Home / Romansa / Love Puzzle Painting / Bab 3 : Misi Penyelesaian

Share

Bab 3 : Misi Penyelesaian

last update Last Updated: 2021-09-02 13:42:51

Gaffar memih melanjutkan merapihkan cat semprotnya. Setelah semua tersusun dalam kardus, ia letakkan di lemari penyimpanan khusus yang digunakan untuk mengoleksi spray paint. 

Setelah semuanya usai, Gaffar kembali melanjutkan niat awalnya untuk makan yang tertunda karena ulah sang Kakak. Saat berada di meja makan, Gaffar membuka tudung saji disana dan hasilnya zonk. Ia tidak menemukan makanan pun disana. 

"Mba Mei!" Dengan tidak tahu dirinya, Gaffar berteriak mencari keberadaan sang Kakak seolah tidak terjadi apa-apa setelah kemarahan Mei tadi. Ia melangkah ke ruang tamu, kamar milik Mei hingga halaman belakang tapi tak kunjung menemukan sang Kakak. 

"Udah berangkat kerja nih pasti," tebaknya.

Gaffar melangkah kembali menuju ruang makan dan terduduk lesu disana. 

"Laper, nggak ada makanan. Nggak bisa masak lagi, gue. Sialan." Keluh Gaffar.

Gaffar merogoh sakunya dan menemukan selembar uang 20.000,- dan menatapnya dengan iba. 

"Bodoamatlah. Yang penting kenyang." Setelah berfikir cukup lama akhirnya, ia bangkit meninggalkan rumahnya untuk mencari makanan. 

Gaffar menggunakan motor matic nya yang dibelikan oleh Mei hasil ngambek 3 hari. Dalam perjalanan, ia menikmati jalanan sore yang sangat ramai. 

"Andai gue punya duit banyak, pasti gue beli semua makanan disini sampe bingung. Bukan bingung mau makan apa karena nggak ada duit kaya gini," gumam Gaffar yang melihat banyaknya penjual yang dijajahkan dipinggir jalan.

Sesampainya di tempat tujuannya yaitu warteg, Gaffar langsung masuk. Terlihat kondisi warteg di sore hari sepi tanpa pengunjung. 

"Ehh, Gaffar. Mau ngemis, ya? Atau minta sumbangan?" Tanya Sandra yang kini sedang berjaga warteg milik sang ibunya yang tak lain adalah teman satu kelas Gaffar.

"Salah, gue mau ngutang. Puas lo!" Gaffar langsung duduk dan menaikkan satu kakinya di kursi dengan santainya.

"Heh, enak aja. Nggak disini nggak nerima utang. Kalo makan, bayar," seru Sandra yang tak terima.

"Ribet banget sih lo, nih gue bayar." Gaffar menyodorkan uang dua puluh ribu tersebut dan membuat Sandra tersenyum.

"Nah, gini dong. Mau makan apa lo?" Tanya Sandra.

"Telor balado sama sayur kangkung aja. Porsinya banyakin, ya," ujar Gaffar dengan menaikkan alisnya. 

"Apa sih yang nggak untuk tuan Gaffar." Gaffar tersenyum menanggapi ucapan Sandra.

Sandra bisa dibilang perempuan yang baik hati. Meskipun terkadang tingkahnya yang sangat menyebalkan. Sejak duduk di bangku kelas 10 Gaffar memang senang menganggu Sandra. 

Selama Gaffar memakan makanannya, Sandra tak henti-hentinya bersuara yang mengomentari sinetron disana. 

"Minggir, bego!" Seru Gaffar

"Mampus, ketabrak kan jadinya. Tinggal minggir doang padahal," lanjutnya.

"Namanya juga sinetron," sahut Sandra yang ikut emosi melihat tingkah Gaffar.

"Diem, lo! Nggak usah ikut ribut." 

Gaffar mendengus kasar lalu meminum air putih yang ada digelasnya dan diteguk sampai habis. 

"San, buatin gue kopi," suruh Gaffar dengan santainya.

Sandra yang kini sedang terfokus pada kayar kaca televisi langsung mengalihkan pandangannya kepada Gaffar yang menyuruhnya seenak jidat. 

"Kopi terus, mati mampos lo," sindir Sandra yang sudah hafal kebiasaan Gaffar.

"Tinggal buatin aja sih, ribet banget hidup lo." Seru Gaffar yang kini justru ikut menikmati sinetron.

Akhirnya dengan wajah tak suka, Sandra bangkit dari posisi duduknya dan membuatkan kopi hitam untuk Gaffar. 

"Nih kopinya." Sandra menyodorkan kopi hitam pada Gaffrar.

"Makasih, sayang."

"Sayang palalu peyang." Gaffar tertawa melihat Sandra yang jijik akibat tingkah Gaffar. 

"Asap rokok lo ganggu gue banget, Gaff. Matiin nggak rokoknya?!" Ancam Sandra yang tak suka Gaffar merokok.

