Share

Love Is Complicated
Love Is Complicated
Penulis: Feroza

Prolog: Putus

Roseletta Lee, wanita yang berkebangsaan Ukraina yang mengikuti program pertukaran pelajar internasional lima tahun lalu. Sebuah kesialan yang membawa keberuntungan. Indonesia bukan negara yang ingin ditujunya namun karena paksaan orang tuanya –yang memiliki mitra bisnis yang cukup banyak yang berasal dari Indonesia. Rose terpaksa menurut saja. 

Lynn Meinen menjadi teman pertama Rose di universitas tersebut, keduanya menjadi lebih akrab. Awalnya, Rose merasa tak yakin bisa berteman dengan Lynn. Perawakan Lynn tampak bagai mahasiswi nakal, rambut berwarna-warni yang digonta-ganti tiap akhir bulan. Tampak mengerikan. Namun, nyatanya Lynn benar-benar gadis yang hangat, ceria, dan paling mudah mencairkan suasana canggung.

Sebuah kesalahan fatal Lynn yang memperkenalkan Rose pada Steve. Apa yang terjadi? Steve jatuh cinta pada pandang pertama dengan Rose, bukan karena perawakan cantik Rose melainkan apa yang ada dalam diri Rose memenuhi kriteria wanita yang dicari Steve. Sederhana, anggun, senyumnya menenangkan, lesung pipi di kedua pipi Rose tampak sangat manis saat tersenyum dan manik mata abu-abu Rose membuat Steve hanyut.

Hanya butuh sebulan, Rose dan Steve menjalin hubungan kekasih dan itu adalah penyesalan terbesar Lynn. 

Lynn jatuh cinta dengan sahabatnya sendiri, mungkin karena selalu bersama-sama, Steve Robinson memorak-porandakan hati Lynn. Semenjak Steve dan Rose menjadi kekasih, Lynn mengubur dalam perasaannya. Namun justru membangkitkan luka di dadanya. Pelan-pelan kian dalam dan menganga.

***

"Apa kau tuli? Kubilang lepaskan!!" Wanita itu meronta hendak dilepaskan namun cengkeraman lelaki itu kian menguat.

Dia adalah Roseletta Lee, menatap garang Steve Robinson yang mencengkram pergelangan tangannya.

"Jangan tinggalkan aku, Rose!" pinta Steve memohon di hadapan Rose. Tatapan sendu Steve tak meluluhkan hati Rose, justru wanita itu kian diselubungi emosi.

"Apa kau tak mengerti ucapanku barusan, huh? Lepaskan, Steve!" teriak Rose sekuat tenaga berusaha melepas tangannya. 

Memalukan, tapi kata hina itu sudah tak dipedulikan Steve. Dia tak peduli dengan tatapan orang-orang yang berlalu lalang. Bahkan, sebagian orang dengan lantang mengatainya pria tak tahu malu, pengemis cinta.

Pengemis cinta? Ya, Steve memang mengemis cinta Rose saat ini. Satu hal yang tak dipahami Steve, Rose tiba-tiba menjadi wanita ganas bahkan dalam kurung waktu yang sangat sempit. Kemarin, keduanya masih bercumbu mesra, menorehkan janji-janji manis untuk kehidupan keduanya ke depan. Namun, hari ini ... entah apa yang semesta inginkan.

Plak

"Aku sudah memperingatimu berkali-kali," ujar Rose menarik tangannya. Pergelangan tangannya memerah.

Steve terduduk, tak menyangka perlakuan Rose barusan. Steve tahu, Rose benci dengan kekerasan. Namun, apa yang barusan dia dapatkan? Bagaimana mungkin tamparan telapak tangan mungilnya terasa sangat perih di wajahnya.

"Jangan coba mencariku, aku tentu tak segan akan membunuhmu!"

Rose berbalik menarik kopernya menuju pesawat yang sebentar lagi akan lepas landas. Bahkan, Rose tak berbalik sedikitpun ke arah Steve. Segitu bencinya Rose padaku? pikir Steve. Lututnya seketika melemas menyaksikan pesawat Rose lepas landas, membelah angkasa, meninggalkan retak di hati Steve. 

Beberapa meter dari keduanya, Lynn Meinen menyaksikan segalanya. Rintik-rintik air matanya jatuh satu persatu. Hatinya juga retak, Lynn Meinen menaruh rasa untuk Steve entah sejak kapan. Lynn mencintai Steve. Namun pria itu justru mencintai wanita lain.

