Share

Bab 3 : Misi Penyelesaian

Gaffar memih melanjutkan merapihkan cat semprotnya. Setelah semua tersusun dalam kardus, ia letakkan di lemari penyimpanan khusus yang digunakan untuk mengoleksi spray paint. 

Setelah semuanya usai, Gaffar kembali melanjutkan niat awalnya untuk makan yang tertunda karena ulah sang Kakak. Saat berada di meja makan, Gaffar membuka tudung saji disana dan hasilnya zonk. Ia tidak menemukan makanan pun disana. 

"Mba Mei!" Dengan tidak tahu dirinya, Gaffar berteriak mencari keberadaan sang Kakak seolah tidak terjadi apa-apa setelah kemarahan Mei tadi. Ia melangkah ke ruang tamu, kamar milik Mei hingga halaman belakang tapi tak kunjung menemukan sang Kakak. 

"Udah berangkat kerja nih pasti," tebaknya.

Gaffar melangkah kembali menuju ruang makan dan terduduk lesu disana. 

"Laper, nggak ada makanan. Nggak bisa masak lagi, gue. Sialan." Keluh Gaffar.

Gaffar merogoh sakunya dan menemukan selembar uang 20.000,- dan menatapnya dengan iba. 

"Bodoamatlah. Yang penting kenyang." Setelah berfikir cukup lama akhirnya, ia bangkit meninggalkan rumahnya untuk mencari makanan. 

Gaffar menggunakan motor matic nya yang dibelikan oleh Mei hasil ngambek 3 hari. Dalam perjalanan, ia menikmati jalanan sore yang sangat ramai. 

"Andai gue punya duit banyak, pasti gue beli semua makanan disini sampe bingung. Bukan bingung mau makan apa karena nggak ada duit kaya gini," gumam Gaffar yang melihat banyaknya penjual yang dijajahkan dipinggir jalan.

Sesampainya di tempat tujuannya yaitu warteg, Gaffar langsung masuk. Terlihat kondisi warteg di sore hari sepi tanpa pengunjung. 

"Ehh, Gaffar. Mau ngemis, ya? Atau minta sumbangan?" Tanya Sandra yang kini sedang berjaga warteg milik sang ibunya yang tak lain adalah teman satu kelas Gaffar.

"Salah, gue mau ngutang. Puas lo!" Gaffar langsung duduk dan menaikkan satu kakinya di kursi dengan santainya.

"Heh, enak aja. Nggak disini nggak nerima utang. Kalo makan, bayar," seru Sandra yang tak terima.

"Ribet banget sih lo, nih gue bayar." Gaffar menyodorkan uang dua puluh ribu tersebut dan membuat Sandra tersenyum.

"Nah, gini dong. Mau makan apa lo?" Tanya Sandra.

"Telor balado sama sayur kangkung aja. Porsinya banyakin, ya," ujar Gaffar dengan menaikkan alisnya. 

"Apa sih yang nggak untuk tuan Gaffar." Gaffar tersenyum menanggapi ucapan Sandra.

Sandra bisa dibilang perempuan yang baik hati. Meskipun terkadang tingkahnya yang sangat menyebalkan. Sejak duduk di bangku kelas 10 Gaffar memang senang menganggu Sandra. 

Selama Gaffar memakan makanannya, Sandra tak henti-hentinya bersuara yang mengomentari sinetron disana. 

"Minggir, bego!" Seru Gaffar

"Mampus, ketabrak kan jadinya. Tinggal minggir doang padahal," lanjutnya.

"Namanya juga sinetron," sahut Sandra yang ikut emosi melihat tingkah Gaffar.

"Diem, lo! Nggak usah ikut ribut." 

Gaffar mendengus kasar lalu meminum air putih yang ada digelasnya dan diteguk sampai habis. 

"San, buatin gue kopi," suruh Gaffar dengan santainya.

Sandra yang kini sedang terfokus pada kayar kaca televisi langsung mengalihkan pandangannya kepada Gaffar yang menyuruhnya seenak jidat. 

"Kopi terus, mati mampos lo," sindir Sandra yang sudah hafal kebiasaan Gaffar.

"Tinggal buatin aja sih, ribet banget hidup lo." Seru Gaffar yang kini justru ikut menikmati sinetron.

Akhirnya dengan wajah tak suka, Sandra bangkit dari posisi duduknya dan membuatkan kopi hitam untuk Gaffar. 

"Nih kopinya." Sandra menyodorkan kopi hitam pada Gaffrar.

"Makasih, sayang."

"Sayang palalu peyang." Gaffar tertawa melihat Sandra yang jijik akibat tingkah Gaffar. 

"Asap rokok lo ganggu gue banget, Gaff. Matiin nggak rokoknya?!" Ancam Sandra yang tak suka Gaffar merokok.

"Ngopi tanpa rokok itu kurang nikmat, San."

"Ya udah sana ngopi di luar, jangan disini!"

"Iya, iya. Ini dimatiin rokoknya." Ahirnya Gaffar mematikan rokoknya dan membuangnya begitu saja. 

Bukan tanpa alasan, Gaffar pernah nekat tatap merokok dihadapan Sandra saat kerja kelompok, rokok satu bungkus milik Gaffar langsung diambil dan dipatahkan olehnya. Sungguh miris. 

"Kok tumben wartegnya sepi, San?" Tanya Gaffar basa basi.

"Lo mikir dong, Ini udah sore, hampir maghrib. Palingan orang pada datengnya malem nanti. Cuma orang yang gembel yang mampir jam segini," sindir Sandra.

Gaffar hanya menganggukan kepalanya dengan wajah begonya. Sial, sindiran gagal diterima.

Sandra hanya menatap sinis Gaffar. 

"Lo nggak balik? Udah kelar kan makannya?" Sindir Sandra yang melihat pergerakan Gaffar yak menunjukkn tanda-tanda akan pulang.

"Nggak, gue mau nemenin lo disini," jawabnya.

Sandra langsung melempar celemek yang sedari tadi berada ditangannya.

"Mau apa lo? Cepet ngomong! Nggak tahan gue liat muka lo lama-lama disini. Bisa darah tinggi gue."

"Nah itu tau, gue ada maunya." Gaffar tertawa melihat Sandra yang sudah hafal akan tingkahnya.

"Lo inget kan tadi pas di sekolah nama gue dipanggil pake pengeras suara?" Sandra mengangguk.

"Gue laki kena kasus lagi sama kepala sekolah kampet. Ditambah lagi bu Diah bilang, udah muak sama tingkah gue. Gue diancam dikeluarkan dari sekolah kalo nggak mau ngaku."

"Emang apa sih kasusnya?" Tanya Sandra yang penasaran. 

"Di tembok belakang sekolah ada lukisan yang masih baru. Si kepala sekoah nggak terima karena dia ngira gue yang gambar. Padahal gue udah janji nggak lagi bikin gambar disana."

"Gila, kepala sekolah kita emang nggak ngotak."

"Gue dikasih waktu satu minggu untuk cari pelaku aslinya. Kalo gue nggak nemu, gue bakal diserahkan langsung sama kepala sekolah."

"Terus gimana lo cari pelakunya, Gaff?"

"Gue yang otaknya pas-pasan ini nggak tau harus cari dimana. Gue cuma punya satu petunjuk yaitu huruf k dan y di bawah lukisan itu. Lo mau kan bantuin gue, San?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status