Share

Bab 2 - Bad boy?

Author: Fantazia
last update Last Updated: 2021-09-21 23:16:31

Aku menatap Mama tak percaya kala mendengar perkataan Om Harun. Sementara Mama hanya tersenyum sambil matanya terus memandangi Om Harun.

“Pa! Kenapa Papa ngerencanain ini tanpa diskusi dulu sama Zayn, Daffa, Carel dan Edgar!” teriak pria yang paling tua.

Hal itu membuat aku dan Mama terkesiap karena mendengar suara keras pria yang berwajah mirip seperti CEO di novel yang selalu kubayangkan.

“Zayn! Pelankan suaramu! Percuma Papa diskusi dulu sama kalian, kalian pasti akan menentang itu. Sudah, nanti saja kita bicarakan ini,” sahut om Harun marah.

Pria bernama Zayn itu mendengus kesal dan menaiki tangga ke lantai atas dan meninggalkan kami. Sedangkan kami hanya terdiam tak berani berkata apa-apa.

“Silahkan di makan dulu! Jangan hiraukan Zayn, dia memang seperti itu."

Om Harun mempersilahkan kami makan. Namun keadaan sudah menjadi canggung. Sehingga membuat kami hanya terdiam. Terlebih, aku benar benar syok ketika mendengar pernyataan om Harun. Menikah? Jadi ini maksud Mama membawaku ke sini. Untuk mengenalkan calon suami barunya itu? Ah, aku benar-benar kecewa pada Mama. Kenapa Mama bisa secepat itu melupakan Papa?

Di tengah makan malam kami yang terasa hambar ini, tiba tiba seorang pria dengan tato di tangannya menghampiri kami. Pria itu berjalan sempoyongan, matanya memerah, dan mulutnya meracau tak jelas. Pria itu sepertinya sedang mabuk.

Tiba tiba pria itu berdiri di sebelahku dan mengalungkan lengannya di pundakku. Hal itu membuatku terkesiap dan ketakutan.

“Naura, kamu kembali sayang!” racaunya tepat di telingaku yang membuatku bergidik ngeri.

Baru saja aku ingin menepis tangannya, om Harun langsung menarik kerah baju pria itu.

Plak!

Om Harun menampar pipi pria itu dengan keras hingga meninggalkan bekas merah pada pipi putihnya. Sontak kami semua yang ada di ruangan itu berdiri, sementara kedua anak Om Harun menghampiri pria bertato itu.

“Anak kurang ajar!” teriak om Harun.

Om Harun hendak melayangkan tamparannya lagi. Namun, salah satu dari mereka menahan tangannya.

“Papa! Cukup!” teriak pria berambut gondrong itu.

“Daffa! Nggak usah ngebelain dia! Dia cuma bisa malu maluin keluarga kita!” sahut Om Harun.

“Tapi Papa nggak seharusnya mukul Carel seperti itu apalagi di depan tamu!” sahut pria bernama Daffa itu.

Om Harun tak menghiraukan perkataan Daffa. ia lalu menatap si pria mesum dan berkata, “Edgar! Cepat bawa kakakmu ke kamarnya!”

Jadi, si pria mesum itu namanya Edgar? Dan pria mabuk yang mirip berandalan itu adalah kakaknya? Lantas Edgar merangkul kakaknya itu dan menaiki tangga, aku sempat melihat raut terpaksa di wajahnya. Mata kami sempat beradu beberapa detik ketika Edgar melewatiku. Tiba tiba aku merasa hawa dingin menjalari tubuhku. Tatapan Edgar begitu dingin dan menusuk, hingga membuatku membeku seketika.

Om Harun mungkin sudah tak berselera makan. Ia lalu membawa aku dan Mama menuju ruang tamu yang ada di tengah ruangan. Kami duduk di sofa mewah itu, dan om Harun memulai pembicaraan.

“Hulya, kamu setuju kan Mamamu menikah dengan Om?” tanya Om Harun yang duduk tepat di depanku.

“Nggak!” jawabku tegas dengan wajah datar.

Om Harun dan Mama terkejut mendengar jawabanku. Mama menyenggol lenganku, namun tak kuhiraukan.

“Hulya, nanti kita bicarakan ini di rumah ya, sayang?” tanya Mama, aku menggeleng.

“Kalo boleh Om tau, kenapa kamu nggak setuju Mama menikah dengan Om?” tanya Om Harun yang menatapku serius.

“Om, ini terlalu mendadak. Hulya bahkan belum diberi tahu sama Mama sebelumnya. Seharusnya Mama atau Om membicarakan ini dulu sama Hulya dan anak anak Om. Mereka juga berhak untuk memberikan pendapat.”

“Iya Hulya, Om mengerti. Om hanya ingin ada yang menemani dan merawat Om di hari tua nanti.” Om Harun menundukkan wajahnya.

Melihat hal itu membuatku sedikit tak tega padanya. Namun aku harus tetap pada pendirianku. Aku tak boleh luluh oleh Om ini!

