Hidup adalah perjuangan dan menyerah adalah pantangan. Untuk itulah manusia harus rela berkorban untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Termasuk kebenaran. Apakah kebenaran akan terungkap? Dan bagaimana jika kebenaran itu sangat menyakitkan? Sanggapkah Gaffar menjalani ini semua ditengah keadaanya yang begitu terbatas? Mari, berkelana untuk menyusun puzzle painting atau teka-teki lukisan bersama Gaffar. Hingga hadir kata 'love' yang menjadikanya Love Puzzle Painting.
View More"Panggilan kepada Gaffar Adi Pratama kelas 12-IPS 5 harap segera menuju ruang kepala sekolah. Sekali lagi, panggilan kepada Gaffar Adi Pratama kelas 12 IPS-5 harap segera menuju ruang kepala sekolah. Terima kasih."
Seorang lelaki yang kini sedang duduk sendirian di meja pojok kantin yang tengah menikmati gorengan, bersikap seolah tak terjadi apa-apa pada dirinya. Padahal, baru saja namanya dipanggil menggunakan pengeras suara yang bisa didengar pada tiap sudut sekolah.
"Woi, Gaffar. Selain brandalan, ternyata lo budek juga, ya?" Teriak seorang lelaki bernama Putra yang dikenal sebagai rival Gaffar.
Teriakkan Putra tak menghasilkan sahutan dari Gaffar yang justru tetap menikmati gorengannya dengan lahap.
Brak!
Mendengar suara gebrakan pada mejanya itu, Gaffar terlonjak kaget. Untung saja, tidak tersedak.
Gaffar memandang Yoga yang notabene adalah ketua osis di SMA Harapan dengan raut wajah tak suka.
"Gue punya salah apa ya sama lo. Sampe lo ganggu gue. Perasaan gue nggak ganggu lo tuh."
"Wahai Kak Gaffar yang terhormat. Tadi nama kak Gaffar dipanggil di pengeras suara dan harusnya Kakak menghampiri ruang kepala sekolah dan menanyakan ada apa. Bukan duduk santai disini dengan makan gorengan dan jasjus, Kak. Tadi juga sudah diteriakin sama Kak Putra, tapi Kak Gaffar seolah nggak peduli," ujar Yoga dengan tangan yang bersilah dada.
"Tanpa lo ngomong, gue juga denger," bela Gaffar kepada dirinya sendiri.
"Terus kenapa Kakak nggak ke sana sekarang?" Tanya Yoga dengan posisi yang kini bersandar pada meja kantin.
"Terserah gue, dong. Mau ke sana kek, mau nggak kek. Apa urusannya sama lo?" Ejek Gaffar dan dengan santainya menyedot jasjus rasa jambu yang berada pada gelasnya yang kini tinggal separuh.
"Tolong Kak, jaga sopan santun Kakak dengan guru! Sekarang Kakak mending ke ruang kepala sekolah, barangkali udah ditungguin, Kak," Seru Yoga.
"Apa tadi lo kata? Sopan? Tau apa lo tentang sopan santun? Kalo lo sendiri aja belum bisa nerapinnya. Dengan nggak tau dirinya datang langsung menggebrak meja dan teriak-teriak nggak jelas. Itu yang lo bilang sopan santun? Katanya ketua osis, masa kelakuannya begini. Kan disini gue yang berperan sebagai berandalan. Kok lo ikutin peran gue sih?! Inget, lo itu masih adik kelas. Yang seharusnya tunduk dan jaga sikap dengan kakak kelas. Bukannya malah nasehatin orang nggak bener." Setelah Gaffar menyelesaikan ucapannya yang panjang. Gaffar langsung menuju ke ruang kepala sekolah.
Bagi Gaffar, dipanggil menggunakan pengeras suara bukanlah hal yang baru. Ini sudah menjadi kesekian kalinya masuk ke ruang kepala sekolah.
Sebenarnya, Gaffar juga bingung ada apa dirinya dipanggil menuju ruang kepala sekoah. Padahal Gaffar merasa belum berbuat ulah hari ini.
Tanpa mengucap salam dan langsung duduk di sofa yang nyaman Gaffar mengatakan, "Ada apa panggil saya? Kangen?"
"Diam kamu!" Seru lelaki tua yang kini sedang duduk di kursi keberasannya.
"Apa lu Kakek tua?!" Sahut Gaffar.
Kakek tua yang dimaksud Gaffar adalah kepala sekolah SMA Harapan. Rambutnya yang sudah beruban, membuat Gaffar memanggilnya dengan sebutan Kakek tua. Kini kakek tua yang dipanggil oleh Gaffar sepertinya akan mengeluarkan kata-kata yang merendahkan. Namun, segera ditahan oleh Bu Diah. Bu Diah, daebak!
"Gaffar, nada bicaramu bisa dipelankan sedikit?" Tanya Bu Diah dengan lembut seperti sutra.
"Saya juga nggak mungkin bicara dengan nada keras, kalo dia nggak ngebentak saya duluan, Bu." Gaffar menunjuk kepala sekolah itu.
