Sepanjang lorong Evellyn melangkahkan kakinya setengah berlari mengikuti langkah Thomas yang melangkah dengan kaki panjangnya. Sementara kaki Evellyn yang kecil hanya bisa berlari sambil sesekali membungkukkan punggung saat bertemu orang-orang yang entah kenapa membungkuk ke arahnya. Evellyn berfikir, apakah tata krama di kediaman itu memang seperti itu? Saling membungkuk saat bertemu orang lain? Lalu, kenapa Thomas tak bereaksi? Lelaki itu bahkan menunjukkan raut wajah datar kepada mereka, seolah mereka sama sekali tak terlihat olehnya.
Sepanjang lorong yang di lewati Evellyn begitu mewah dan megah. Interior dan perabotan yang tertata begitu indah dan tampak terlihat mahal, hingga Evellyn berjalan dengan sangat hati-hati. Jika ia ceroboh seperti biasanya, satu barang saja belum tentu ia bisa tebus seumur hidupnya. Tetapi, melihat kemewahan ini seketika Evellyn teringat dengan ibunya. Sharon pasti sangat bahagia jika bisa tinggal di tempat seperti ini, dan menjadi nyonya di kediaman seperti ini merupakan impiannya.
Sebuah dehaman Thomas membuyarkan lamunan Evellyn, kali ini mereka sudah berada di depan pintu besar dan tinggi. Seketika itu Thomas membuka pintu dan menyuruh Evellyn menunggu di depan pintu, sementara lelaki paruh baya itu masuk kedalam dan menutup rapat-rapat pintu itu, hingga membuat Evellyn tampak mengernyit bingung. Sesaat, Evellyn tampak berfikir, dia datang ke kediaman ini sebenarnya untuk apa? Apa sebenarnya tujuan Sharon membawanya ke kediaman ini dan menjualnya? Mungkinkah ia akan di jadikan budak seks oleh lelaki pemilik kediaman ini? Apakah ia akan di jadikan pelayan? Entahlah, Evellyn benar-benar tidak mengerti sama sekali. Ya... Evellyn yakin kali inipun ibunya itu pasti menyuruhnya menjadi seorang pelayan, atau seperti biasa Sharon menawarkan tubuh Evellyn untuk lelaki tua dan memeras harta mereka. Bukankah memang selalu begitu? Dan Evellyn tahu akan hal itu.
Dengan lemas Evellyn hanya bisa menghela napas, kaburpun kali ini akan sangat sulit. Karena kediaman ini di jaga dengan sangat ketat. Jadi, jika Evellyn akan di jadikan seorang pelayan, Evellyn akan menerima itu walaupun sangat terpaksa. Tetapi tentang menyerahkan tubuhnya, menyerahkan kegadisannya kepada lelaki tua, jelek dan gendut? Lebih baik Evellyn bunuh diri saja, dari pada kegadisannya harus hancur oleh tangan-tangan kotor yang sangat ia benci.
Haaahhh... sekali lagi Evellyn menghela napas berat. Selama ini ia tak pernah memimpikan hidup mewah, ataupun memiliki segalanya. Evellyn selalu memimpikan suatu saat nanti dia memiliki kehidupan sederhana bersama orang yang ia cintai dan mencintainya. Sekalipun itu sangatlah tidak mungkin, mengingat ibunya yang begitu gigih mengekangnya dan memperlakukannya seperti boneka untuk menghasilkan uang. Tetapi harapan akan hal itu selalu ada di dalam hati Evellyn, ia percaya suatu saat nanti dia pasti akan mewujudkannya, sekalipun itu membutuhkan waktu dan usaha.
Namun, saat ia melihat kediaman ini saat ini, Evellyn sadar mungkin kali ini dia tidak akan bisa lolos. Mengingat betapa ketatnya pengawalan rumah ini, dan mungkin hari ini pun hari terakhirnya untuk hidup. Karena, jika lelaki kotor itu berhasil merenggut kesuciannya, Evellyn berjanji akan mengakhiri hidupnya.
