Share

Love Breaking Contract
Love Breaking Contract
Author: La Rêveuse

1. Bukankah Ini Kamar 720?

Satu.. Dua.. Tiga..

Sudah berapa lantai berhasil kulalui dengan tangga darurat ini? Ah sial, sepatu high heels 9 centimeter Marc Jacobs ini memang sangat cantik, tapi sama sekali tidak membantuku untuk menuruni tangga dengan lebih cepat!

Segera kulihat papan nomor akrilik berwarna hijau dekat pintu darurat menunjukkan angka 701-720.

Bagus, lantai di mana kamarku berada.

Aku harus segera menemukan kamarku karena aku sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi. Perutku yang kampungan ini memang tidak bisa mentolelir santapan ikan mentah. Tiga suap raw fish Hors d'eouvres yang dipaksakan oleh atasanku langsung, Direktur Jasc EO, cukup membuat perutku langsung bergejolak. Untung aku masih sempat melihat acara yang kuatur sendiri itu selesai dengan sempurna.

Aku terengah-tengah sambil meringis kesakitan menahan sakit di perutku. Tanpa pikir panjang, kubuka pintu kamarku yang ternyata tidak tertutup sempurna karena terganjal linen keset hotel yang tebal.

Apakah tadi pagi aku begitu buru-buru sampai lupa memastikan pintu tertutup dengan benar?

Entahlah, aku tidak sanggup berpikir lagi. Dengan tergesa-gesa aku menjangkau pintu kamar mandi yang terletak dekat dengan pintu masuk.

“Ah, lega,” aku menghela nafas lega sambil menekan tombol flush di kloset duduk setelah menuruti panggilan alamku. Sungguh merepotkan jika tidak mau menggunakan toilet area umum sepertiku.

Sayup-sayup terdengar suara orang bertengkar.

Astaga, apakah sistem kedap suara di Hotel Grand Luxy memang seburuk ini? Padahal ini adalah hotel bintang lima yang sangat mewah, mungkinkah suara dari koridor bisa terdengar sampai ke dalam kamar mandi di dalam kamar?

Suara itu terdengar semakin jelas.

Ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Lampu di kamar mandi ini menyala terang, padahal tadi aku tidak merasa meletakkan power key card ke power slot. Apakah tadi aku juga lupa mengambil kunci kamar sebelum naik ke ballroom? 

Aku mengibas-ibaskan tangan setelah mencuci tangan di wastafel. “Entahlah, aku harus segera kembali ke ballroom. Event Director sudah seharusnya ada di tempat, bukan?” Kataku pada diri sendiri, mengabaikan suara-suara dari balik dinding.

Aku baru akan mengarahkan kakiku menuju pintu ketika terdengar seseorang menggedor-gedor pintu kamar mandi dari luar.

Brak.. Brak.. Brak..

Aku kebingungan. Siapa yang bisa masuk ke kamarku? Apakah lagi-lagi aku tidak menutup pintu dengan benar?

“Hei, keluar! Aku tahu ada orang di dalam. Keluar!” Teriak seseorang dari balik pintu.

Masih kebingungan, aku membuka pintu karena merasa tertantang. Jika ada orang yang bisa menerobos masuk ke kamarku, aku harus mengajukan komplain.

Lagi pula atasanku adalah putri pemilik hotel ini.

“Berani-beraninya Anda…,” kata-kataku terputus ketika melihat sosok pria begitu aku membuka pintu kamar mandi.

Di depan mataku, terpampang sebuah dada bidang mulus yang membuatku menelan ludah. Aku mengerjapkan mata beberapa kali sebelum mendongak untuk melihat wajah si empunya dada bidang ini.

Rahang tegas, wajah khas pria asia yang tampan, kulit putih mulus, dan rambut yang dibiarkan sedikit panjang terurai berantakan.

Aku mengerjapkan mata sekali lagi.

“Bagaimana kau bisa masuk ke sini? Siapa kau?!” Cecar pria berwajah tampan di depanku ini.

“Ah..,” aku menggeleng-gelengkan kepala untuk mengembalikan kesadaran. “Bukankah seharusnya saya yang bertanya kepada Anda? Bagaimana Anda bisa masuk ke kamar saya?” Aku balas menuntut jawaban dari orang ini, menghiraukan betapa aku ingin meletakkan tangan di dadanya.

Hentikan pikiran mesum itu, Fiona!

“F*ck!” Orang itu memaki sambil memegang kepalanya. Seolah-olah kesabarannya sudah habis.

