Sedari kecil, Keira suka bermain piano. Ia dan kakaknya sering belajar bersama di rumah dan di sebuah toko jual beli alat musik dekat rumahnya, toko Bluestone milik paman Noir. Kakaknya sangat pandai bermain piano saat itu. Namun, sekarang tidak mungkin karena piano yang berada dirumah telah dihancurkan dan dibuang oleh ayahnya ketika ia masih kecil. Tidak banyak yang Keira ingat, yang dia ingat hanyalah amarah ayahnya yang menggebu-gebu melarang mereka untuk bermain piano lagi. Pun kakaknya yang kini sudah tidak berada dirumah.
Seperti biasa, hari ini Keira ada kelas di kampusnya. Ia harus mulai bersiap dan berangkat ke sana. Waktu tempuh menuju kampusnya hanya 15 menit dengan berjalan kaki.
Setelah Keira sampai di kampus, ia langsung menuju kelasnya dan menempati tempat duduknya. Sekitar lima menit lagi kelasnya akan dimulai. Ruang kelas pun sudah penuh.
“Selamat pagi..” ucap dosen yang tiba-tiba masuk, dan kelaspun dimulai seperti biasa.
Sekarang ini merupakan tahun kedua Keira berada di kampus itu. Sangat menyenangkan baginya menempuh studi disana, meskipun banyak badai dan rintangan yang harus ia lewati sendirian. Keira memang sudah terbiasa melakukan segalanya sendirian, karena memang tidak ada satupun orang yang bisa ia andalkan.
Hari ini kelas keira berakhir dengan lancar. Ia diberi tugas mengaransemen sebuah lagu untuk ujian semester, yang akan diadakan tiga bulan lagi. Tapi disamping hal itu, ia sedikit lega karena lagu yg dipilih oleh dosennya untuk diaransemen adalah lagu yang tidak asing baginya. Canon. Canon adalah salah satu lagu klasik yang sangat terkenal. Lagu tersebut adalah lagu yang paling sering ia mainkan sejak kecil. Banyak memori yang terkandung di dalamnya.
Selesai kuliah, Keira pergi ke tempat paman Noir. Ia bergegas kesana karena bekerja paruh waktu. Meskipun kehidupan Keira sangat amat tercukupi, ia tetap bekerja untuk menghabiskan waktu diluar rumah. Ia sangat benci dengan suasana rumahnya yang sepi serta kedua orangtua yang tidak pernah peduli padanya. Sebisa mungkin ia hanya pulang saat ingin tidur dan mengambil barang saja. Sebenarnya dahulu paman Noir tidak menyetujui rencana Keira yang ingin bekerja paruh waktu ditempatnya, karena paman Noir sangat paham seberapa banyak beban pikiran maupun beban tugas-tugas dari kampus yang harus Keira tanggung. Paman Noir akan senang jika Keira hanya bermain dan melakukan hal apapun di tempatnya, seperti kebiasaannya dari dulu. Namun, Keira tetaplah Keira. Ia selalu keras kepala ingin membantu paman Noir yang bahkan hanya mampu menggaji Keira dengan nominal yang sangat kecil. Namun, memang bukan itu yang Keira cari. Ia hanya ingin membantu paman Noir dan juga ingin menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah saja. Dan akhirnya, paman Noir menyerah lalu membiarkan Keira melakukan hal yang ia mau.
Hari ini hujan gerimis, untung saja Keira membawa payung lipat ditasnya. Ia mulai berjalan dengan sedikit cepat diatas jalanan yang licin namun hati-hati. Saat hampir tiba di toko tersebut, Keira melihat nenek tua penjual buah disebelah toko paman Noir sedang kesusahan mengumpulkan buah tomat yang berserakan di depannya. Sepertinya, keranjang buah tomat tersebut telah terjatuh. Dengan segera Keira melipat payungnya yang basah dan membantu nenek tua tersebut.
“Keira bantu ya nek,” ijin Keira sesaat sebelum ia mulai memungut tomat tersebut.
Saat itu juga nenek langsung berkata, “Terimakasih, kei.” sambil tetap mengambil buah tomat yg berada di bawah.
“Sama-sama nenek madu yang manis legit…” ucap Keira sambil tertawa lebar.
“Kau ini tidak pernah berubah,” ujar nenek madu melihat tingkah Keira.
Dibawah hujan gerimis Keira mengambil beberapa buah yang terlempar agak jauh dari posisi keranjang.
Saat Keira mengambil tomat-tomat tersebut, ada seorang pria yang keluar dari toko paman Noir. Pria itu tinggi dengan memakai kemeja bewarna coklat garis-garis hitam dan memakai topi hitam, sehingga matanya tidak begitu terlihat. Bagian lengannya setengah terlipat. Celana bahan bewarna hitam dan sepatu tali bewarna coklat senada dengan bajunya. Saat ia berjalan keluar dan hendak pergi dari toko paman Noir dengan sedikit kesal, pria itu tak sengaja menginjak dua buah tomat yang ada di depan Keira dengan kaki kanan dan kirinya secara beruntun.
“Apakah aku perlu meminjamkan mataku agar kau bisa melihat dengan jelas? Lihatlah apa yang kau lakukan!!!” semprot Keira dengan nada tertahan agar nenek madu tidak mendengar kegaduhan yang sedang terjadi.
Pria tersebut terlihat masih berkutat dengan dengan sepatunya yang terondai cairan tomat dengan sedikit ampas yang menempel. Ia menarik napas lelah karena selain kesialan yang terjadi pada sepatunya, sepertinya ia akan menghadapi amarah gadis yang ada dihadapannya ini.
“Heii!!!” gertak Keira sekali lagi.
“Ma’afkan aku, aku tidak sengaja. Aku sedang buru-buru tadi sehingga tak sadar menginjak tomat milikmu,” kata pria itu dengan sedikit mendongak agar dapat melihat gadis didepannya ini karena tertutup oleh topi miliknya.
Saat baru saja akan terlihat wajah gadis didepannya, Keira langsung membungkuk dan kembali memunguti tomat-tomat yang berserakan di bawah sambil berkata,
“Terserah kau saja! Minggir! Aku akan mengambil tomat-tomat yang ada di sekitarmu. Kau menghalangiku!”
kekesalan pria itu sedikit teralihkan dengan tingkah dan sifat Keira. Tingkahnya mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang dahulu pernah memakaikan plaster luka pada siku dan lututnya, karena jatuh tersandung balok mainan yang terbuat dari plastik yang ia susun sendiri untuk membuat sebuah benteng-bentengan waktu kecil.
Tapi tak lama pria tersebut langsung pergi dari tempat tragedi tomat itu, karena telah diusir dengan galak oleh Keira.
Akhirnya, selesailah pertarungan Keira dan nenek madu dengan para tomat nakal tersebut. Mereka berdua mengangkat keranjang berisi tomat kedalam toko buah nenek madu untuk segera dibersihkan dan disortir lagi.“Bagaimana kabar Rega, kakakmu kei?” tanya nenek madu.Air muka Keira berubah seketika dan terlihat ada sedikit kesedihan didalamnya.“Seperti biasa nek, tak pernah ada kemajuan dari dulu. Masih di tempat yang sama,” kata Keira dengan matanya mengawang ke arah gedung rumah sakit besar di pusat kota yang dapat terlihat dari tempat ia berdiri saat ini.Keira selalu merindukan sosok kakaknya yang seperti dahulu. Sosok yang selalu menjaga dan membantunya disetiap saat. Yang bisa membuatnya merasa menjadi seseorang yang sangat berharga. Namun apalah dayanya kini, giliran Keira yang menjaga kakaknya. Serta membuatnya merasa menjadi orang yang sangat berharga. Karena memang kakaknya sedang sangat membutuhkan Keira disaat seperti ini.
“Ya.. Kini giliranku,” ucap Keira lirih sambil terus menatap gedung rumah sakit tersebut.
Percakapan yang berlangsung singkat tersebut berakhir dengan kalimat pamit dari Keira untuk masuk ke toko Bluestone dan mulai bekerja.