"Ngopi tanpa rokok itu kurang nikmat, San."

"Ya udah sana ngopi di luar, jangan disini!"

"Iya, iya. Ini dimatiin rokoknya." Ahirnya Gaffar mematikan rokoknya dan membuangnya begitu saja. 

Bukan tanpa alasan, Gaffar pernah nekat tatap merokok dihadapan Sandra saat kerja kelompok, rokok satu bungkus milik Gaffar langsung diambil dan dipatahkan olehnya. Sungguh miris. 

"Kok tumben wartegnya sepi, San?" Tanya Gaffar basa basi.

"Lo mikir dong, Ini udah sore, hampir maghrib. Palingan orang pada datengnya malem nanti. Cuma orang yang gembel yang mampir jam segini," sindir Sandra.

Gaffar hanya menganggukan kepalanya dengan wajah begonya. Sial, sindiran gagal diterima.

Sandra hanya menatap sinis Gaffar. 

"Lo nggak balik? Udah kelar kan makannya?" Sindir Sandra yang melihat pergerakan Gaffar yak menunjukkn tanda-tanda akan pulang.

"Nggak, gue mau nemenin lo disini," jawabnya.

Sandra langsung melempar celemek yang sedari tadi berada ditangannya.

"Mau apa lo? Cepet ngomong! Nggak tahan gue liat muka lo lama-lama disini. Bisa darah tinggi gue."

"Nah itu tau, gue ada maunya." Gaffar tertawa melihat Sandra yang sudah hafal akan tingkahnya.

"Lo inget kan tadi pas di sekolah nama gue dipanggil pake pengeras suara?" Sandra mengangguk.

"Gue laki kena kasus lagi sama kepala sekolah kampet. Ditambah lagi bu Diah bilang, udah muak sama tingkah gue. Gue diancam dikeluarkan dari sekolah kalo nggak mau ngaku."

"Emang apa sih kasusnya?" Tanya Sandra yang penasaran. 

"Di tembok belakang sekolah ada lukisan yang masih baru. Si kepala sekoah nggak terima karena dia ngira gue yang gambar. Padahal gue udah janji nggak lagi bikin gambar disana."

"Gila, kepala sekolah kita emang nggak ngotak."

"Gue dikasih waktu satu minggu untuk cari pelaku aslinya. Kalo gue nggak nemu, gue bakal diserahkan langsung sama kepala sekolah."

"Terus gimana lo cari pelakunya, Gaff?"

"Gue yang otaknya pas-pasan ini nggak tau harus cari dimana. Gue cuma punya satu petunjuk yaitu huruf k dan y di bawah lukisan itu. Lo mau kan bantuin gue, San?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Love Puzzle Painting   Bab 19 : Kembali Terjatuh

    Tidak ada sahutan sama sekali dari Gaffar saat Bu Diah selesai mengatakan hal tersebut. Padahal Bu Diah merasakan jelas deru napas Gaffar yang tidak beraturan menandakan emosinya sedang tidak stabil.Bu Diah memegang bahu Gaffar dan ia mengelus dengan penuh cinta. Tanpa disadari, air mata Gaffar sudah lolos begitu saja dari pelupuk matanya. Bu Diah yang menyadari hal tersebut dan langsung memeluk Gaffar dengan erat. Untungnya susasana sekolah sudah sepi, jadi tidak ada yang melihat kejadian ini selain terpantau kamera cctv.Gaffar tidak membalas pelukan Bu Diah. Tangisnya pecah begitu saja saat Bu Diah mengelus bahunya dan beberapa kali mengelus kepalanya. Rasanya sudah lama sekali ia tidak mendapat perlakuan seperti ini. Ia merindukan dekap hangat seseorang yang menenangkannya saat dunia sedang tidak ramah. Ia juga perlu rumah untuk mengistirahatkan beban yang sudah lama ia tanggung sendiri dan tidak tau harus ia luapkan kemana. "Saya nggak t

  • Love Puzzle Painting   Bab 18 : Sia-Sia

    Setelah memakan ketoprak selesai, Kayla pun membayar dengan uang pas. Sebelum beranjak dari tempat tersebut, ia meneguk habis segelas air putih yang disediakan sang penjual.Ia benar-benar bingung harus pulang kemana. Pencarian tentang Panti Asuhan Kasih Bunda di internet tidak membuahkan hasil sama sekali. Bertanya pada orang-orang pun tidak ada yang mengerti. Terlebih, Bi Asri, Pak Joko, Pak Felix dan beberapa nomor yang tidak dikenal terus menghubunginya tanpa henti.Hal tersebut membuat Kayla semakin risih. Hingga ia memilih untuk mematikan saja handphone miliknya. Biarkan saja semua orang gempar akan kepergiannya. Ia sudah tidak peduli.Hingga malam yang terus larut, suasana kota yang mulai senyap membuat Kayla benar-benar merasa seperti orang hilang. Langkah kakinya membawa ke sebuah bawah jembatan yang kumuh. Ia memilih untuk duduk disana dan menyenderkan tubuhnya pada salah satu tembok yang menjulang. Biarkan saja

