Share

Bab 4 : Drama

Setelah dengan susah payah membujuk Sandra, akhirnya Sandra bersedia untuk membantu Gaffar. Tidak dengan cuma-cuma, namun dengan beberapa persyaratan diantaranya yaitu Sandra meminta saat penilaian seni rupa nanti, Gaffar harus membuat gambar untuknya namun atas nama sandra. Mengingat Sandra sangat tidak bisa dalam hal seni. Hal itu diterima dengan senang hati oleh Gaffar.

"Ehh, ada Gaffar," ujar seorang perempuan paruh Nara yang datang dari pintu belakang warteg.

Mendengar perkataan tersebut, sontak membuat Gaffar dan Sandra mengalihkan pandang ke sumber suara yang muncul dari pintu belakang warteg.

"Ehh, iya bu." Gaffar terseyum dan tanpa ragu menyalami tangan yang dipangil ibu tersebut.

"Sudah selesai beres-beresnya, bu?" Tanya Sandra.

"Sudah, mending kamu ke rumah aja gih. Ajak Gaffar sekalian, biar ibu yang jaga wartegnya."

"Gaffar udah mau pulang kok, bu." Bukan Gaffar yang menyahuti omongan ibu. Namun, justru Sandra yang menyahuti. Karena Ia sudah muak dengan Gaffar.

"Ehh kata siapa, nggak kok bu, Gaffar belum mau pulang." Ibu Sandra tersenyum. Ia sudah paham akan tingkah mereka yang selalu seperti kucing dan anjing. Tak pernah akur.

Karena sejak kelas 10 Gaffar sering mampir di warteg Bahari milik orang tua Sandra, jadi sudah akrab.

"Sudah, nggak papa, San. Ajak Gaffar ke rumah. Tadi ibu habis bikin sale pisang. Emang kamu mau di ganggu sama kang Agus?! Tuh lihat, lagi ngobrol di depan sama penjual siomay. Pasti sebentar lagi dia kesini." Ibu Sandra menunjuk ke luar.

Mendengar kata Kang Agus, Sandra langsung melotot. Pasalnya, ia adalah orang yang sandra sangat benci karena dia senang menggoda Sandra untuk dinikahi. Cuihh.

Dengan cepat, Sandra langsung meninggalkan warteg lewat pintu belakang dan pulang ke rumah. Hal itu membuat ibu Sandra tertawa terbahak-bahak dan Gaffar yang bigung.

"Kang Agus itu siapa, bu?" Tanya Gaffar.

"Juragan krupuk kulit. Dia duda ditinggal istrinya yang meninggal. Seneng banget ngeledekin Sandra untuk dinikahi. Padalah cuma bercanda, tapi Sandra nganggepnya serius." Ibu Sandra geleng-geleng menceritkan kekonyolan antra Kang Agus dan tingkah Sandra.

"Untung cuma bercanda ya, bu. Karena kalo serius, saya pasti sakit hati banget. Karena kan nantinya Sandra yang akan menikah dengan saya, haha." Tawa Gaffar meledak dengan asiknya.

"Aduh, perut ibu sakit ketawa terus. Sudah gih sana, susulin Sandra di rumah, ibu mau cuci piring dulu."

"Siap bu." Gaffar pun dengan tak sopannya melangkah meninggalkan warteg dan langsung menuju rumah Sandra yang lokasinya tepat di belakang warteg.

Gaffar langsung masuk tanpa mengetok pintu terlebih dulu. Dengan sombongnya pun langsung duduk di kursi tanpa dipersilahkan.

"Kok sepi, sih?" Tanya Gaffar yang melihat kondisi rumah sandra.

"Sandra," teriak Gaffar.

Tak ada sahutan, Gaffar pun berteriak kembali. "Sandra."

Bugh.

Satu bantal mengenai kepala Gaffar dengan mulus. Sehingga membuat targetnya menyerit kesakitan.

"Aww, sakit."

"Siapa suruh, teriak di rumah orang sembarangn. Lu kira ini hutan?!" Sandra duduk di kursi berhadapan dengan Gaffar.

"Lagian lo dipanggil nggak nyaut."

"Gue lagi di kamar mandi."

Gaffar hanya berdecih mendengar alasan klasik dari Sandra.

