Love Puzzle Painting

Love Puzzle Painting

last updateLast Updated : 2021-10-21
By:  04. Aura PitalokaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
Not enough ratings
19Chapters
1.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Hidup adalah perjuangan dan menyerah adalah pantangan. Untuk itulah manusia harus rela berkorban untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Termasuk kebenaran. Apakah kebenaran akan terungkap? Dan bagaimana jika kebenaran itu sangat menyakitkan? Sanggapkah Gaffar menjalani ini semua ditengah keadaanya yang begitu terbatas? Mari, berkelana untuk menyusun puzzle painting atau teka-teki lukisan bersama Gaffar. Hingga hadir kata 'love' yang menjadikanya Love Puzzle Painting.

View More

Chapter 1

Bab 1 : Hallo, Gaffar!

"Panggilan kepada Gaffar Adi Pratama kelas 12-IPS 5 harap segera menuju ruang kepala sekolah. Sekali lagi, panggilan kepada Gaffar Adi Pratama kelas 12 IPS-5 harap segera menuju ruang kepala sekolah. Terima kasih."

Seorang lelaki yang kini sedang duduk sendirian di meja pojok kantin yang tengah menikmati gorengan, bersikap seolah tak terjadi apa-apa pada dirinya. Padahal, baru saja namanya dipanggil menggunakan pengeras suara yang bisa didengar pada tiap sudut sekolah.

"Woi, Gaffar. Selain brandalan, ternyata lo budek juga, ya?" Teriak seorang lelaki bernama Putra yang dikenal sebagai rival Gaffar.

Teriakkan Putra tak menghasilkan sahutan dari Gaffar yang justru tetap menikmati gorengannya dengan lahap.

Brak!

Mendengar suara gebrakan pada mejanya itu, Gaffar terlonjak kaget. Untung saja, tidak tersedak.

Gaffar memandang Yoga yang notabene adalah ketua osis di SMA Harapan dengan raut wajah tak suka.

"Gue punya salah apa ya sama lo. Sampe lo ganggu gue. Perasaan gue nggak ganggu lo tuh."

"Wahai Kak Gaffar yang terhormat. Tadi nama kak Gaffar dipanggil di pengeras suara dan harusnya Kakak menghampiri ruang kepala sekolah dan menanyakan ada apa. Bukan duduk santai disini dengan makan gorengan dan jasjus, Kak. Tadi juga sudah diteriakin sama Kak Putra, tapi Kak Gaffar seolah nggak peduli," ujar Yoga dengan tangan yang bersilah dada.

"Tanpa lo ngomong, gue juga denger," bela Gaffar kepada dirinya sendiri.

"Terus kenapa Kakak nggak ke sana sekarang?" Tanya Yoga dengan posisi yang kini bersandar pada meja kantin.

"Terserah gue, dong. Mau ke sana kek, mau nggak kek. Apa urusannya sama lo?" Ejek Gaffar dan dengan santainya menyedot jasjus rasa jambu yang berada pada gelasnya yang kini tinggal separuh.

"Tolong Kak, jaga sopan santun Kakak dengan guru! Sekarang Kakak mending ke ruang kepala sekolah, barangkali udah ditungguin, Kak," Seru Yoga.

"Apa tadi lo kata? Sopan? Tau apa lo tentang sopan santun? Kalo lo sendiri aja belum bisa nerapinnya. Dengan nggak tau dirinya datang langsung menggebrak meja dan teriak-teriak nggak jelas. Itu yang lo bilang sopan santun? Katanya ketua osis, masa kelakuannya begini. Kan disini gue yang berperan sebagai berandalan. Kok lo ikutin peran gue sih?! Inget, lo itu masih adik kelas. Yang seharusnya tunduk dan jaga sikap dengan kakak kelas. Bukannya malah nasehatin orang nggak bener." Setelah Gaffar menyelesaikan ucapannya yang panjang. Gaffar langsung menuju ke ruang kepala sekolah.

Bagi Gaffar, dipanggil menggunakan pengeras suara bukanlah hal yang baru. Ini sudah menjadi kesekian kalinya masuk ke ruang kepala sekolah.

Sebenarnya, Gaffar juga bingung ada apa dirinya dipanggil menuju ruang kepala sekoah. Padahal Gaffar merasa belum berbuat ulah hari ini.

Tanpa mengucap salam dan langsung duduk di sofa yang nyaman Gaffar mengatakan, "Ada apa panggil saya? Kangen?"