Tiba-tiba Edgar turun dari tangga dan melewati kami. Ia mengenakan jaket berwarna abu abu dan sebuah topi berwarna hitam. Aroma harum langsung menyeruak kala Edgar lewat.

“Edgar! Mau kemana kamu?!” tanya Om Harun.

Edgar menghentikan langkahnya, ia membalikkan tubuhnya dan menoleh ke arah kami.

“Mau main sama teman teman, Pa!” sahutnya.

“Lagi ada tamu malah keluar, nggak boleh! Kamu tetap di sini, tadi papa dengar kamu udah kenal sama Hulya, kan? Sudah, kamu ajak Hulya ke atas, sana!”

Aku yang sedang meminum teh hangat tersedak kala mendengar ucapan Om Harun.

“Enggak apa-apa Om, Hulya di sini aja,” sahutku kikuk.

“Udah Hulya kamu nurut aja sama Om Harun. Mama juga ada sesuatu yang mau dibicarakan sama Om Harun!” sahut mama yang sedari tadi terdiam.

Meski dengan terpaksa, Edgar akhirnya menuruti perintah sang papa. Ia berjalan menaiki tangga dan aku mengikutinya. Lalu ketika di atas ia malah memasuki sebuah ruangan yang kuduga adalah kamarnya. Di atas sini terdepat empat pintu berjejer berjauhan, kurasa itu adalah kamar keempat pria itu.

“Heh! Cowok mesum!” teriakku ketika baru saja ia menutup kamarnya.

Mendengar teriakanku, Edgar kembali keluar dari kamarnya dan menghampiriku dengan wajah galak.

“Maksud lo apa manggil gue begitu?”

“Iya! Lo itu cowo mesum, lo sengaja kan tadi siang nyium gue?” sahutku sambil melotot padanya, ia berdecih meremehkan.

“Apa tadi lo bilang? Nyium lo? Cih, siapa juga yang sudi nyium cewek pemarah kayak lo? Dibayar mahal pun gue ogah!”

Belum sempat aku menjawab. Edgar melanjutkan perkataannya, “Oh ya, itu di bawah sana itu nyokap lo?”

Aku tak menggubrisnya, Dan memilih menunggu perkataannya selanjutnya. Namun, seketika darahku mendidih ketika mendengar perkataannya selanjutnya.

“Hebat ya nyokap lo bisa ngegaet bokap gue, tau aja bokap gue itu tajir melintir. Oh iya, pake dukun dari mana sih, Mba?” ejeknya dengan wajah meremehkan.

Plak!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 66 - Rasa Rindu

    Malam itu udara terasa lebih dingin dari biasanya. Setelah seharian penuh beraktivitas di kampus, aku kembali ke kamar dan langsung merebahkan diri di tempat tidur. Lampu kamar kubiarkan redup, hanya cahaya dari layar laptop dan ponsel yang menerangi ruangan.Namun sepi ini justru menggemakan suara dalam kepalaku sendiri—dan nama itu, terus mengalir dalam pikiranku.Hulya.Nama yang selalu membuat dadaku sesak. Saudara tiriku. Orang yang seharusnya kuanggap sebagai keluarga... tapi hatiku menolak menyebutnya begitu. Dia selalu ada di sampingku, dan seiring waktu, kehadirannya menjelma jadi lebih dari sekadar "adik".Aku menatap layar ponsel. Jempolku ragu-ragu mengetuk nama yang sudah tersimpan lama di daftar kontak: Hulya.Jam di layar menunjukkan pukul 10 malam di sini. Di Jakarta berarti sekitar pukul 7 malam. Tidak terlalu malam... tapi apakah dia sedang sibuk?Aku mendesah pelan, lalu akhirnya memberanikan diri menekan tombo

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 65 - Alexa Mulai Bergerak!

    Sepanjang perjalanan menuju fakultas kedokteran, Alexa tak berhenti mengajakku ngobrol. Topiknya ringan, tapi cukup membuatku sedikit canggung. Aku masih belum terbiasa diperlakukan seakrab itu oleh perempuan yang baru saja kutemui.“Kalau kamu ambil jurusan kedokteran, berarti kamu pintar, dong?” godanya lagi sambil melirikku dengan senyum menggoda.Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. “Enggak juga, cuma... memang dari dulu udah tertarik sama dunia medis.”“Terus cita-citanya jadi dokter?” tanyanya lagi.Aku mengangguk. “Iya, pengen jadi dokter anak.”Alexa menoleh dengan ekspresi terkejut yang dibuat-buat. “Aww... sweet banget! Kamu pasti suka anak-anak, ya?”Aku tersenyum. “Lumayan. Mereka jujur. Dan polos.”Alexa hanya mengangguk-angguk sambil memperhatikanku lekat-lekat. Tatapannya membuatku sedikit gelisah. Aku sudah lama tak berada dalam percakapan hangat seperti ini dengan perempuan selain Hulya.Akhirnya kami sampai di depan gedung fakultas kedokteran.“Ini dia, kampus k