"Oke, sudah ya. Sekarang tenang dan nggak usah tunjuk-tunjuk seperti itu," ujar Bu Diah dengan menurunkan tangan Gaffar supaya tidak menunjuk sang kepala sekolah lagi. "Lalu kita bicarakan semuanya secara baik-baik."
"Oke," jawab Gaffar.
"Jadi gini, Ibu mewakili kepala sekolah dan seluruh guru merasa kecewa dengan tingkah kamu Gaffar," ujar Bu Diah yang terlihat sedikit menahan emosi.
"Hah, tingkah yang mana ya, Bu? Perasaan dari dulu saya begini," Jawab Gaffar dengan santainya menyenderkan badannya pada sofa yang tersedia.
"Perjanjian untuk tidak menggambar mural di tembok belakang sekolah sudah kamu langgar, Gaffar!" Seru Bu Diah yang membuat Gaffar agak kaget. Pasalnya, Bu Diah terkenal akn kesabarannya lalu mengapa kini membentak?
"Gambar yang mana bu?!" Tanya Gaffar dengan nada agak sedikit meninggi.
"Gambar seorang perempuan sedang tertawa!" Jawab Bu Diah yang spontan membuat Gaffar kebingungan.
"Dih, perasaan saya nggak pernah tuh gambar begituan," jawab Gaffar dengan penuh keyakinan.
"Nggak usah ngelak kamu! Di sekolah ini cuma kamu yang berani menggambar mural di tembok sekolah dan secara terang-terangan bangga dengan hal bodoh seperti itu." Kepala sekolah yang sedari tadi menahan emosinya, akhirnya pecah juga.
"Kan udah gue bilang, diem deh lo kakek tua! Serangan jantung, abis lo!" Gaffar kembali menunjuk kepala sekolah itu dengan sorot mata yang kian ingin membunuh.
"Sstt, sudah-sudah. Kok malah ribut." Bu Diah berusaha menenangkan perdebatan tidak berguna antara kepala sekolah dan murid berandalannya.
"Gimana Gaffar, mana janji kamu?!" Tanya Bu Diah saat situasi sudah kembali kondusif.
"Saya nggak ngerti Ibu ngomong apa?! Saya nggak paham soal gambar perempuan itu, Bu!" Jawab Gaffar dengan tegas.
"Terus kalo bukan kamu yang gambar, terus siapa?!" Mendapat jawaban yang tak sesuai dengan keinginanya, Bu Diah merasa geram dengan anak muridnya satu ini.
"Mana Saya tau!"
"Ayo Ibu antar ke tembok belakang sekolah supaya kamu tau gambarnya." Bu Diah bangkit dari duduknya kemudian disusul oleh Gaffar.
"Oke, ayo." Gaffar melangkahkan kakinya mengekori Bu Diah.
Dengan keyakinan kuat Gaffar melangkah dibelakang Bu Diah. Penasaran seperti apa sih lukisan yang dimaksud oleh Bu Diah.
Setelah melewati koridor kelas, mereka pun sampai di tembok belakang sekolah yamg sangat sepi. Di sana terdapat lukisan-lukisan yang digambar oleh Gaffar yang terlihat sudah berlumut.
Namun ada lukisan yang masih terlihat baru. Mungkin ini lukisan yang dimksud oleh Bu Diah. Gaffar mendekat ke arah lukisan itu dan langsung takjub dengn hasil lukisanya. Keren!
Tapi ....
"Ini bukan saya Bu yang gambar!"
"Punya alasan apa kamu, bahwa bukan kamu yang gambar?!" Tanya Bu Diah yang seolah memojokkan Gaffar.
Tidak ada sahutan sama sekali dari Gaffar saat Bu Diah selesai mengatakan hal tersebut. Padahal Bu Diah merasakan jelas deru napas Gaffar yang tidak beraturan menandakan emosinya sedang tidak stabil.Bu Diah memegang bahu Gaffar dan ia mengelus dengan penuh cinta. Tanpa disadari, air mata Gaffar sudah lolos begitu saja dari pelupuk matanya. Bu Diah yang menyadari hal tersebut dan langsung memeluk Gaffar dengan erat. Untungnya susasana sekolah sudah sepi, jadi tidak ada yang melihat kejadian ini selain terpantau kamera cctv.Gaffar tidak membalas pelukan Bu Diah. Tangisnya pecah begitu saja saat Bu Diah mengelus bahunya dan beberapa kali mengelus kepalanya. Rasanya sudah lama sekali ia tidak mendapat perlakuan seperti ini. Ia merindukan dekap hangat seseorang yang menenangkannya saat dunia sedang tidak ramah. Ia juga perlu rumah untuk mengistirahatkan beban yang sudah lama ia tanggung sendiri dan tidak tau harus ia luapkan kemana. "Saya nggak t
Setelah memakan ketoprak selesai, Kayla pun membayar dengan uang pas. Sebelum beranjak dari tempat tersebut, ia meneguk habis segelas air putih yang disediakan sang penjual.Ia benar-benar bingung harus pulang kemana. Pencarian tentang Panti Asuhan Kasih Bunda di internet tidak membuahkan hasil sama sekali. Bertanya pada orang-orang pun tidak ada yang mengerti. Terlebih, Bi Asri, Pak Joko, Pak Felix dan beberapa nomor yang tidak dikenal terus menghubunginya tanpa henti.Hal tersebut membuat Kayla semakin risih. Hingga ia memilih untuk mematikan saja handphone miliknya. Biarkan saja semua orang gempar akan kepergiannya. Ia sudah tidak peduli.Hingga malam yang terus larut, suasana kota yang mulai senyap membuat Kayla benar-benar merasa seperti orang hilang. Langkah kakinya membawa ke sebuah bawah jembatan yang kumuh. Ia memilih untuk duduk disana dan menyenderkan tubuhnya pada salah satu tembok yang menjulang. Biarkan saja