  • Love Puzzle Painting   Bab 17 : Penolong

    Karena akal cerdas dari Bi Asri, ia memiliki sebuah ide. Bahwa ia akan membantu Kayla untuk keluar dari kamar mandi. Tentunya, secara diam-diam tanpa sepengetahuan dari sang tuan.Naluri keibuannya tidak bisa dibantah, bahwa melihat seorang anak yang tersiksa. Hatinya ikut teriris ketika mendengar jeritan rasa sakit dari Kayla yang sudah ia anggap sebagai anak.BrakkDobrakan pintu dari Pak Joko membuat Bi Asri histeris karena melihat kondisi Kayla yang begitu mengenaskan. Mereka pun membopong tubuh Kayla untuk keluar dari kamar mandi."Nyonya, bangun. Aduh, iki piye? Tolong, kamu ambil miyak kayu putih di meja," suruh Bi Asri kepada Pak Joko.Sambil menunggu Pak Joko mengambil minyak kayu putih dan menyiapkan alat-alat yang sekiranya bisa membantu Kayla untuk bangun, Bi Asri memilih membantu mengganti pakaian Kayla yang sudah basah dan ada beberapa bercak darah disana.Uh

  • Love Puzzle Painting   Bab 16 : Penyiksaan

    Di sebuah kota di Negara Swedia terlihat seorang perempuan dengan rambut panjang tengah menatap dunia luar melalui kaca jendela yang berada di kamarnya. Ia iri melihat tawa teman-temannya yang begitu bahagia menikmati masa mudanya dengan berbagai pengalaman yang menyenangkan. Bukan seperti dirinya yang hidup penuh dengan aturan dan tuntutan."Permisi, nyonya. Ini makan siangnya saya letakkan di meja, ya. Saya permisi."Suara asisten rumah tangga itu membuat perempuan itu mengaluhkan pandangannya dan menatap makanan itu. Selera makannya tidak ada. Bahkan makanan pagi tadi pun masih tersisa di meja makan. Tergeletak begitu saja tanpa berniat untuk dibereskan.Ia memilih untuk mengambil air putihnya dan meminum hingga tersisa separuh.Inilah kehidupannya, penuh dengan tuntutan.Tok tok tok"Permisi, Kayla. Boleh Ayah masuk?""Masuk aja, pintunya nggak dikunci!"Dari balik pintu menampilkan

  • Love Puzzle Painting   Bab 15 : Perempuan Misterius

    Perjalanan Gaffar menuntun pada tempat pembuangan gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai kemarin. Ini hanya satu-satunya tempat yang bisa dijadikan untuk meluapkan emosinya.Gaffar berbaring diatas gerbong kereta dengan air mata yang mulai menetes begitu saja. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan yang dialami sang Kakak akibat perbuatan bejat manusia bernama Bagas.DorrSatu suara tembakan yang dilayangkan ke udara membuat Gaffar tersentak. Sehingga membuatnya bangun dan mencari dimana sumber suara tembakan tersebut.DorrTembakan kedua kembali berbunyi dan sukses membuat Gaffar sedikit bingung akan situasi dan kondisi yang terjadi. Ada apa ini sebenarnya? Terlebih saat ia melihat kearah bawah dan menemukan laki-laki bertubuh kekar yang membawa senjata api."KELUAR ATAU SAYA BAKAR TEMPAT INI!" Teriak salah satu diantara mereka dengan lantangnya.Melihat keadaan yang cukup menegangkan, Gaffa

  • Love Puzzle Painting   Bab 14 : Bagas Si Pecundang

    Saat dirasa kondisinya sudah membaik dan kini sang Kakak sudah terlelap dalam tidurnya setelah meminum obat yang diberikan Gaffar kini ia sedikit menarik napas lega.Gaffar tidak pernah menyangka jika kondisi sang kakak akan separah ini karena tekanan dari keadaan yang teramat sulit. Terlebih kondisi ekonomi benar-benar membuat situasi menjadi semakin rumit.Kini Gaffar duduk di teras rumah sambil memandang langit malam yang begitu damai. Pikirannya kalut, matanya membara dipenuhi api. Ia benar-benar marah kepada Bagas, kekasih Mei yang sangat kurang ajar. Meskipun ia belum mengetahui pasti permasalahan apa yang tengah mereka hadapi. Tapi, ia bersumpah akan menghabisi Bagas sampai ia bertekuk lutut dihadapannya.Dengan tarikan napas panjang, Gaffar bangkit dari kursi kayu yang ia duduki dan langsung bangkit untuk mengendarai motornya menuju ke suatu tempat.Saat tengah melajukan motornya di jalan Merpati 04 seorang perempuan dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status