Share

Mulai Akrab

Keesokan harinya, saat Alea baru aja selesai mandi dan sarapan pagi, tiba-tiba ia kedatangan tamu yang tak terduga. Parahnya ia di rumah cuma bareng bibi, karena ayah dan bundannya tengah keluar. Dan sudah berangkat tadi jam tujuh.

“Ada apa?” tanya Alea melihat Fahri yang tengah berdiri di depan pintu.

“Mami sama Papi aku nyuruh aku ke sini, aku bingung,” jawab Fahri, pasalnya ia juga ada janji dengan Nabila. Tapi ia takut, takut jika mami dan papinya memata-matai dirinya, hingga mau gak mau ia pun mengikuti kemauan mereka.

“Iya sudah, masuk,” jawab Alea, ia tau bahwa kedatangan Fahri ke sini sudah direncanakan oleh kedua orang tuanya. Mana mungkin mereka pergi jam segini dan secara kebetulan, Fahri juga datang ke sini, di saat mereka keluar. Bukankah ini seperti sudah di rencanakan oleh kedua orang tua mereka.

Fahri pun masuk ke dalam rumah sambil mengucap salam, Alea pun menjawab salam Fahri.

Lalu Fahri duduk di kursi yang ada di ruang tamu.

“Bentar ya,” ucap Alea dan Fahri pun menganggukkan kepala. Lalu Alea pergi ke dapur dan meminta Bibi Siti membuatkan minuman dan mengantarkannya ke ruang tamu. Setelah itu, barulah Alea pergi ke kamarnya untuk mengambil Hpnya. Lalu ia pun kembali ke ruang tamu.

“Iya sudah kita di sini aja berdua. Gak usah mikir macem-macem,” ujar Alea sambil duduk dan memainkan hpnya.

“Lagian siapa juga yang mau macem-macem,” sindir Fahri tak terima, kalau bukan karena orang tuanya, ia juga ogah datang ke rumah Alea.

Akhirnya, Alea dan Fahri pun hanya sibuk main dengan hpnya masing-masing. Tak ada yang buka suara, semuanya saling diam.

Hingga Bibi Siti datang membawa nampan berisi dua jus apel. Lalu menarunya di meja. “Silahkan di minum, Tuan,” ucap Bibi Siti ramah.

“Iya, Bi. Makasih ya,” tutur Fahri tak kalah ramahnya. Bibi pun menganggukkan kepala sambil tersenyum, lalu ia pun izin kembali ke dapur karena masih ada banyak pekerjaan yang harus ia kerjakan.

“Kamu cuma diam di rumah seharian?” tanya Fahri mengajak Alea bicara, sedangkan tangannya sibuk chatan dengan Nabila.

“Iyalah, emang mau ngapain lagi. Sejak lulus kuliah, kerjaanku ya rebahan di rumah sambil main laptop dan Hp,” jawab Alea, ia emang kerjanya cuma rebahan sama main hp, kadang laptop karena ia harus ngetik cerita siang dan malam biar bisa menghasilkan banyak uang dan bisa berbagi dengan yang lain. Ia juga harus nabung agar bisa menghidupi diri sendiri, walaupun setip bulannya, ia juga mendapatkan uang dari sang Ayah.

“Oh enak banget ya,” ujar Fahri.

“Iya, mau gimana lagi. Aku kan juga baru lulus kuliah dan pengen istirahat sebentar sebelum lanjut kuliah S2,” ucapnya.

“Kamu mau kuliah lagi?” tanya Fahri kaget.

“Iya, tenang aja kok. Aku kuliah pakai uangku sendiri, jadi gak perlu merasa terbebani,” jawab Alea.

“Orang tua kamu sudah tau, kalau kamu mau lanjut kuliah lagi?” tanyanya.

“Enggak, kan nanti setelah aku nikah, aku jadi tanggung jawab kamu. Jadi aku bebas melakukan apapun selagi kamu memberiku izin. Gak papakan?” tanya Alea dan Fahri pun menganggukkan kepala.

“Enggak papa, kok. Nanti aku akan bantu kamu bayar uang kuliahnya. Yang penting jangan minta sama ayah lagi, aku malu,” sahutnya.

“Aku gak akan minta sama Ayah, ataupun sama kamu, Mas. Aku akan kuliah pakai uang aku sendiri,”

“Tapi kan kamu gak kerja,” ujarnya.

“Gak kerja, bukan berarti gak ada uang, Mas.”

“Terus dari mana? Atau kamu punya tabungan yang banyak?” tanyanya kepo.

“Ya, aku punya tabungan.”

“Ya sudah tabungan kamu simpen, dan masalah biaya hidup kamu nanti dan masalah kuliah, aku yang nanggung, gak boleh protes, atau aku gak akan mengizinkan kamu kuliah S2,” ucapnya.  Awalnya ia merasa senang kalau Alea bisa membiayai biaya hidupnya sendiri dan kuliahnya sendiri. Tapi sebagai laki-laki dan kepala rumah tangga, ia pasti akan merasa harga dirinya di injak-injak, jika ia membiarkan Alea menanggung semuanya sendirian.