“Masuklah!” ucap Thomas yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya. Sontak saja Evellyn terperanjat kaget, lelaki tua itu benar-benar mengagetkannya sehingga Evellyn langsung mengelus dadanya yang berdegup tak karuan.
“Ah, maaf Nona Eve. Aku tidak bermaksud mengagetkanmu, tetapi anda sepertinya sedang melamun sedari tadi, dan tidak menyadari kedatangannku!” seru Thomas dengan ramah.
“I... Iya, Tuan. A... aku... aku yang minta maaf!” jawab Evellyn gagap dan gugup. "Aku hanya sedang mengagumi keindahan interior rumah ini, sungguh indah dan mewah!" kilah Evellyn.
“Hahahaaa... ini adalah hasil karya seniman ternama. Dan aku rasa kau cukup mengerti akan seni, sungguh di luar dugaan Nona!" seru Thomas kagum, "Baiklah, mari silahkan masuk. Tuan Franco sudah menunggu anda di dalam, sebaiknya anda segera masuk, agar Tuan tidak menunggu lebih lama lagi.”
“Tuan Franco? Tapi... ibuku bilang aku akan menemui Tuan Zavio!”
Seulas senyum seketika tersungging di sudut bibir lelaki paruh baya itu, lalu iapun langsung berdehem, seolah untuk menahan diri agar tidak tertawa. Padahal Evellyn merasa pertanyaannya tidaklah lucu, tetapi lelaki itu justru seolah sedang menahan tawa atas pertanyaannya itu.
“Nama Tuan adalah Zavio Franco! Beliau adalah anak tunggal dari mendiang pasangan Tuan dan Nyonya Franco, Tuan adalah pewaris tunggal keluarga Franco. Maka dari itu kami menyebut nama belakang beliau, karena nama itu adalah nama kebesaran keluarga ini!” jelas Thomas, lalu iapun segera menggiring Evellyn masuk ke dalam ruangan di hadapannya lalu setelah Evellyn melewati pintu, Thomas segera menutupnya dari luar dan meninggalkan Evellyn sendiri untuk menghadap kepada Tuan Zavio Franco.
“Se... selamat pagi, Tuan!” ucap Evellyn gugup, tetapi tak ada jawaban di sana. Evellyn mengedarkan pandangan untuk mencari seseorang yang di panggil Tuan Zavio Franco itu, tetapi dia tak menemukan siapa-siapa di sana. Ruangan itu begitu gelap dan temaram, pandangan mata Evellyn menjadi terhalang, sehingga ia kesulitan untuk melihat. Sekilas Evellyn tampak mengernyitkan keningnya dan memicingkan matanya untuk membiasakan diri dalam kegelapan. Evellyn penasaran, sebenarnya apakah di sana benar-benar ada orang atau tidak. Karena suasana kamar itu benar-benar gelap dan sunyi, sehingga Evellin menjadi gelisah karenanya.
Sekali lagi Evellyn membiasakan pandangannya menatap kegelapan, setelah matanya sudah terbiasa, iapun memicingkan matanya untuk melihat kembali ke sekeliling. Tampak ruangan itu begitu luas, di dominasi dengan warna gelap yang dominan. Evellyn merasa ruangan itu tampak maskulin, benar-benar cocok untuk tipe lelaki yang mendominasi dan menakutkan. Maka dari itu Evellyn menjadi semakin cemas dan khuatir, orang seperti apa yang sebenarnya akan ia temui.
***
Menakutkan! itulah yang terlintas dalam benak Evellyn. Saat memikirkan hal itu, seketika bulu kuduk Evellyn langsung merinding. Entah kenapa saat ini tiba-tiba ia merasakan ketakutan yang luar biasa, hingga pikirannya semakin membuatnya takut dan tubuhnya pun seketika menjadi gemetar dan lemas. Bahkan Evellyn bisa merasakan, tiba-tiba saja suhu ruangan terasa dingin, sehingga membuat tengkuk Evellyn semakin meremang.