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 64 - Digoda Bule Cantik

    Aku tersentak kaget mendengar suara teriakan dari dalam kamar mandi. Sontak aku langsung membalikkan tubuh, takut melihat sesuatu yang seharusnya tak kulihat. Cukup lama aku terdiam dalam posisi itu, hingga akhirnya kudengar suara seorang perempuan dari arah kamar mandi. "How dare you?! Main buka pintu toilet seenaknya! Where’s your attitude!" hardiknya galak. Perlahan, aku membalikkan tubuh untuk melihat siapa yang sedang memarahiku. Saat pandangan kami bertemu, aku terkejut. Seorang wanita seusiaku berdiri di hadapanku, hanya mengenakan piyama mandi. Rambutnya yang blonde masih basah meneteskan air. "Lo siapa?" tanyaku heran. "Lo tanya gue siapa? Ini rumah gue, lo yang siapa?" sahutnya dengan logat kebarat-baratan. "Hah? Rumah lo? Maksudnya lo itu Sheryl, anaknya Tante Rachel dan Om Gideon?" tanyaku, terkejut bukan main. Dia melotot. "Iya, gue Sheryl! Kenapa?" Aku terkekeh. Jadi dia betulan Sheryl? Astaga, dia sudah sebesar ini sekarang. Dulu kami sering main bareng waktu kec

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 63 - Kedatanganku

    Aku terdiam seribu bahasa begitu mendengar rencana Papa.Menjodohkan Hulya dengan pria lain?Apa Papa benar-benar tidak peduli dengan perasaanku?Aku mengerti jika hubungan kami adalah hubungan yang terlarang. Namun, tak bisakah Papa memberikan sedikit saja waktu untuk kami?Kutatap pria baya itu dengan mata memerah menahan kesal. “Edgar tidak bisa melihat Hulya bersama dengan pria lain, Pa,” ucapku terbata.“Kalau begitu kau yang harus pergi, Edgar. Bukan Papa tidak peduli dengan perasaanmu. Papa hanya mencegah semuanya terlambat dan menjadi terlalu dalam,” jelas Papa, aku terdiam.Papa menepuk pundakku dengan lembut. “Percayalah ini semua Papa lakukan demi kebaikanmu.”Usai mengatakan hal tu, Papa memintaku untuk meninggalkan kamarnya. Ia bilang ia akan membicarakan hal ini dengan Mama.Dengan langkah gontai aku keluar dari kamar kedua orang tuaku. Kulangkahkan kakiku menaiki anak tangga menuju kamarku. Tepat ketika aku sampai di lantai dua, kulihat Hulya sedang berdiri di balkon, m

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 62 - Suara Hati Edgar

    POV Edgar Aku adalah Edgar Mahendra. Anak bungsu dari empat bersaudara. Awalnya kami adalah keluarga yang tak terlalu dekat. Kami jarang sekali berinteraksi satu sama lain. Kami berbicara jika hanya ada perlu saja. Itu semua terjadi karena anggota keluarga sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Suatu hari, aku mengalami sebuah insiden tak terduga. Aku dituduh telah mencuri ciuman pertama seorang wanita yang bahkan aku sendiri tidak mengenalnya. Kejadian itu tak disengaja. Saat itu aku baru saja dari minimarket untuk membeli sebuah kopi kaleng. Aku tak tahu kalau di depanku ada dua orang karyawan wanita sedang berjalan karena aku terlalu sibuk dengan gawaiku. Hingga tiba-tiba salah satu dari mereka membalikkan badan dengan cepat dan menubruk diriku. Aku yang tak dapat menghindar tiba-tiba saja ditubruk seperti itu olehnya. Aku terjengkang ke belakang, dan tubuh wanita itu menindih tubuhku. Dan, yang paling membuatk

  • Live With 4 Stepbrothers   Bab 61 - Pergi

    “Kamu jangan macem-macem, Gar!” ucap Papa pada Edgar melalui sambungan telepon. Kami yang berada di ruangan itu sontak menatap ke arah Papa dengan penuh tanda tanya.“Sekarang kamu pulang!” ucap Papa lagi kali ini dengan nada sedikit membentak. Papa selanjutnya mematikan sambungan teleponnya dengan Edgar. Seketika semua menjadi hening, tak ada yang berani bertanya kecuali Mama.“Mas, ada apa?” tanya Mama yang kini berdiri dan menghampiri Papa yang masih terlihat kesal.“Edgar, dia bilang ....” Papa sempat melirik sekilas ke arahku yang menatapnya, namun dengan cepat ia mengalihkan pandangannya. “Nggak, nanti aja kita bicarakan sama anaknya.”Papa dan Mama akhirnya meninggalkan kami. Mereka menuju ke kamar untuk membicarakan sesuatu. Sungguh, aku benar-benar penasaran dengan apa yang mereka bicarakan. Tatapan Papa tadi seolah-olah mengintimidasiku. Aku yakin, pasti obrolan tadi dengan Edgar ada hu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status