"Bapak lo kemana, San? Tumben sepi. Biasanya ngopi di depan."

"Ngapain lo tanya bapak gue?!"

"Mau minta izin untuk dinikahi anaknya," goda gaffar dengan senyuman iblisnyaa.

Bugh.

Satu bantal lagi mengenai Gaffar dengan mudahnya. Hal itu kembali membuat Gaffar merintih kesakitan.

"Jangan alay, bisa nggak?!" Seru Sandra.

"Kan gue cuma tanya bapak lo dimana San," sahut Gaffar.

"Bapak gue lagi pergi ada urusan. Kenapa lo? Kangen?!"

"Udahlah, cape gue teriak-teriak mulu ngomong sama lu. Jadi sekarang mau gimana?"

"Gimana apanya?!"

"Kasus gue, San."

"Lo cari tau siswa sma harapan yang inisial namanya huruf k dan y."

"Gila, kan muridnya hanyak banget. Ada saran lain nggak?"

"Nggak ada. Lo kan tau otak lo dan gue itu pas-pasan disuruh mecahin kasus beginian. Ya nggak bakalan bisa lah."

"Bodo amatlah. Nanti besok gue nyoba minta daftar siswa kali ya di tiap kelas."

"Jangan, kelamaan."

"Terus gimane?"Gaffar geram akan pernyataan dari Sandra yang membuatnya naik pitam.

"Temen lo si Dani kan anaknya bu Tari guru TU. kenapa lo nggak minta bantuan dia aja untuk nyolong daftar siswa sma harapan. Jadi kan nggak perlu keliling. Capek bego. Udah kaya ngepet aja, keliling," cibir Sandra.

"Ehh iya juga ya. Gue suruh dia kesini ya. Biar besok bisa langsung action."

"Terserah lo."

"Tapi gue pinjem hp lo ya. Hp gue nggak punya kuota, pulsa juga nggak punya." Sandra dengan sangat terpaksa langsung melempar hpnya ke Gaffar dan ditangkap dengan gesitnya. Males berdebat.

"Makasih cantik." Sandra berdecak kesal.

Setelah beberapa saat Gaffar menghubungi Dani--teman Gaffar. Akhirya, Dani tiba dengan Caca. Yang tak lain dan tak bukan dalah anak kelas sebelah yang menjadi kekasihnya.

"Sialan lo, gue mau pacaran malah ditelpon suruh kesini." Dani tiba degan mulut yang terus mengomel.

"Pacaran terus, nggak ngerti apa lo sahabat lo disini sedang kesusahan," sahut Gaffar yang kini melirik tajam ke arah Dani.

"Perkara yang tadi di sekolah?" Gaffar mengangguk.

"Terus lo butuh bantuan apa? Ngomong cepet."

Akhirnya Gaffar menjelaskan bantuan apa yang harus dilakukan oleh Dani.

"Oke, itu gampang. Gue balik ya." Dani bangkit dari duduknya dan bersiap untuk menggandeng Caca bangkit mengajaknya beranjak dari rumah Sandra.

"Nggak ah, gue mau disini." Caca mendekat ke arah Sandra untuk meminta perlindungan.

"Ehh, kok gitu sih ay?" Tanya Dani yang kebingungan.

"Gue mau disini aja main sama Sandra. Udah lama gue nggak kesini tau." Sandra merangkul Caca deng menjulurkan lidahnya ke arah Dani yang menampakkan wjha kusam.

"Caca lebih milih gue, mampus lo," ledek Sandra.

"Sialan, masa gue sama si kampret Gaffar."

Gaffar hanya cengengesan mendengar perkataan Dani. Seraya mengedipkan matanya jail.

"Nonton film aja yuk. Daripada gabut," ajak Caca.

"Film apa ya enaknya?" Sahut Sandra.

"Film yang mantap-mantap gimana?" Ujar Dani dan langsung mendapat cubitan di perutnya oleh Caca.

"Ampun mba jago."

"Kalo mau nonton yang mantap-mantap, sana gih di rumah lo. Gue sih ogah. Nonton horror aja, ya."

Setelah mereka menyetujui saran dari Sandra, mereka pun menonton film dengan genre horror hingga berjam-jam. Sampai makanan sale pisang, teh dan kopi yang telah disiapkan oleh Sandra ludes habis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status