Apa... jangan-jangan Evellyn sudah salah sangka? Apakah dia bukan untuk di jadikan seorang pelayan, atau pun pemuas nafsu lelaki jahat itu? Tetapi... untuk di jadikan korban atau makanan iblis yang menakutkan? Pikir Evellyn saat merasakan suasana tiba-tiba saja terasa mencekam.
“Kau...”
“Ti... tidak... tidak! Maafkan saya Tuan, karena saya sudah lancang. Sa... saya di suruh masuk ke sini, maafkan saya!” gugup Evellyn sambil berjongkok dan memeluk tubuhnya yang gemetar seraya memejamkan matanya.
“Cckkk... apa yang kau lakukan?” terdengar suara itu menggelegar di ruang gelap itu. Suaranya yang terdengar datar dan dingin seakan menusuk, sehingga bulu kuduk Evellyn semakin berdiri, bahkan saat ini gadis itu merasakan kulit di seluruh tubuhnya terasa dingin. Sontak saja Evellyn semakin ketakutan dan ingin segera keluar dari tempat yang menyeramkan itu.
“Jangan bertingkah bodoh kau, Gadis!” seru suara itu semakin menekankan nada suaranya, hingga membuat Evellyn semakin mengeratkan pelukannya dan memejamkan matanya. Evellyn memejamkan matanya dengan sekuat tenaga, agar tidak terbuka. Lalu, tiba-tiba tangan dingin itu menyentuh pundak Evellyn, tangan itu terasa besar dan kokoh, juga dingin bagaikan bongkahan batu es yang sedang menekan pundaknya.
“Apa kau baik-baik saja?” tanya suara itu memastikan, akan tetapi Evellyn tak bisa mengontrol ketakutannya lagi, hingga akhirnya gadis itu pun tak sadarkan diri.
"Haiiiisss... apa-apaan ini?" geram Zavio saat seketika Evellyn tiba-tiba tumbang hanya dengan satu sentuhannya.
Thomas segera menghampiri tempat tidur Zavio, lelaki paruh baya itupun langsung mengangkat tubuh Evellyn dan memindahkannya ke samping Zavio. Dengan penuh perhatian Thomas memastikan Evellyn tidur dengan nyaman, iapun menyelimuti gadis itu hingga menutupi dadanya.“Sepertinya dia demam,” gumam Thomas seraya menempelkan punggung tangannya ke kening Evellyn. “Sebaiknya kita panggilkan Dokter, panasnya sangat tinggi, aku takut terjadi apa-apa dengan gadis ini.”“Lakukan apapun yang menurutmu baik, aku sudah cukup menderita dengan luka sialan ini!” gerutu Zavio sambil meringis saat ia menggeser punggungnya.“Tapi… bagaimana bisa Non Eve sampai ke kamarmu? Aku sedari tadi di depan pintu bersama beberapa pengawal, tetapi kami sama sekali tak melihat siapapun masuk melalui pintu masuk.” Thomas tampak bingung sambil menatap Evellyn yang masih tak sadarkan diri.
