Share

Bab 8 : Tekanan

Selama pelajaran berlangsung, Gaffar tidak terfokus pada guru yang menjelaskan materi di dalam kelas. Ia sibuk melamun memikirkan perkataan dari Bu Diah tadi. Bagaimana jika dalam 2-4 hari ke depan ia belum menemukan pelaku dari pembuat mural itu? Sudah dipastikan ia akan dikeluarkan dari sekolah. Gaffar takut membuat Mei, sang Kakak marah dan kecewa karena perlakuannya. 

"Woy, Gaff. Kantin, yuk," ajak Dani yang tidak ditanggapi oleh Gaffar. 

"GAFFAR!" Seru Dani yang tak kunjung digubris oleh Gaffar.  

"Apaan sih?" Tanya Gaffar yang menatap Dani tak suka. 

"Ngelamun terus. Kemasukan jin tau rasa lo," ejek Dani menatap Gaffar yang seperti orang kebingungan. 

"Kemarin data siswa yang udah dicatet gue simpen dimana, ya? Kok nggak ada sih?" Tanya Gaffar yang kini tengah membuka tas miliknya dan mencari note book yang digunakan untuk mencatat nama-nama yang dicurigai. 

"Nah kan, makanya jangan sembarangan kalo nyimpen barang. Coba cari yang bener," ujar Dani. 

"Udah gue cati, tapi tetep nggak ada. Berisik banget sih lo. Bantuin kek, jangan banyak omong." 

"Bentar, coba gue tanya Sandra. Barangkali dia masih simpen." Dani meninggalkan meja Gaffar dan menuju Sandra yang kini tengah mengobrol cantik di mejanya bersama dengan teman-temannya. 

"Data kemarin tentang kasus Gaffar masih lo simpen nggak, San?" Tanya Dani tanpa basa-basi. 

"Ha, kan kemarin udah gue kasih ke Gaffar. Jadi, gue nggak pegang lagi, dong." 

"Tapi, katanya sekarang nggak ada." 

Sandra menatap ke meja pojok belakang ke arah Gaffar yang masih sibuk mengeluarkan batang-barang dalam tasnya. Ia pun bangkit dan berjalan menuju meja Gaffar.

"Cari yang bener, pake mata." Sandra duduk disebelah Gaffar. 

"Udah gue cari tapi tetap nggak ada, San." Gaffar menjuhkan tasnya yang ada diatas meja. Nampaknya ia sudah mulai menyerah dengan misi pencariannya. 

"Coba gue yang cari. Awas aja lo kalo ketemu." Sandra menarik tas gaffar dan mengeceknya dengan teliti. Saat ia membuka tas bagian depan dan langsung menemukan buku yang dimaksud dan melemparkannya ke arah Gaffar.

"Ini apaan?!" Gaffat tersenyum. 

"Udah, ah. Gue mau ke kantin dulu. Masalah ini lanjut nanti, ya. Laper banget gue," ujar Sandra yang langsung meninggalkan begitu saja. 

"Gue juga mau ke kantin, ikut nggak lo?" 

"Nggak deh, lo duluaan aja." Dani mengagguk dan langsung beranjak dari sana meninggalkan Gaffar yang kini tengah dihadapkan dengan isi kepala yang bising. 

Sepeninggalnya Dani, Gaffar menatap sebuah note book milik sandra yang berisi nama-nama yang dicurigai. Tanpa mengandalkan siapa-siapa, Gaffar langsung beraksi memberantas kebenaran. 

Gaffar menuju ruang kelas X MIPA 1. Dengan tampang sangarnya Gaffar masuk ke ruang kelas tersebut tanpa salam dan langsung berdiri di depan kelas. 

"Siapa pun kalin yang punya nama Kiara Yolanda, cepet maju kedepan!" 

Seketika ruang kelas tersebut langsung hening. Tak ada yang berani bersuara. Sudah dipastikan, mereka pasti takut kepada Gaffar. Terlebih kelas ini dikenal dengan anak-anak baiknya. 

"Nggak ada yang namanya Kiara Yolanda?! Gue hitung sampe tiga kalo nggak ada ngaku, gue lihat name tag dibaju kalian satu-satu dengan paksa."

"Satu."

"Dua."

"Tiga."

"Oke, kalian emang nantangin gue." Gaffar langsung mendekat ke salah satu perempuan yang duduk di depan meja guru dan saat ia berjalan, tiba-tiba suara seorang perempuan yang terbata mengehentikannya. 

"S-saya, Kak." 

Gaffar melihat seorang perempuan dengan rambut sebahu dan kacamatanya yang duduk dibangku tengah sedang menunduk ketakutan. Saat ia sudah berada di depan perempuan itu, benar saja namanya adalah Kiara Yolanda. 

"Kiara Yolanda, nama yang bagus." Gaffar duduk di sebelahnya dan langsung merangkul dan berbisik. 

"Punya masalah apa lo sama gue? Anak kecil ingusan, nggak usah belagu. Cepet ngaku, kalau lo itu dalang dibalik mural di tembok belakang sekolah." 

Perempuan itu menunduk dan menangis karena ditekan oleh perkataan Gaffar. 

"Nggak usah nangis, nanti cantiknya ilang. Perlu lo tau, gue nggak akan iba sama wajah polos itu." 

Brakkk

Gaffar menggebrak meja dengan tangan kirinya. 

"Cepet ngaku!" 

"T-tapi saya nggak ngerti apa yang kakak maksud." 

"Nggak usah pura-pura nggak ngerti. Satu sekolah udah tau tentang kasus gue. Bahkan petugas kebersihan, ibu kantin dan satpam sekolah juga tau!" Seru Gafar yang sudah tidak bisa mengontrol emosinya. 

Gaffar melepas rangkulannya. Ia bersandar pada kursi yang berada disamping perempuan bernama Kiara. Ia menarik nafas panjangnya dan menatap atap kelas. Terlihat Kiara meirik ke arah Gaffar.

"Padahal gue cuma tanya, lo pelakunya atau bukan." 

"B-bukan, Kak." 

Gaffar melirik ke arah Kiara dan langsung beranjak pergi darisana tanpa mengucapkan maaf atau sekedar terima kasih. Ia meninggalkan ruang kelas tersebut denganbemosi yang tidak stabil. Dalam hatinya ia mengabsen nama-nama binatang dan umpatan-umpatan kasar. 

Untuk menenangkan dirinya Gaffar memilih kabur dari sekolah. Ia bolos lewat tembok belakang yang sudah biasa dijadikan jalan pintas untuk pergi. 

Kini Gaffar berada di sebuah tempat pembuangan kereta-kereta bekas yang sudah rusak dan tidak digunakan. Ia duduk termenung di salah satu gerbong yang sangat kotor. Pikirannya kalut. Ia benar-benar merasa takut jika kasus ini tidak terbongkar, pasti sang Kakak akan marah besar kepadanya. Sudah cukup selama ini ia merepotkan sang kakak, menjadi beban untuknya dan semoga ini tidak berkepanjangan.

"Arghhh!" 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status