“Aldo! Berani-beraninya kau meninggalkan aku sendiri..,” seru seseorang yang tiba-tiba muncul dari dalam kamar. Seorang wanita ber-make up tebal dan.. hanya memakai kain putih—yang kuduga adalah sprei—yang dililitkan dengan asal-asalan di sekeliling tubuhnya. Meskipun begitu, aku masih bisa melihat lekuk tubuhnya yang sintal.

Ups.. Apakah sedang ada semacam pesta telanjang di sini?

“Siapa kau?” Tuntut wanita itu sambil menunjukku dengan jarinya yang memakai cat kuku berwarna merah.

Aku tidak bisa berkata-kata saking kagetnya.

“Kalian..” kata pria itu masih sambil memegang kepalanya. “Kalian pasti orang-orang suruhan Jasmine,” lanjutnya.

“Aldo..," kata wanita itu menggelengkan kepalanya. "Jasmine memang temanku, tapi seharusnya kau tahu kalau aku juga memang menyukaimu,” kata wanita itu sambil berkacak pinggang. “Bukankah kau juga menyukaiku? Setidaknya setelah melihat tubuhku tadi?”

Wanita itu benar-benar percaya diri dengan tubuhnya. Mataku tertuju pada dadanya yang menonjol seperti buah melon di balik lapisan tipis kain sprei.

Aku berganti mengarahkan pandang kepada pria yang ada di hadapanku. Wajahnya semakin terlihat murka.

“Lalu, kau sendiri siapa?” kata pria itu sambil melihatku dengan wajah marahnya.

“Saya..” aku masih berusaha mengembalikan diri dari keterkejutanku tadi. “Saya menginap di kamar ini!” Seruku membela diri.

“Apa??” Jawab orang itu tidak percaya. “Berbohonglah dengan lebih baik. Aku tinggal di kamar ini sudah lebih dari setahun yang lalu!”

“Apa? Bukankah ini kamar nomor 720?” Jawabku bingung.

“Hah!” Orang itu mendengus tidak percaya. “Ini kamar nomor 702. Walaupun begitu, bagaimana caranya kau masuk ke kamar ini, hah?!” Tuntut orang itu.

Aku kebingungan. Aku menundukkan kepala untuk berpikir. Saat itulah aku melihat bagian tubuh bagian bawah dari pria yang sedari tadi berdiri di depanku.

Boxer. Dia hanya mengenakan boxer ketat berwarna hitam.

“Kyaa!!” Teriakku sambil refleks mendorong dada bidang pria itu yang membuatnya jatuh terduduk dengan wajah terkejut.

“Ah, maaf! Saya tidak sengaja, itu hanya refleks. Soalnya Anda hanya mengenakan.. Um..,” aku tidak mampu menyelesaikan kata-kataku.

“Hei, kau ini tidak sopan!” Teriak wanita itu.

“Maaf, saya benar-benar tidak sengaja,” kataku sambil melangkahkan kaki melewati pintu kamar mandi.

Pria itu mengangkat tubuhnya, aku membuang muka agar tidak melihat “benda” besar yang menempel pada tubuhnya.

“Ehem,” aku mengedarkan pandang ke sekitar ruangan agar mataku berhenti menatap milik pria itu. Kamar ini jauh lebih luas daripada kamar yang semalam kutempati. Kamar yang diperuntukkan bagi karyawan Jasc EO sambil begadang menyiapkan event besar di ballroom hotel ini.

Seketika aku menyadari sesuatu. Ini bukanlah kamarku.

“Ma.. Maaf. Sepertinya saya memang salah masuk kamar,” kataku terbata-bata. “Saya terburu-buru karena hendak ke kamar kecil. Sepertinya saya tidak melihat nomor kamar dengan benar dan kebetulan pintunya tidak tertutup sempurna.”

“Omong kosong!” Kata pria itu dengan keras. Kemudian menarik tangan wanita itu. “Keluar kalian semua!”

Pria yang tadi kudengar dipanggil Aldo itu mendorong kami keluar pintu.

Aku dengan cepat membuka pintu kemudian keluar kamar dengan sendirinya. Sedangkan wanita itu masih berteriak-teriak tidak terima. Hingga pintu kamar sudah ditutup, wanita itu masih menggedor-gedor pintu kamar hanya dengan balutan sprei menutupi tubuhnya.

Aku berjalan cepat menuju lantai paling atas tempat acara yang diadakan perusahaanku berada. Setelah acara selesai, direktur akan sekalian mengumumkan promosi jabatan untukku. Tentu aku harus kembali cepat-cepat!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status