Evellyn menatap ke sekeliling kamar itu, ada banyak lukisan yang terpajang dengan rapi di dinding, ada juga yang masih bersandar di tembok di beberapa sudut, dan ada pula yang masih berdiri tegak di tiang lukisan yang di tutupi oleh kain putih.Dengan langkah perlahan Evellyn melangkah mendekati lukisan yang tertutup kain, lalu dengan rasa penasaran ia pun membuka kain itu perlahan. Tampak lukisan besar itu menampakan sesosok seorang perempuan cantik dan anggun, sosok yang begitu familiar bagi Evellyn, tetapi sepertinya ada yang berbeda.“Ini… lukisan Sharon, tetapi ini bukanlah Sharon!” gumam Evellyn, “Manik matanya berbeda, tetapi wajah mereka sungguh sangat mirip. Mungkinkah ini Sharon? Atau… aahhh… aku ingat, saat Zavio mabuk kala itu, dia menyebut-nyebut perempuan yang berwajah sama dengan ibuku. Apakah dia? Kenapa mereka berdua begitu mirip? Setahuku Sharon tidak memiliki saudara kembar atau pun s
Sepanjang hari Evellyn hanya mengurung diri di kamar, suhu tubuhnya kini sudah membaik, akan tetapi rasa pening di kepalanya masih saja belum hilang juga. Namun, sekalipun ia masih merasakan pusing, tetapi rasa bosannya hanya membuat keadaan semakin buruk saja. Setelah kepergian dokter dan pelayan yang merawatnya, Evellyn dengan perlahan turun dari ranjang. Lalu iapun melangkah menuju jendela, untuk melihat apakah ada sesuatu yang bisa ia lihat di taman? Karena Evellyn masih penasaran, siapakah sosok yang ada di taman itu? Dan apakah ada sesuatu yang tersembunyi di taman? Dengan penuh tekad Evellyn memutuskan untuk keluar dan menjelajah taman di luar kamarnya. Dengan susah payah Evellyn terus menarik pintu menuju taman, sungguh sulit di buka. Saat melihat keadaan pintu itu yang seakan sudah menyatu dengan tembok, karena setiap sela-sela lubangnya tertutup debu, membuat Evellyn yakin tempat itu pasti sudah bertahun-tahun di abaikan. Lalu…
Evellyn membuka matanya menatap punggung bidang lelaki yang sudah menggendongnya itu, suara itu, tubuh itu, Evellyn tahu siapa dia. Tetapi bagaimana mungkin? Pikir Evellyn tak percaya. Atau mungkin saja Evellyn salah lihat, walaupun sejujurnya ia sudah terbangun sedari tadi saat ia tengah di gendong, tetapi Evellyn tidak berani membuka mata. Sesaat tadi, Evellyn hanya ingin menunggu waktu yang pas, dan iapun ingin tahu kemana ia akan di bawa. Jika orang yang menggendongnya ingin berbuat jahat, Evellyn sudah mempersiapkan puluhan cara untuk bisa lepas dari orang itu. Tetapi, jika orang itu tak bermaksud jahat, Evellyn hanya akan berpura-pura masih terlelap. Ia akan menunggu, sampai orang yang menggendongnya itu pergi.Evellyn bangun setelah memastikan tak ada siapa pun di sana, Evellyn menghela napas, lalu mengedarkan pandangannya. Saat ini dia sudah berada di kamarnya lagi, iapun mengambil guling dan memeluknya sambil bersandar di sudut tempat tidur.&nbs
“Kemari,” perintah Zavio kepada Evellyn, dengan nada seolah sedang berbicara dengan salah satu anak buahnya.Evellyn menegakkan tubuhnya, mengangkat dagu dan alisnya dengan angkuh. Gadis itu mencoba keras kepala dan menunjukkan bahwa dirinya tak bisa di perlakukan seenaknya. Walaupun sejujurnya ia tampak rapuh dan takut, tetapi Evellyn bertekad tak ingin lagi di tindas seenaknya oleh lelaki yang sudah menghancurkan hidupnya itu.“Kemarilah Eve, jangan membuatku marah!” seru Zavio dengan nada tegas. Walaupun saat ini Zavio merasakan lemah dan tak berdaya, yang di perlakukan seolah debu di kaki gadis itu, tetapi Zavio tetap angkuh agar gadis itu tahu siapa tuannya.“Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu,” ucap Zavio yang bersusah payah duduk dan menyandarkan tubuhnya walaupun ia tampak menahan sakit yang luar biasa berdenyut di perutnya.“Apa itu?&rdquo