"Diam kamu!" Seru lelaki tua yang kini sedang duduk di kursi keberasannya.

"Apa lu Kakek tua?!" Sahut Gaffar.

Kakek tua yang dimaksud Gaffar adalah kepala sekolah SMA Harapan. Rambutnya yang sudah beruban, membuat Gaffar memanggilnya dengan sebutan Kakek tua. Kini kakek tua yang dipanggil oleh Gaffar sepertinya akan mengeluarkan kata-kata yang merendahkan. Namun, segera ditahan oleh Bu Diah. Bu Diah, daebak!

"Gaffar, nada bicaramu bisa dipelankan sedikit?" Tanya Bu Diah dengan lembut seperti sutra.

"Saya juga nggak mungkin bicara dengan nada keras, kalo dia nggak ngebentak saya duluan, Bu." Gaffar menunjuk kepala sekolah itu.

"Oke, sudah ya. Sekarang tenang dan nggak usah tunjuk-tunjuk seperti itu," ujar Bu Diah dengan menurunkan tangan Gaffar supaya tidak menunjuk sang kepala sekolah lagi. "Lalu kita bicarakan semuanya secara baik-baik."

"Oke," jawab Gaffar.

"Jadi gini, Ibu mewakili kepala sekolah dan seluruh guru merasa kecewa dengan tingkah kamu Gaffar," ujar Bu Diah yang terlihat sedikit menahan emosi.

"Hah, tingkah yang mana ya, Bu? Perasaan dari dulu saya begini," Jawab Gaffar dengan santainya menyenderkan badannya pada sofa yang tersedia.

"Perjanjian untuk tidak menggambar mural di tembok belakang sekolah sudah kamu langgar, Gaffar!" Seru Bu Diah yang membuat Gaffar agak kaget. Pasalnya, Bu Diah terkenal akn kesabarannya lalu mengapa kini membentak?

"Gambar yang mana bu?!" Tanya Gaffar dengan nada agak sedikit meninggi.

"Gambar seorang perempuan sedang tertawa!" Jawab Bu Diah yang spontan membuat Gaffar kebingungan.

"Dih, perasaan saya nggak pernah tuh gambar begituan," jawab Gaffar dengan penuh keyakinan.

"Nggak usah ngelak kamu! Di sekolah ini cuma kamu yang berani menggambar mural di tembok sekolah dan secara terang-terangan bangga dengan hal bodoh seperti itu." Kepala sekolah yang sedari tadi menahan emosinya, akhirnya pecah juga.

"Kan udah gue bilang, diem deh lo kakek tua! Serangan jantung, abis lo!" Gaffar kembali menunjuk kepala sekolah itu dengan sorot mata yang kian ingin membunuh.

"Sstt, sudah-sudah. Kok malah ribut." Bu Diah berusaha menenangkan perdebatan tidak berguna antara kepala sekolah dan murid berandalannya.

"Gimana Gaffar, mana janji kamu?!" Tanya Bu Diah saat situasi sudah kembali kondusif.

"Saya nggak ngerti Ibu ngomong apa?! Saya nggak paham soal gambar perempuan itu, Bu!" Jawab Gaffar dengan tegas.

"Terus kalo bukan kamu yang gambar, terus siapa?!" Mendapat jawaban yang tak sesuai dengan keinginanya, Bu Diah merasa geram dengan anak muridnya satu ini.

"Mana Saya tau!"

"Ayo Ibu antar ke tembok belakang sekolah supaya kamu tau gambarnya." Bu Diah bangkit dari duduknya kemudian disusul oleh Gaffar.

"Oke, ayo." Gaffar melangkahkan kakinya mengekori Bu Diah.

Dengan keyakinan kuat Gaffar melangkah dibelakang Bu Diah. Penasaran seperti apa sih lukisan yang dimaksud oleh Bu Diah.

Setelah melewati koridor kelas, mereka pun sampai di tembok belakang sekolah yamg sangat sepi. Di sana terdapat lukisan-lukisan yang digambar oleh Gaffar yang terlihat sudah berlumut.

Namun ada lukisan yang masih terlihat baru. Mungkin ini lukisan yang dimksud oleh Bu Diah. Gaffar mendekat ke arah lukisan itu dan langsung takjub dengn hasil lukisanya. Keren!

Tapi ....

"Ini bukan saya Bu yang gambar!"

"Punya alasan apa kamu, bahwa bukan kamu yang gambar?!" Tanya Bu Diah yang seolah memojokkan Gaffar.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
19 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status