Lynn mengikhlaskan perasaannya, turut bahagia saat Rose menyandang status sebagai kekasih Steve. Lynn bahagia jika Steve bahagia walau tak dipungkiri hatinya sering kali terasa sesak. Namun, hari ini, kisah percintaan Steve dan Rose kandas setelah 3 tahun lamanya tanpa adanya alasan jelas dibalik putusnya keduanya. Hari ini menjadi misteri besar bagi Steve dan Lynn. Tak ada yang tahu alasan Rose memutuskan Steve tiba-tiba.

Lynn berlari memeluk pria itu, direngkuhnya tubuh bergetar Steve. Hati Lynn sungguh sakit, melihat lelaki yang dicintainya kini menangis. Dia bagai pria lemah. Beberapa orang terang-terangan mengatainya pria banci yang menangis bahkan ada beberapa yang memotretnya. Lynn menyembunyikan wajah Steve dalam dekapannya. Setidaknya kesedihannya hari ini bukan untuk dipertontonkan publik atau sedang mencari sensasi layaknya artis. 

Pandangan Steve kosong menatap pohon-pohon yang berlalu. Sesekali, Lynn meliriknya. Lynn tengah menyetir, dia tak mungkin membiarkan Steve menyetir dalam perasaan kalutnya. Lynn hendak mampir di sebuah restoran tahu bahwa Steve belum makan sedari pagi. Namun, Steve menolaknya mentah-mentah. Lynn menghela napas, menuruti kemauan Steve. Steve langsung keluar dari mobil Lynn, berjalan tunduk memasuki rumahnya. Air mata Lynn mulai berjatuhan yang segera diusapnya lalu menyusul Steve.

"Steve ...," panggil Lynn lesu.

"Tinggalkan aku sendiri!" balas Steve seraya menutup pintu kamarnya. Lynn terdiam di tempatnya, menatap pintu kamar Steve, berbalik menjauh membawa pulang retak di hatinya.

Esoknya, Lynn kembali berkunjung ke rumah Steve dengan menenteng dua kantong besar. Lynn mengetuk pintu kamar Steve bahkan memanggil namanya namun tak ada sahutan. Lynn khawatir, takut jika Steve melakukan hal yang berbahaya pada dirinya sendiri. Lynn memejamkan matanya menjauhkan segala praduga negatifnya. Lynn kembali mengatur beberapa makanan siap saji di lemari Steve, memasukkan botol-botol minuman dalam kulkas, meletakkan roti dengan selai di meja, barangkali Steve akan keluar kamar. Lynn sesekali melirik kamar Steve, tetap tertutup rapat. 

Seminggu berlalu, Steve bahkan tak pernah menampakkan batang hidungnya sedikitpun. Namun, makanan yang disediakan Lynn beberapa hari lalu sudah berkurang. Lynn tersenyum sekilas, mengeluarkan barang belanjaannya dan mulai menyusunnya.

"Steve ...." Lynn terpaku sebentar mengamati Steve, ini pertemuan pertama mereka setelah peristiwa nahas itu. Steve tersenyum samar, menyambar sekaleng minuman soda yang masih berada dalam kantongan satunya.

"Maafkan aku, Lynn," ujarnya pelan.

Lynn hanya mengangguk sembari melanjutkan menyusun kaleng-kaleng soda di kulkas. Otak Lynn berkelana, dalam rangka apa Steve berujar maaf padanya. Namun, Lynn tak mengambil pusing hal itu. Lynn mengambil kaleng soda, ikut duduk dihadapan Steve.

"Bagaimana perasaanmu?" Lynn menyelisik ke dalam matanya yang kosong.

"Sedikit lebih baik," balas Steve pelan. 

Lynn mengamati rupa Steve, kantung mata terhias di wajahnya, rambutnya terlihat lebih berantakan dibanding terakhir kalinya, mukanya lebih tirus. Lynn meneguk kembali sodanya. Hatinya tersayat, Steve benar-benar mabuk kepayang akan Rose, efek putus dengan Rose benar-benar berpengaruh besar pada diri Steve.

"Aku hanya tak terima diputuskan begitu saja. Aku bahkan tak tahu letak kesalahanku dimana." Steve memainkan kaleng sodanya yang sudah tandas. 

"Kau tak memiliki salah apapun," balas Lynn. Rasanya Lynn ingin mengatakan bahwa Rose memang tak pantas untuk Steve, Rose tak pantas mendapat cinta Steve. Namun, kalimat itu hanya menggantung di kepalanya. Dia tak mungkin berani mengatakan hal itu pada Steve.

"Aku bisa membantumu ... move on dari dia!" ujar Lynn 

sontak Steve memandangnya. Tatapannya redup, berkabung luka patah hati. Lynn membalas tersenyum, mengangguk menyakinkan Steve bahwa dia benar-benar bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Steve menghela napas kasar. Seluruh jiwanya direbut Rose, apakah masih ada cela melupakannya? Steve bahkan tak yakin dengan dirinya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status