Karena akal cerdas dari Bi Asri, ia memiliki sebuah ide. Bahwa ia akan membantu Kayla untuk keluar dari kamar mandi. Tentunya, secara diam-diam tanpa sepengetahuan dari sang tuan.Naluri keibuannya tidak bisa dibantah, bahwa melihat seorang anak yang tersiksa. Hatinya ikut teriris ketika mendengar jeritan rasa sakit dari Kayla yang sudah ia anggap sebagai anak.BrakkDobrakan pintu dari Pak Joko membuat Bi Asri histeris karena melihat kondisi Kayla yang begitu mengenaskan. Mereka pun membopong tubuh Kayla untuk keluar dari kamar mandi."Nyonya, bangun. Aduh, iki piye? Tolong, kamu ambil miyak kayu putih di meja," suruh Bi Asri kepada Pak Joko.Sambil menunggu Pak Joko mengambil minyak kayu putih dan menyiapkan alat-alat yang sekiranya bisa membantu Kayla untuk bangun, Bi Asri memilih membantu mengganti pakaian Kayla yang sudah basah dan ada beberapa bercak darah disana.Uh
Di sebuah kota di Negara Swedia terlihat seorang perempuan dengan rambut panjang tengah menatap dunia luar melalui kaca jendela yang berada di kamarnya. Ia iri melihat tawa teman-temannya yang begitu bahagia menikmati masa mudanya dengan berbagai pengalaman yang menyenangkan. Bukan seperti dirinya yang hidup penuh dengan aturan dan tuntutan."Permisi, nyonya. Ini makan siangnya saya letakkan di meja, ya. Saya permisi."Suara asisten rumah tangga itu membuat perempuan itu mengaluhkan pandangannya dan menatap makanan itu. Selera makannya tidak ada. Bahkan makanan pagi tadi pun masih tersisa di meja makan. Tergeletak begitu saja tanpa berniat untuk dibereskan.Ia memilih untuk mengambil air putihnya dan meminum hingga tersisa separuh.Inilah kehidupannya, penuh dengan tuntutan.Tok tok tok"Permisi, Kayla. Boleh Ayah masuk?""Masuk aja, pintunya nggak dikunci!"Dari balik pintu menampilkan
Perjalanan Gaffar menuntun pada tempat pembuangan gerbong kereta api yang sudah tidak terpakai kemarin. Ini hanya satu-satunya tempat yang bisa dijadikan untuk meluapkan emosinya.Gaffar berbaring diatas gerbong kereta dengan air mata yang mulai menetes begitu saja. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan yang dialami sang Kakak akibat perbuatan bejat manusia bernama Bagas.DorrSatu suara tembakan yang dilayangkan ke udara membuat Gaffar tersentak. Sehingga membuatnya bangun dan mencari dimana sumber suara tembakan tersebut.DorrTembakan kedua kembali berbunyi dan sukses membuat Gaffar sedikit bingung akan situasi dan kondisi yang terjadi. Ada apa ini sebenarnya? Terlebih saat ia melihat kearah bawah dan menemukan laki-laki bertubuh kekar yang membawa senjata api."KELUAR ATAU SAYA BAKAR TEMPAT INI!" Teriak salah satu diantara mereka dengan lantangnya.Melihat keadaan yang cukup menegangkan, Gaffa
Saat dirasa kondisinya sudah membaik dan kini sang Kakak sudah terlelap dalam tidurnya setelah meminum obat yang diberikan Gaffar kini ia sedikit menarik napas lega.Gaffar tidak pernah menyangka jika kondisi sang kakak akan separah ini karena tekanan dari keadaan yang teramat sulit. Terlebih kondisi ekonomi benar-benar membuat situasi menjadi semakin rumit.Kini Gaffar duduk di teras rumah sambil memandang langit malam yang begitu damai. Pikirannya kalut, matanya membara dipenuhi api. Ia benar-benar marah kepada Bagas, kekasih Mei yang sangat kurang ajar. Meskipun ia belum mengetahui pasti permasalahan apa yang tengah mereka hadapi. Tapi, ia bersumpah akan menghabisi Bagas sampai ia bertekuk lutut dihadapannya.Dengan tarikan napas panjang, Gaffar bangkit dari kursi kayu yang ia duduki dan langsung bangkit untuk mengendarai motornya menuju ke suatu tempat.Saat tengah melajukan motornya di jalan Merpati 04 seorang perempuan dengan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments