Share

L.A.M - 5

Senja ini Kinan berdiri di sebuah cermin panjangnya. Ia melihat perawakannya sendiri yang sudah lengkap dengan dandanan sederhana namun manis. Rok batik A-line berwarna mix pastel di bawah lutut dan baju putih lengan panjang.

Kedua perpaduan itu membuat kulitnya tampak bersinar dan cantik. Namun Kinan tak menyadari hal itu.

Ia mengembuskan napas rendah dirinya. “Mau dandan secantik apa aku tetap nggak cantik,” batinnya bersedih.

Telinga Kinan kemudian mendengarkan suara panggilan dari luar kamar. Pertanda ia harus segera keluar dari dalam kamarnya. Sudah pasti Rita memanggilnya.

Selama ia berjalan menuju pintu, ia pun mendengar bunyi yang semakin mendekati rumahnya.

Brum brum

Ia pun membuka pintu dengan sedikit rasa heran. Mungkin mamanya sedang akan menerima tamu.

“Ma, aku pergi ya? Aku nggak mau ganggu mama kalau ada tamu. Malas juga ketemu tamu mama,” ucapnya pada Rita yang duduk di ruang TV.

Kinan berjalan menuju ke pintu samping perbatasan antara ruang TV dan garasi. Ia bersiap menggunakan sepatu sneakersnya sebelum memanaskan motor.

Setelah itu Rita juga terkesiap ketika ada bunyi pintu terketuk berkali-kali.

“Lho?!” kejutnya ketika melihat bayangan seorang pria di balik jendela. Ia pun segera membuka pintu rumahnya. “Alan?”

“Kinan ada, Tante?”

Rita membolak-balikkan kepalanya sendiri ke arah yang berbeda. “Katanya Kinan mau berangkat sendiri?!”

Alan tersenyum pahit. “Tadi mama yang suruh aku jemput Kinan sekalian, Tante.”

“Kinaaan?”

“Iya, Maaa! Bentar, baru mau manasin motor,” imbuh Kinan sembari berteriak kencang agar terdengar oleh mamanya yang ada di ruang berbeda.

“Haduh, anak itu pasti nggak dengar ada kamu di sini,” bisik Rita. Lalu ia menyusul Kinan yang sudah berada di garasi.

“Kinan? Kamu sudah dijemput Alan di depan tuh?”

NGEEENG!

“Eh!” jeritnya Kinan.

Saking kagetnya, Kinan menarik gas motornya terlalu semangat. Untung saja dia kontan reflek menarik tuas remnya.

“Aduh, Kinaaan! Hati-hati makanya.”

“Ya, maaf, Ma. Kinan kaget. Mmm … yang suara motor tadi, Ma?”

Rita mengangguk seiring memejamkan matanya. “Iya. Cepat sana.”

Kinan segera mematikan mesin motornya dan melangkah menuju tempat di mana Alan menunggu. Sesuai arahan mamanya tadi.

“Ehm, Mas?” panggiln Kinan dari belakang Alan.

Alan menoleh ke belakang langsung. Entah bagaimana matanya langsung bertemu dengan kedua mata Kinan.

Mata Kinan bagus juga.

Selama tiga detik itu juga mata Alan tidak berkedip.

Apa ini? Aku tidak boleh begini.

Alan sontak membuang muka setelah menyadari apa yang dipandang oleh matanya ini terlalu membutakan dirinya.

“Ayo cepat, udah ditunggu mama di rumah,” katanya sembari memakai helm full-face-nya.

Kinan kemudian mengekori Alan menuju motornya yang ia taruh di depan pagar rumah.

“Aduh!” keluh Kinan.

Alan yang sudah menyalakan motornya menoleh ke sumber suara wanita itu.

“Makanya kalau jalan pake mata!” cibir Alan pada Kinan setelah ia tersandung. Entah tersandung apa, Alan tak peduli.

Kinan kemudia berdiri di samping motor cowok itu. “Kalau jalan ya pake kaki, lah! Masa jalan pake mata,” cercanya balik.

Alan tidak menjawab. Kinan juga langsung naik motor itu.