“Tapi, gimana dengan pacar Mas Fahri? Belum lagi Mas Fahri juga kan harus nabung buat diri Mas Fahri sendiri,”

“Itu urusan aku,” jawab Fahri dan Alea pun hanya cemberut, bukan apa-apa ia menolak bantuan dari Fahri, masalahnya ini kan seperti pernikahan bohongan. Lagian nantinya walaupun ia dan Fahri menikah, ia dan Fahri akan pisah kamar dan tak akan melakukan hubungan layaknya suami istri.

Dan ia juga gak mau punya hutang budi sama calon suaminya itu.

“Misal aku bilang, aku punya penghasilan setiap bulan, apa Mas Fahri percaya?” tanyanya.

“Maksudnya?” tanya Fahri bingung.

“Kalau aku bilang, aku punya pendapatan tiap bulannya sebesar seratus lima puluh juta sampai dua ratus juta perbulan, apa Mas Fahri akan percaya,” ucap Alea hati-hati.

“Kamu itu jangan ngaco deh,” sindir Fahri ketawa.

“Kamunya aja pengangguran kayak gini, jika pun kamu punya uang pasti di kasih Ayah kamu, kan? Lalu mana mungkin kamu dapat pendapatan segitu tiap bulannya?” tanya Fahri tak percaya.

“Tapi aku gak bohong, aku punya penghasilan segitu dari aku menulis novel,” akhirnya Alea pun mengakui pekerjaan yang ia sembunyikan dari orang lain.

“Kamu seorang penulis?” tanya Fahri dan Alea pun menganggukkan kepalanya.

“Iya,”

“Mana buktinya?” tanya Fahri dan Alea pun menunjukkan pendapatan yang masuk setiap bulannya dari beberapa aplikasi. Fahri yang melihat hal itu pun merasa tercengang. Sungguh ia tak percaya jika penghasilan Alea bahkan enam kali lipat sampai delapan kali lipat gaji dirinya sebagai seorang manajer di sebuah bank.

“Ya Allah, ini mah kamunya bukan pengangguran. Kamu emang kerja di rumah dan pendapatan kamu sangat fantastis,” ujar Fahri sambil menatap Alea.

“Makanya jangan remehin aku hehe. Tapi Mas Fahri gak boleh ngomong sama siapa-siapa ya, tentang hal ini. Soalnya ini rahasia,” ucap Alea dan Fahri pun menganggukkan kepala.

“Dan aku mohon, biarkan masalah hidup aku dan kuliah aku, aku yang menanggung sendiri. Mas Fahri fokus sama kehidupan Mas Fahri sendiri, soalnya aku gak mau punya hutang budi sama Mas Fahri. Dan lagi, pernikahan kita ini kan gak selamanya. Pada akhirnya, kita akan berpisah dan hidup dengan kekasih kita masing-masing,” ujar Alea menjelaskan.

“Baiklah kalau gitu. Tapi jangan bilang kalau aku suami tak bertanggung jawab loh ya, kamu sendiri yang menolak pemberian aku, padahal aku sudah ada niat buat bantu biaya hidup kamu dan kuliah kamu,”

“Iya, aku janji. Lagian Mas Fahri kan harus nabung, bagaimanapun setelah kita cerai nantinya. Mas Fahri akan menikah dengan Kak Nabila. Pasti butuh biaya yang tak sedikit,” tutur Alea.

“Iya, makasih ya. Sudah mau mengerti aku. Aku senang karena akhirnya kita bisa kerjasama kayak gini. Andai tak ada perjodohan ini, aku pasti akan menganggap kamu sebagai adik aku sendiri,”

“Aku senang jika Mas Fahri menganggap aku sebagai seorang adik, karena sudah lama aku ingin punya kakak laki-laki,”

“Kalau gitu anggaplah aku ini kakak kamu sendiri,”

“Hehe iya.”

“Bagaimana hubungan kamu dan pacar mu?” tanya Fahri.

“Kemarin Kak Arga minta ketemuan dengan kedua orang tua aku tapi aku mencegahnya. Sebenarnya sih aku kasihan, dulu saat Kak Arga minta bertemu, aku menolak karena waktu itu aku masih kuliah. Ayah dan Bunda melarang aku pacaran. Sekarang aku menolaknya karena aku sudah di jodohkan,” ujar Alea sedih.

“Kasihan,”

“Iya, aku juga kasihan sama nasib percintaan kita. Miris rasanya, hanya demi kemauan orang tua, kita harus terjebak seperti ini,” tutur Alea menghembuskan nafas kasar.

“Ya, andai mereka mau mengerti. Aku pasti bisa menikah dengan Nabila dan kamu pasti bisa menikah dengan Argamu itu,”

“Ya, sayangnya mereka tak mau mengerti perasaan kita,” ucap Alea dengan wajah sendu.

“Ya sudahlah, mungkin emang nasib kita kayak gini. Semoga aja kedepannya, kita bisa menemukan kebahagiaan kita masing-masing,”

“Aamiin.”

Alea dan Fahri pun terlihat akrab, mereka juga sudah tak lagi merasa canggung. Bahkan keduanya mulai merasa nyaman satu sama lain, mungkin karena mereka mempunyai nasib yang sama.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status