Keira membuka pintu toko Bluestone yang saat membukanya berbunyi “Tiing..”, karena ada sebuah lonceng kecil yang tergantung di atas pintu. Ia masuk kedalam toko dan langsung menyapa paman Noir. “Selamat sore paman Noir yang paling tampan sejagat alam ghaib serta makhluk-makhluknya!” teriak Keira sambil nyengir kuda. “Astaga Keira, kau kejam sekali mengatai orang tua renta ini dengan sebutan macam itu. Kau ini mau paman sentil retina matanya?” balas paman. “Astaga paman, mohon ampuun… Keira masih ingin melihat wajah tampan jodoh Keira dimasa depan kelak,” ceplos Keira pada paman Noir kesayangannya ini. Paman Noir memang sudah seperti keluarga bagi keira. Sedari kecil paman Noir lah tempat Keira dan kakanya bernaung dari rumahnya. Ia sering sekali mengajari Keira dan kakaknya bermain piano dan juga mengajarkan banyak sekali kebaikan. Mungkin karena pama Noir hidup sendiri sehingga pada saat pertama kali Keira datang bermain kesana paman Noir tampak sang
Pagi hari di akhir pekan ini Keira sudah bersiap untuk pergi ke toko paman Noir. Namun, karena sepagi itu toko belum dibuka, maka Keira pergi ke tempat kakaknya terlebih dahulu. Jika dihari-hari biasa dia pasti datang saat setelah selesai bekerja, namun diakhir pekan Keira datang pagi-pagi sekali untuk bertemu kakaknya. Saat perjalanan menuju rumah sakit di pusat kota yang lumayan dekat dengan rumah Keira, ia menyempatkan untuk membeli bunga di toko bunga langganannya dekat rumah sakit. Toko tersebut memang sudah buka sedari subuh, dan tutup di jam yang sangat larut. Sehingga Keira selalu dapat membeli bunga disana ketika akan menemui kakaknya. Namun, kebiasaan Keira hanya membeli sebatang bunga saja. Yaitu sebatang bunga krisan bewarna ungu. “Permisi!” sapa Keira pada sang penjual yang tampak sedang merangkai beberapa bunga di meja depan toko. “Ahh, seperti biasa nona?” tanya wanita penjual bunga tersebut karena telah hafal dengan apa yang selalu Keira beli
Hari ini adalah hari pertama Keira akan pergi berlatih untuk kontes di yayasan Green Hill. Pagi tadi, paman Moza menghubungi Keira dan memberitahu bahwa orang suruhannya akan menjemput Keira di halte dekat toko pukul enam sore nanti. Halte yang dimaksud memang sangat dekat dengan toko Bluestone, hanya berjarak empat bangunan saja. Halte tersebut berada tepat di depan toko buku yang cukup besar di kota ini. Setelah selesai kuliah, Keira langsung menuju ke toko seperti biasa. Sore ini, ia ingin mulai menyicil untuk mengerjakan tugas mengaransemen lagunya di tempat paman Noir sambil menunggu waktu saat orang yang akan menjemputnya datang. Keira mulai mencoba lagu "Canon" pada bait awal, lalu ia mencoba menekan beberapa tuts untuk sedikit diganti dan ditambah pada barisan melodinya. Beberapa kali ia mengulang bait awal karena dirasa masih belum tepat dan selaras. Kertas partitur Keira pun mulai banyak coretan di barisan paling atasnya. Ia benar-benar ingin membuat aranse
“Paman, kita mau ke mana? Sepertinya sedari tadi kita berjalan tapi tak kunjung sampai, seberapa jauh lagi tempat tujuan kita?” tanya Keira gelisah. “Kita akan ke asrama anak-anak, kei. Letaknya memang di bagian belakang dari bangunan ini. Kita akan pergi berlatih di sana. Sebenarnya, seharusnya kau memang tidak turun dari parkiran depan tadi, akan tetapi melalui jalan memutar lewat gerbang belakang. Namun karena kakek Jo membawa barang-barang untuk persiapan kontes maka kakek Jo harus menaruhnya di aula utama yang berada di samping perpustakaan yang kita lewati tadi. Disanalah sanalah tempat kita akan mengadakan kontes besok,” ujar paman Moza menjelaskan pada Keira. “Ahh jadi begitu, paman. Aku sempat khawatir kita akan tersesat di tempat sebesar ini karena tak kunjung sampai, dan juga tempat ini kenapa terlihat sangat sepi sekali paman?” “Hahahaha.. tidak mungkin lah, Kei. Aku saja sudah hampir dua puluh tahun mengurus tempat ini, tidak mungkin kita tersesa