Evellyn keluar dari kamar Zavio dengan langkah gontai dan pening, kepalanya terasa berat setelah berjaga seharian tanpa di biarkan beristirahat sedikitpun. Setiap kali Evellyn ingin memejamkan mata karena lelah dan ngantuk, ada saja orang-orang yang masuk dan tak membiarkan Evellyn untuk terpejam sebentar saja. Saat ini, kesempatannya untuk meninggalkan kamar Zavio pun muncul, setelah kedatangan dokter dan perawat yang ingin mengganti perban dan memberikan banyak obat untuk penyembuhan. Melihat kesempatan yang datang itu, Evellyn meminta izin untuk kembali ke kamarnya kepada Thomas. Selain untuk beristirahat, Evellyn juga ingin mandi dan menyegarkan kepalanya yang terasa pening.Sepanjang koridor kediaman itu, Evellyn melewati para pelayan yang berkumpul sambil berbisik-bisik dan menatap Evellyn dengan tatapan permusuhan. Namun, Evellyn hanya menghela napas dan tak memperdulikan mereka. Dia terus menelusuri lorong itu menuju kamarnya, karena bagi E
Pelayan yang baru keluar dari kamar mandipun menoleh kearah tatapan temannya itu, ia merasakan ada sesuatu yang janggal dengan prilaku temannya itu. Dengan perlahan diapun memutar tubuhnya, dan betapa terkejutnya pelayan itu saat melihat Elias dan Thomas sedang berdiri tepat di hadapannya.“Tu... Tuan!” pekiknya tertelan seakan ada sesuatu yang mencekik di tenggorokannya.“Apa ada masalah? Apa yang kalian lakukan kepada tamu Tuan?” tanya Thomas dingin, seraya menatap tajam ke arah kedua pelayan itu.“Tu... Tuan...”“Dia... dia mencoba mengerjai gadis itu!” teriak pelayan sinis tadi menuduh temannya sendiri, padahal dia sudah membantu menyelesaikan pekerjaannya yang kacau di kamar mandi.“Kau! Apa yang kau katakan?”“Benar Tuan, dia yang mencoba mengacaukan pekerjaan saya. Padahal saya sudah ber
Evelin menghela napas untuk kesekian kalinya sambil mengambil beberapa baju yang ia sukai, lalu menumpuknya di atas meja. Setelah menemukan beberapa set pakaian dan dalaman, Evellyn pergi menuju kamar mandi, dan iapun merendam baju-baju itu dengan sisa sabun mandi cair yang tadi ia pakai. Menguceknya sedikit, setelah itu iapun menjemurnya di tiang lemari kamar mandi yang biasanya untuk menggantung jubah mandi maupun handuk. Sementara untuk saat ini, stelan celana pendek dan tengtop menjadi pilihannya. Toh hanya untuk tidur saja, jadi Evellyn mencari yang simple dan nyaman baginya. “Haaahh... baiklah, hari ini sudah cukup melelahkan!” keluh Evellyn sambil menggeliat untuk melemaskan urat-uratnya yang terasa kaku dan pegal, kemudian iapun mandi dengan air dingin untuk menyegarkan tubuhnya yang lelah dan gerah, karena kamar itu sama sekali tak ada pendingin maupun kipas angin. Sehingga tubuh Evellyn terasa lengket dan basah. *** &nb
***“Kau sungguh ceroboh, Non Eve. Bagaimana bisa kau memprovokasi seorang Zavio Franco? Sepertinya kau sungguh sudah tak sayang nyawa. Aaaahhh... kehilangan nyawa secara instan itu jauh lebih baik, takutnya kau akan mendapatkan balasan yang mengerikan dari kedua lelaki itu. Tuan Zavio dan Elias... Haaahhh, percaya kepadaku, kau tak akan pernah berani walau hanya melirik mereka sekilas saja, jika kau tahu siapa kedua orang itu!"“Ini salahnya sendiri, dia mencoba mengancamku setelah berbuat keji. Iblis sepertinya memang pantas mendapatkan itu, dan dia pantas mati!” rutuk Evellyn diliputi emosi.“Jaga mulutmu, Eve! Sebelum aku robek mulutmu itu!” geram Elias yng tiba-tiba muncul, dan dengan hitungan detik lelaki itu secepat kilat menerjang Evelin dan menamparnya hingga perempuan itu jatuh tersungkur. Evellyn memekik saat keningnya membentur pot, hingga pot porslen itu pecah karenanya.