Selang berapa lama, mereka pun tiba di rumah Vina.

Jangan berharap di jalan ada adegan Alan mengerem mendadak sehingga Kinan memeluknya ya! Karena sungguh mustahil untuk Alan membuat ide seperti itu.

Vina pun menyambut Kinan dan mempersilakannya untuk masuk.

Karena Alan baru saja pulang bekerja dari Jogja, ia pun langsung masuk ke kamar mandi.

Kinan membuntuti Vina menuju dapur.

“Lho? Kok ikut mama? Kamu tunggu saja di kamar Alan. Nanti jam 6 baru turun ke bawah buat makan malam. Papa juga belum datang, kok,” ucap Vina.

“Mbak tolong antar Kinan ke kamar Alan, ya?”

Mawar — ART di rumah Vina, mengantar Kinan ke lantai dua. Di mana letak kamar Alan berada.

Tunggu sebentar! Kok sudah disuruh masuk kamar Alan? Padahal kan mereka belum sah menikah!

“Mbak, aku beneran nunggu di sini?”

Mawar membalas. “Iya, nggak apa-apa, Mbak. Mas Alan biasanya di kamar tamu. Lebih bersih katanya.”

Kinan menganggukkan kepala paham. “Ohh, iya. Makasih ya, Mbak.”

“Saya tinggal ya, Mbak.”

Mawar kemudian menutup pintu kamar. Meninggalkan Kinan dalam ruangan dengan lampu temaram.

Kinan berdecak bingung. Ia pun melihat ke seluruh penjuru ruangan.

Perhatiannya tercuri oleh suatu benda yang sepertinya ia kenal. Bantal berbentuk bola dengan warna putih dan hitam yang terletak di pojok tempat tidur.

Kinan mendekati benda tersebut dan mengambilnya secara perlahan. “Ternyata masih disimpan sama dia,” ucapnya pelan.

KLIK!

Apa itu!? Kinan memelototkan kedua matanya. Ia merasa tegang karena mendengar pintu terbuka.

Kinan langsung membalikkan badannya menghadap pintu.

“Aaa!”

“Ssst!”

Alan kontan membungkam mulut Kinan dari depan dengan satu tangannya.

Bagaimana Kinan tidak kaget? Ia melihat Alan dengan tubuhnya yang hanya dibalut oleh handuk setengah badan saja.

“Jangan teriak lagi,” ucap Alan seiring melepaskan tangan itu dari wajah mungil Kinan.

Kinan mengangguk ragu. Terlalu gamang apabila harus memandang badan yang masih tak halal baginya itu.

“Apa itu?” Alan menunjuk sesuatu yang dibawa Kinan di tangan belakangnya.

“Mmm ….” Kinan tak menjawab.

Alan langsung menyambar bantal bola tadi. “Oh, ini. Aku hampir lupa kalau punya bantal ini.”

Astaga! Sakit hati Kinan mendengar itu!

“Lupa?”

“Iya, lupa. Kado dari kamu jaman SMA, kan!?” Alan menjawab dengan agak bernada sombong.

Kinan tersenyum miris. “Kata Mbak Mawar, kamu sukanya di kamar tamu? Kok masuk sini?”

Alan melempar bantal itu kembali ke ranjangnya. “Mau ambil baju doang.”

Ia pun membuka lemari pakaian dan mengambil kaus abu-abunyan dan hendak keluar dari kamar.

Namun sedetik sebelum membuka pintu, ia berhenti.

Tak tahu apa yang terlintas di benaknya, Alan langsung berjalan cepat dan berhenti di depan Kinan dengan gagahnya.

Alan memandangi kedua mata cokelat Kinan yang sedari tadi mencuri atensinya. Wajah polos Kinan yang memandangnya balik sungguh membuat Alan ingin menciumnya.

Kedua wajah mereka sudah lekat. Hingga Kinan memejamkan mata. Merasakan kedua napas deru mereka saling bertemu.

Jemari-jemari Kinan sudah berkeringat dingin ketika merasakan kulit wajah Alan yang semakin mendekati wajahnya.

DEG! DEG! DEG!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status