kuurungkan niatku untuk ke halaman belakang, dan memilih untuk ke kamarku saja.

Di kamar, aku memikirkan percakapan Mama dan Papa barusan.

Jadi, kami akan liburan di kapal pesiar? Sungguh! Aku belum pernah naik kapal pesiar, bahkan melihatnya saja aku belum pernah. Ini pasti akan menjadi pengalaman paling menyenangkan yang pernah kualami selama hidupku!

***

Hari sudah siang, aku sedang bersantai di kamar. Rumah terasa tenang dan damai jika tak ada si mesum itu. Bagaimana tidak, ia dan Carel adalah biang keributan di rumah ini. Entah apa alasannya mereka seperti itu.

Sedangkan, Daffa sedang keluar, Zayn dan Papa sedang bekerja, dan si mesum itu sedang ke kampus.

"Aku bosan!" keluhku.

Tidak bekerja rasanya sungguh membosankan. Andai aku sudah masuk kuliah, pasti aku sedang di kampus belajar bersama teman-teman sekarang.

Aku beranjak dari kamarku dan turun ke lantai bawah. Di ruang keluarga ada Mama sedang menonton acara India. Kuhampiri Mama dan duduk di sampingnya.

“Ma,” panggilku.

“Hmmm?” sahutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari televisi sedikit pun.

“Aku bosen di sini. Aku pengen main, boleh?”

“Main? Main ke mana?” jawab Mama, kini pandangan Mama mengarah padaku.

“Nggak tahu. Ma, kita ke Mall, yuk?” ajakku. Entah kenapa, ide itu tiba-tiba terlintas dalam pikiranku.

“Boleh, yuk!” Mama mengiyakan ajakanku.

Akhirnya kami berjalan menuju kamar masing-masing untuk bersiap-siap. Selanjutnya, dengan diantar Pak Udin, kami berangkat menuju Mall terdekat.

Sesampainya di Mall, kami langsung menuju salah satu toko pakaian dan memilih-milih pakaian yang kami suka.

“Ma, ini bagus, kan?” tanyaku ketika mencoba sebuah dress selutut berwarna hitam. Mama menoleh ke arahku lalu mengacungkan jempolnya, tanda setuju.

Kulihat label harga pada dress itu.

“Satu juta lima ratus ...”

Aku langsung tercengang kala melihat jumlah nol di belakangnya. Apa? Baju seperti ini kenapa bisa harganya mahal sekali? Ayolah, apa akan ada orang yang mau membeli barang semahal ini?

Kulihat mama menghampiriku dengan beberapa potong pakaian di lengannya. Ia bingung melihatku yang menaruh kembali dress itu.

“Kenapa ditaro lagi?”

“Harganya setara setengah bulan gaji Hulya, Ma,” sahutku lesu.

Mama mengambil dress itu dan melihat label harganya.

“Mahal sih, tapi kalo kamu suka nggak apa-apa, ambil aja,” sahut Mama santai.

“Ma, kita nggak boleh seperti ini. Kita nggak boleh menghambur-hamburkan uang Papa," sahutku. Aku tahu betul kalau Mama tidak mungkin punya uang sebanyak itu kecuali diberikan oleh Papa.

“Nggak apa-apa, Hulya. Lagian uang bulanan Mama dari Papamu itu dua digit nominalnya. Mama malah bingung gimana cara ngabisinnya. Karena Papamu itu akan marah kalau sampe bulan depan masih bersisa banyak!” jelas Mama panjang lebar. Aku tercengang mendengarnya.

“U-uang bulanan Mama gede banget!” gumamku.

“Oh iya, kamu juga coba cek rekening kamu. Papa bilang sudah transfer uang jajan kamu buat bulan ini."

Mendengar itu, aku langsung mengambil ponselku dan mengecek m-banking. Tertera pemberitahuan uang masuk pagi tadi senilai lima belas juta rupiah. Aku terdiam sejenak. Apa aku boleh seperti ini? Tidak, aku tidak bisa menerima ini!

Kuambil baju yang sudah Mama pilih, semuanya aku kembalikan pada tempatnya dan segera kutarik Mama keluar dari toko itu.

“Hulya, apa-apaan sih, kamu?!” berontak Mama sambil melepaskan lengannya.

“Ma, kita dulu emang miskin, tapi kita nggak boleh begini, Ma! Ini bukan hak kita, Mama nggak boleh pake uang dari Papa seenaknya!" Kutatap Mama dengan perasaan kecewa.

“Hulya, bagaimana bisa ini bukan hak kita? Kita udah jadi bagian keluarga Papa. Kita berhak menikmati kekayaan Papa.”

“Pokoknya Hulya nggak mau kalo berlebihan kayak gini. Udah, kita makan aja. Hulya akan balikin semua uang yang udah Papa kasih tadi.”

Akhirnya aku dan Mama masuk ke sebuah restoran dan makan di sana. Kemudian, kami memilih untuk hanya berbelanja barang kebutuhan pribadi sehari-hari saja. Kebetulan, kemarin gaji terakhirku baru saja cair.

Selesai makan, kami memutuskan untuk pulang. Namun, sebelum pulang, aku meminta Pak Udin untuk mampir ke minimarket tempatku bekerja dulu. Karena, aku ingin sekali bertemu Dina. Dan kebetulan Dina sedang shift malam, hari ini.

“Dinaaa!” seruku. Tepat setelah aku dan Mama memasuki minimarket itu, aku melihat Dina sedang berdiri di area kasir dan menyambut kedatanganku.

“Ya ampun, Hulya! Masih inget lo ke sini?” sahutnya girang sambil berlari ke arahku. Kami pun berpelukan satu sama lain, setelah itu Dina memberi salam pada Mama.

“Ciyeee, yang udah jadi anak pengusaha kaya." Dina menyenggol lenganku. Aku hanya tertawa mendengarnya.

“Iya, Din. Kapan-kapan main dong ke rumah gue. Nanti gue kenalin sama Kakak sambung gue.”

“Mereka seganteng yang waktu itu ambil first ki ...” kututup mulut Dina yang hampir keceplosan mengatakan mengenai first kissku di depan Mama.

“I-iya, Din. Mereka ganteng kok, mirip Taehyung," sahutku. Dina melepaskan tanganku dari mulutnya dengan kasar, lalu mengelap mulutnya sendiri dengan punggung tangannya dan tak melanjutak perkataannya. Ia sepertinya mengerti maksudku dan tak membahasnya lebih jauh.

Setelah mengobrol sebentar dengan Dina, akhirnya kami pulang. Hari sudah hampir malam, jalanan kota Jakarta tampak macet, seperti biasa. Kami sampai harus menghabiskan waktu selama dua jam hanya untuk pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, kami melenggang masuk ke dalam dengan Pak Udin yang membawakan barang belanjaan kami. Tepat di ruang tamu, ada Edgar dan Zayn yang sedang mengobrol.

Mereka menatap kami tajam kala melihat barang belanjaan kami. Mama sempat berhenti sesaat, namun aku menariknya untuk tetap melanjutkan langkah meninggalkan mereka berdua.

“Wah! Ada yang abis belanja, nih? Enak ya, jadi orang kaya bisa foya-foya? Hmmm, hari ini belanja sepuasnya, besok apa lagi ya?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status