“Apakah aku perlu meminjamkan mataku agar kau dapat melihat dengan jelas? Lihatlah apa yang kau lakukan!” teriak Keira karena sedikit kaget dan menahan panasnya kopi yang mengenai tangan serta kakinya. Pria itu juga terlihat sangat kaget, lantas langsung menarik tangan Keira menuju kamar mandi untuk membantunya segera menyiram luka dari panasnya kopi yang ia bawa tadi sambil berkata, “Maafkan aku. Aku benar-benar tidak sengaja. Sekali lagi maafkan aku” Keira tak menjawab, ia masih sibuk menyingkap lengan bajunya agar kulitnya segera tersiram dengan air mengalir di kamar mandi. Wajah pria itu tampak khawatir, dengan hati-hati ia membantu Keira untuk menyiram kulitnya dibagian yang terkena kopi dengan air. Untung saja jari-jari Keira selamat, tak terluka sama sekali. Hanya sedikit punggung tangan serta bagian lengannya saja. Bagian kakinya hanya sedikit sekali yang terkena hingga tidak menimbulkan luka berarti. Tiba-tiba paman Moza datan
Paman Moza yang sedari tadi duduk mengawasi latihan mereka bangkit menghampiri. “Hari ini sudah cukup bagus. Kalian hanya harus menguatkan permainan masing-masing dahulu, lalu nanti tinggal menggabungkan dan menyelaraskan permainan kalian saja. Untuk hari ini mari kita akhiri dahulu,” ujar paman Moza dengan senyuman yang menandakan cukup puas akan latihan hari ini. “Baik, paman..” jawab Keira dan Ellish bersamaan. “Permainan mu bagus sekali, Ell. Kau dapat dengan cepat beradaptasi denganku, aku saja cukup kesulitan tadi. Tapi kau malah terlihat sangat rileks dan santai.” “Dulu aku memang sudah terbiasa berkolaborasi dengan paman Moza. Tapi permainan mu tadi juga tidak buruk, kak..” kata Ellish. “Keira, kau ikutlah makan malam bersama kami sekalian di sini. Kau pasti juga lapar karena belum makan malam, kan?” ajak paman Moza pada Keira. “Baiklah, paman. Terimakasih,” ucap Keira yang memang belum makan malam dan merasa bahwa cacing
“Sudah? Mari.. akan segera ku antar kau pulang. Ini sudah larut,” ajak Sean lalu berjalan mendekati Keira dengan gaya sok kerennya. “Iya.. sebentar,” ucap Keira sambil turun dari ranjang anak-anak dengan sangat perlahan, agar mereka tidak terbangun karena pergerakan Keira. Mereka berjalan bersama, keluar dari asrama menuju ke parkiran belakang. Untuk pergi ke tempat itu mereka harus melewati sebuah lorong yang sedikit gelap, mungkin karena lampunya ada beberapa yang mati karena rusak. Di yayasan itu di setiap sisinya selalu terang, hanya bagian itu saja yang tergelap. Saat mereka sudah keluar dari bangunan, tempat itupun juga minim penerangan. Entah mengapa, di tempat seperti ini malah banyak lampu yang rusak. Di sekitar parkiran itu terdapat banyak sekali pepohonan yang mengitari, dan juga semak-semak yang sedikit rimbun. Tepat sebelum mereka memasuki area parkiran, tiba-tiba ada suara seperti pergerakan seseorang di balik semak-semak dekat mereka. M
Mereka tiba di rumah sakit. Keira menuruni motor sambil membuka helm yang dipakainya tadi lalu memberikannya pada Sean. “Terimakasih banyak karena telah mengantarkanku sampai ke sini dengan selamat.” “Sama-sama gadis tomat. Tapi omong-omong suaramu tadi lumayan,” kata Sean sambil menggantungkan helm yang diberikan Keira tadi ke jok bagian depan. “Kau tidak perlu meledekku seperti itu, aku bisa sadar diri kok. Dan ya, untuk sebutan gadis tomat itu, lumayan lucu. Aku hampir saja tertawa lagi karena kau hari ini,” kata Keira dengan ekspresi yang entah, sangat sulit diartikan oleh Sean. “Aku serius, suaramu sama sekali tidak buruk. Dan lagu tadi,.. apa judulnya?” tanya Sean yang penasaran karena merasa seperti pernah mendengarnya sebelumnya. “Terima kasih, judul lagunya Yesterday-The Beatles. Aku pergi dulu,” jawab Keira dengan tersenyum tipis sebelum akhirnya benar-benar melangkah pergi. Keira berjalan masuk menuju dalam rumah sa